merdekanews.co
Selasa, 15 Juni 2021 - 15:19 WIB

Oleh: Akhmad Sujadi Pemerhati Transportasi

Transformasi Digital KRL Jabodetabek (3)

### - merdekanews.co
Akhmad Sujadi Pemerhati Transportasi

Angkutan kereta api perkotaan tertua yang masih beroperasi di Indonesia adalah kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek yang saat ini dikelola PT Kereta Api Computer Indonesia (KCI). Pelayanan KCI saat ini sudah baik dibanding 7 tahun silam.

Perbaikan layanan terdukung kemajuan teknologi, digitalisasi  yang terus berubah. Teknologi membantu pelayanan makin cepat, makin mudah dan makin modern.

Masyarakat kini banyak pilihan naik kereta api perkotaan di Jakarta. Angkutan  KRL Jabodetabek  kini tak sendiri melayani warga Jakarta  dengan  hadirnya  kereta api Moda Raya Terpadu (MRT) yang diresmikan pengoperasianya pada 24 Maret 2019 oleh Presiden Jokowi.

Ide pembangunan MRT sudah dicetuskan oleh Pak Habibie melalui BPPT sejak tahun 1985.  MRT akhirnya dibangun sejak Oktober 2013,  selesai pada akhir 2018 dan sejak  2019 sudah dapat dinikmati masyarakat.

Selanjutnya  Light Rail Transit (LRT) Jakarta dan LRT Jabotabek. LRT Jakarta sepanjang 5, 8 km sudah beroperasi sejak Asian Games 2018. LRT Jakarta dibangun dan dioperasikan BUMD DKI Jakarta. Sedangkan LRT Jabotabek dibangun pemerintah pusat, operatornya KAI. Saat ini   masih proses pembangunan. Data terbaru dari Adhi Karya untuk lintas Cawang-Cibubur sudah 92,4 %. Cawang-Bekasi 88, 7 % dan Cawang-Kuningan-Dukuh Atas 85 % pada Juni  2021 lalu. Adhi Karya mentargetkan proyek akan selesai pada Juli 2022.

Hadirnya perusahaan kereta api baru di Jakarta telah memberikan warna baru bagi  layanan transportasi umum di Jakarta. MRT dan LRT sebagai perusahaan baru tak memiliki sejarah panjang seperti KRL Jabodetabek. Kelahiran  MRT dan LRT seperti hadirnya generasi millennium dan generasi Z yang tak tahu mesin ketik, wesel mekanin, sinyal krian dan  tiket Edmonson kereta api. Begitu lahir MRT dan LRT langsung sudah di era digital dan transportasi modern.

Serba digital telah memberikan keunggulan bagi MRT dan LRT,  diantaranya keunggulan jaringan rel dan stasiunya steril dari kegiatan masyarakat. Armada keretanya semua  baru. Pelayanan  di kereta dan stasiun telah menerapkan serba digital, sehingga memudahkan pelayanan serta  memudahkan pengelola MRT dan LRT. Melihat sejarahnya yang singkat, MRT dan LRT tidak perlu bertransformasi seperti KAI yang memiliki sejarah panjang heroik dalam  mewujudkan transportasi perkotaan yang maju.





Cikal Bakal  KRL Jabodetabek

Cikal bakal pelayanan KRL Jabodetabek diawali sejak jaman penjajahan Belanda. Perusahaan kereta api Belanda Staats Spoorwegen (SS) membangun elektrifikasi jaringan angkutan kereta api perkotaan dari Tanjung Priok ke Mester Cornelis (Jatinegara). Peresmian operasional elektrifikasi kereta api  bersamaan dengan dipergunakanya Stasiun Tanjung Priok baru pada   HUT  ke-50 SS yang jatuh pada 6 April 1925.

 Setelah berhasil membangun rel listrik pertama di Jakarta, ESS terus memperluas pembangunan ke lintas jalur lingkar Jakarta dari Manggarai-Jatinegara-Senen-Kampung Bandan-Duri-Tanah Abang- Manggarai. Selanjutnya dibangun pula jalur elektrifikasi  Manggarai-Bogor yang selesai pada 1930.

