merdekanews.co
Rabu, 29 Desember 2021 - 12:59 WIB

Elektabilitas PD dan AHY Terus Melonjak, Demokrat: Jam Terbang dan Kualitas Kepemimpinan Menentukan

Atria Aji - merdekanews.co
Ketua Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono

Jakarta, MERDEKANEWS - Makin banyak lembaga yang merilis hasil survei elektabilitas calon presiden menjelang pergantian tahun 2022. Secara tren dan pola yang terlihat dari waktu ke waktu menunjukkan sejumlah konsistensi, termasuk tren kenaikan elektabilitas Partai Demokrat dan Ketua Umumnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Survei Indikator yang dirilis pada Januari 2020 menunjukkan angka elektabilitas Demokrat 4,6 persen. Pada rilis-rilis berikutnya, tren ini terus naik, hingga pada survei terakhir yang dirilis pada Desember 2021 ini, elektabilitas Partai Demokrat ada pada angka 10 persen, berada pada posisi keempat, setelah PDIP, Gerindra dan Golkar. 

Survei Polmatrix menunjukkan tren serupa. Dalam rilis hasil survei pada bulan Mei 2020, elektabilitas Partai Demokrat tercatat 3,8 persen, lalu menjadi 9 persen pada bulan Desember 2021. 

Demikian pula dengan survei SMRC yang dirilis pada Desember 2021 ini. Pada saat tren elektabilitas partai-partai besar menurun, elektabilitas Demokrat relatif stabil dalam dua tahun terakhir. Menurut SMRC, elektabilitas Ketum AHY berada pada posisi keempat, tidak jauh berbeda dengan beberapa kandidat yang memiliki jabatan publik. 

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif DPP Partai Demokrat Sigit Raditya BSc, MA mengatakan, tren positif terhadap Partai Demokrat maupun Ketum AHY ini merupakan apresiasi publik atas kepemimpinan Ketum AHY dan kerja-kerja politik Partai Demokrat, baik melalui jalur legislatif, maupun eksekutif, melalui kader-kader kami yang menjadi Gubernur, Walikota dan Bupati di berbagai daerah."

"Ketum AHY adalah pembelajar cepat. Meski gagal di Pilkada DKI, tapi beliau belajar dari kegagalannya dan sukses mengemban tugas sebagai Komandan Kogasma untuk mempertahankan kursi Demokrat di Senayan, meski sejumlah Lembaga survei waktu itu memprediksi Demokrat tidak akan bertahan di Senayan," tegas Sigit. 

“Dasar ini yang menjadi alasan beliau terpilih aklamasi sebagai Ketua Umum.”

“Menurut kader, Ketum AHY memberi harapan baru untuk Demokrat. Jam terbang dan pembelajar cepat ini juga yang membuat Ketum AHY mampu mempertahankan kedaulatan Demokrat dari tangan para begal politik,” tambah Sigit. 

Ini berbeda, ujar Sigit lebih lanjut, "Misalnya dengan tokoh yang lebih senior dan sama-sama pernah di militer, seperti KSP Moeldoko. Meskipun pangkat dan jabatannya jauh lebih tinggi, karena usianya juga jauh lebih tua, tapi tidak serta merta jam terbang di politiknya juga tinggi. Jam terbang ditentukan bukan hanya lamanya menggeluti politik tetapi juga kondisi kesulitan yang dihadapi dan bagaimana dia menemukan solusi untuk mengatasi kesulitannya.”

Sebelum dinyatakan kalah oleh Pengadilan atas gugatannya terhadap Partai Demokrat dibawah kepemimpinan Ketum AHY yang sah dan diakui pemerintah, KSP Moeldoko sempat ikut berkompetisi untuk jabatan Ketum PSSI dan beberapa Ketum Partai. Tapi Moeldoko juga kalah.

“Ini yang saya maksud, dalam politik, jam terbang sangat menentukan. Beda dengan ‘nature’ di militer. Kalau di militer, ada istilah urut kacang. Harus menunggu giliran penugasan. Bisa atau tidak bisa, siap atau tidak siap, harus melaksanakan penugasan itu. Dipaksa. Kalau di politik, tidak seperti itu. Hanya yang mau, bisa dan siap yang bisa memperoleh kesempatan,” kata Sigit, yang sebelumnya menempuh karir profesional di militer, kemudian mengikuti jejak AHY untuk mengundurkan diri, agar bisa mengabdi di politik.

Untuk itu Sigit juga menghimbau kepada rekan-rekan sesama purnawirawan di militer untuk mempersiapkan diri lebih baik dan mendapatkan jam terbang lebih tinggi saat berkarier di medan tugas baru, khususnya di bidang politik. “Zaman sudah berubah. Tidak seperti era KSP Moeldoko saat perwira muda dulu. Ada Dandim bisa menjadi Bupati karena kekaryaan. Atau Pangdam jadi Gubernur. Sekarang harus ikut kompetisi. Belum tentu mantan Pangdam bisa terpilih menjadi Bupati. Pasca reformasi, ada juga Jenderal bintang empat yang dua kali ikut pemilihan Gubernur, tapi kalah.”

Sigit, yang juga satu almamater dengan Panglima TNI, Jenderal TNI Andika Perkasa, di Norwich University, Amerika Serikat ini lantas mengatakan, “Demokrat terbuka bagi para purnawirawan TNI/Polri yang ingin ikut mengabdikan diri melalui jalur politik. Mari kita lanjutkan ‘jam terbang’ kita untuk berkoalisi dengan rakyat dan mengabdi pada bangsa dan negara.” (Atria Aji)