merdekanews.co
Selasa, 18 Agustus 2020 - 15:07 WIB

Pengusaha Muda Mengeluh Diminta Uang Koordinasi Rp750 Juta, Bea Cukai dapat Sorotan Tajam

Hadi Siswo - merdekanews.co
Ilustrasi

Jakarta, MERDEKANEWS - Pengusaha muda, Vinnie Rumbayan tetap mengembangkan bisnisnya meski situasi sedang dilanda pandemi wabah COVID-19. Namun, bisnis yang digelutinya di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif ini mendapat gangguan diduga oleh oknum aparat pemerintah.

Menurut dia, banyak pebisnis milenial yang coba bertahan di tengah pandemi dengan memanfaatkan setiap peluang yang ada. Misalnya, membuat terobosan apabila tidak ingin ikut terjerembab di tengah ketidakpastian sektor ekonomi.

Akhirnya, Vinnie selaku pemilik Cafe Ms Jackson di kawasan Senopati, Jakarta Selatan ini memutar otak untuk memberi kepastian kepada 100 orang karyawannya agar tetap bertahan hidup di tengah pandemi, sekaligus memastikan roda ekonomi kembali berputar.

Karena, Vinnie mengungkapkan karyawannya sudah menganggur sejak empat bulan lalu atau saat pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta pada April 2020. Tapi, ia mengaku tetap memenuhi hak karyawan.

“Selama PSBB, saya memenuhi hak karyawan secara tambal sulam. Dari kas perusahaan hingga kantong pribadi,” kata Vinnie kepada wartawan pada Senin, 17 Agustus 2020.

Nah, Vinnie mulai mempekerjakan karyawannya 15 orang dari jumlah sekitar 100 orang. Lalu, ia meracik atau membuat minuman lokal untuk memastikan supaya cafe tetap beroperasi dan menarik para pelanggar pada akhir Mei 2020.

"Yang diracik minuman sejenis cocktail, hanya saja bahan dasar yang kita gunakan dari minuman lokal. Selama kegiatan meracik, para karyawan mendapat bayaran,” ujarnya.

Kegiatan meracik baru berjalan tiga minggu, Vinnie mengatakan restorannya langsung mendapatkan masalah. Dimana Lei Lo Restaurant ini digerebek aparat pemerintah pada Rabu malam, 24 Juni 2020. Saat penggerebekan, ia tidak berada di restoran.

Tapi, Vinnie langsung bergegas ke restoran ketika dikabarkan anak buahnya. Begitu tiba, ia kaget lihat ada sekitar 120 orang aparat pemerintah diduga dari BC. Lalu, petugas berdalih menggerebek atas informasi masyarakat yang resah adanya kegiatan pengoplosan minuman.

Herannya, kata Vinnie, kegiatan pengoplosan juga dilakukan oleh pelaku bisnis lainnya tapi kenapa tidak ditindak. “Saya baru tiga minggu menjalankan kegiatan, sementara ‘tetangga’ saya yang lain sudah tiga bulan lebih. Kenapa cuma tempat saya yang diutak-atik? Padahal mereka juga melakukan hal yang sama,” jelas dia.

Padahal, lanjut Vinnie, meracik cocktail hal lumrah dilakukan pengelola bar di dunia maupun Indonesia. Karena menurutnya, seluruh dunia melakukan mixing untuk mempunyai ciri khas dan nilai jual. Makanya, aneh kalau kegiatan meracik yang dilakukan Vinnie disebut pengoplosan.

“Di Indonesia enggak cuma saya yang mixing. Kalau ini disebut ngoplos oleh aparat, apa kabar dengan bar yang lain? Kenapa bar di hotel ternama Jakarta enggak didatengin BC? Mereka juga mixing seperti saya," ucapnya.

Vinnie mengaku sudah menyampaikan penjelasan kepada oknum aparat yang menggerebek, bahwa bisnis yang dijalaninya itu mengikuti sesuai arahan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terkait mitigasi krisis pariwisata di tengah pandemi dan untuk menggerakkan roda ekonomi mikro.

“Saya juga beritahu ke aparat, bahwa saya punya Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dan mereka heran saya punya NPPBKC. Saya bilang, coba tanya ke bos anda kenapa saya bisa pegang izin minuman cukai A, cukai B, cukai C. Kan bos anda yang memberi izin,” katanya.

Ternyata, kata Vinnie, oknum aparat tetap ngotot kalau kafenya melakukan kegiatan pengoplosan sehingga semua botol disita termasuk laptop milik kantor diamankan. Selang sehari kemudian, Vinnie diminta untuk mentransfer sejumlah uang oleh oknum aparat tersebut sebanyak dua kali.

“Saya pertama transfer Rp750 juta. Setelah itu, mereka minta ditransfer lagi Rp600 juta alasannya untuk kas negara. Terus, yang Rp750 juta itu untuk siapa?,” katanya.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Sub Direktorat Jenderal Humas Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, mengaku belum memonitor kegiatan penindakan yang dilakukan petugas Bea dan Cukai terhadap Lei Lo Restaurant di kawasan Senopati.

“Kita cek dulu nanti ke unit terkait. Kasus tersebut ditangani Bea Cukai Kanwil Jakarta,” kata Deni saat dikonfirmasi wartawan.

Sementara, Kabid Humas Bea-Cukai Kanwil Jakarta, Haryo Limanseto belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang dilayangkan redaksi.

(Hadi Siswo)