merdekanews.co
Kamis, 26 Desember 2024 - 10:45 WIB

Vonis 6,5 Tahun Harvey Moeis Kabar Buruk Bagi Keadilan, Diskon Akhir Tahun untuk Koruptor?

Jyg - merdekanews.co
Harvey Moeis. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Vonis enteng majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun, mengundang reaksi publik. Alih-alih divonis sesuai tuntutan JPU 12 tahun penjara. Harvey Moeis malah dapat "diskon" besar, ia cuma diganjar 6,5 tahun.

Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan pada Rabu (25/12) kemarin menilai, vonis Harvey Moeis tidak sebanding dengan kerugian negara akibat tambang timah ilegal.

"Putusan ini adalah kabar buruk bagi keadilan. Bagaimana mungkin kerugian negara sebesar Rp300 triliun hanya dihargai dengan hukuman 6,5 tahun penjara," kata Hinca.

Ia menuturkan, korupsi yang dilakukan Harvey Moeis dan kawan-kawan merupakan kejahatan yang paling berdampak terhadap alam Indonesia. Ia menyebut penambangan timah ilegal yang dilakukan Harvey dan pelaku lainnya telah merusak masa depan generasi muda Indonesia.

"Lingkungan di Babel hancur, tambang ilegal merajalela, dan rakyat hidup dengan warisan kerusakan. Lalu, hukuman hanya 6,5 tahun, hilang sudah akal sehat," ujar Politisi Partai Demokrat ini.

Hinca bahkan merasa tuntutan jaksa yang 12 tahun saja sudah terasa ringan. Namun, majelis hakim menilai jauh lebih rendah lagi. Apa ini diskon akhir tahun untuk para koruptor.

Hinca menambahkan, pihaknya juga mendesak Jaksa dalam perkara ini untuk mengajukan banding. Ia menyebut keadilan yang tidak ditegakkan hanya membuat mentalitas korupsi semakin merajalela di semua tingkatan.

Vonis 6,5 Tahun Harvey Moeis

Adapun sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto, menyatakan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung yang meminta agar Harvey dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dinilai terlalu berat, mengingat peran Harvey dalam kasus korupsi penambangan ilegal di wilayah PT Timah yang dianggap tidak sebanding dengan tuntutan tersebut.

Menurut Eko, Harvey hanya berperan sebagai perwakilan PT RBT, tanpa terlibat dalam struktur kepengurusan perusahaan. Dalam pertemuan kerjasama antara PT RBT dan PT Timah Tbk, Harvey berperan sebagai jembatan penghubung perusahaan dalam membahas kerjasama untuk meningkatkan produktivitas penambangan dan penjualan timah.

Eko menjelaskan bahwa Harvey membantu kerjasama tersebut karena hubungan dekatnya dengan Direktur PT RBT, Suparta, serta pengalaman Harvey dalam mengelola perusahaan tambang batu bara di Kalimantan.

Hakim juga menilai, bahwa kerugian negara dalam kerjasama antara PT RBT dan PT Timah Tbk yang mencapai Rp300 triliun bukan sepenuhnya disebabkan kesalahan suami aktris Sandra Dewi. Keputusan mengenai kerja sama tersebut, menurut hakim, diambil oleh pimpinan PT RBT dan PT Timah.

"Bahwa dengan keadaan tersebut, terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT Timah Tbk dan PT RBT, maupun dengan para pengusaha smelter peleburan timah lainnya yang menjalin kerjasama dengan PT Timah Tbk," ujarnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12).

Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpandangan  Harvey bersikap sopan selama persidangan dan masih memiliki tanggungan keluarga. Oleh karena itu, vonis 6,5 tahun dianggap telah memenuhi rasa keadilan.

(Jyg)