Setelah Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945, perusahaan-perusahaan milik penjajah dinasionalisasi, termasuk perusahaan kereta api diambilalih oleh negara Indonesia. Pemerintah  membentuk  perusahaan kereta api milik Negara berbentuk   DKARI, DKA,  PNKA, PJKA, Perumka dan PT. KAI menjadi pewaris pengelolaan perkeretaapian di Indonesia.

Setelah lahir kereta kayu ditarik lokomotif listrik pada 1925, pemerintah  mulai mendatangkan KRL dari Jepang untuk mengganti armada.   KRL buatan Jepang yang didatangkan pemerintah pada 1976  di ibu kota menghiasi layanan angkutan perkotaan baru bagi ibu kota. Hadirnya KRL telah mendorong peningkatan pelayanan yang memicu pengguna angkutan umum di Jakarta meningkat.

Pemerintah melalui Direktorat Perkeretaapian di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat terus melakukan pengadaan KRL. Sementara KAI juga terus berbenah. Kemenhub membentuk Direktorat Jenderal Perkeretaapian (Ditjenka) pada 2005. Sejak 2006, Ditjenka membangun prasarana perkeretaapian di Jabodetabek dengan perluasan elektrifikasi dan jalur ganda Tanahabang-Serpong-Maja-Rangkasbitung. Bekasi-Cikarang. Citayam-Nambo dan Jakartakota ke Tanjung Priok  dihidupkan kembali.

Pembangunan prasarana perkeretaapian di Jabodetabek diikuti pula transformasi di KAI. Problem rutin KAI di Jabodetabek adalah masalah pengoperasian KRL Ekonomi dan makin banyaknya pengguna jasa. Karena kondisi didalam KRL Ekomoni penuh sesak dan panas, banyak pengguna jasa naik keatap KRL. Pemandangan ini terjadi sejak tahun 1998 dan dapat diakhiri pada 2011, di mana  pada 22 Juli 2011 KAI berhasil mengganti KRL EKonomi dengan KRL Ber-AC.

Tahapan Trasnformasi KRL Jabodetabek

Sebelum menjelma menjadi perusahaan KCI, KAI dan Kemenhub sudah jauh hari merencanakan perubahan/transformasi KRL. Perubahan diawali pada 1998 dengan program bantuan teknik Bank Dunia. Program perbaikan perkeretaapian di tanah iar ini salah satunya dengan mengirim SDM perkeretaapian sebanyak  240 orang untuk belajar perekeretaapian di beberapa negara yang terbagi menjadi 22 modul. Semula hanya ada  15 modul, atas usulan KAI terdapat 5 mudol tambahan.

Paket perbaikan layanan kereta api dibagi dengan beberapa modul ini bertujuan melakukan komputerisasi sistem pertiketan kereta api. Salah satu hasil dari modul ini hadir KARTIKA (Kartu Tiket Kereta Api). Komputerisasi data personil. Data personil yang semula ditulis manual dibuat komputerisasi. Kemudian komputerisasi grafik perjalanan kereta api (Gapeka) untuk merancang, merencanakan dan evaluasi perjalanan kereta api. Masih ada bebeberapa  modul lainnya yang bertujuan memperbaiki layanan perkeretaapian.

Sebagai implementasi proyek Bank Dunia, beberapa modul juga mulai diterapkan di KRL Jabodetabek. Khusus untuk KRL Jabotabek sudah dirancang ke depan diarahkan mengganti KRL Ekonomi dengan KRL ber-AC.

Untuk menuju ke arah perbaikan pelayanan KRL salah satu modulnya perubahan organisasi pengelolaan KRL Jabodetabek. KAI menambah daerah operasi (Daop) di Jawa, semula  9 Daop menjadi 10 Daop, yaitu Daop Jabotabek sebagai cikal bakal anak perusahaan KAI, yaitu PT KCI.

Pada 1 April 1999 dilakukan pelantikan Kadaop Jabotebek. Masraul Hidayat diangkat dan dilantik oleh Dirut Perumka waktu itu  Edie Haryoto di Stasiun Gambir. Pelantikan Kadaop Jabotabek menandai perubahan pengelolaan KRL semula dari Kasi di Daop 1 naik level menjadi Kadaop. Kantor pertama Daop Jabotabek di sebelah Stasiun Juanda bersebelahan dengan Wisma Pena, Jakarta. Saat ini sudah menjadi Ruko. *** (Bersambung)

   

(###)