merdekanews.co
Selasa, 30 Maret 2021 - 13:00 WIB

Oleh: Akhmad Sujadi Pemerhati Transportasi

Transformasi Digitalisasi Angkutan Kereta Api Perkotaan Jabodetabek (2)

### - merdekanews.co
Penulis, Akhmad Sujadi Pemerhati Transportasi

Angkutan kereta api perkotaan kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek lahir tidak serta merta dalam kondisi baik seperti MRT, LRT Jakarta dan LRT Jabodetabek yang lahir di jaman modern.

KRL Lahir jauh sebelum merdeka, sebelum jaman modern dan serba digital tiba. Tak heran problem-problem yang dihadapi juga tak sedikit.

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) KAI waktu itu telah memiliki cita-cita dan telah berupaya membangun sistem perkeretaapian seperti saat ini.

Rancangan menuju pelayanan prima KRL Jabodetabek diawali dengan restrukturisasi organisasi dengan pembentukan Daerah Operasi (Daop) Jabotabek yang sejatinya juga Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek pada 1998. KAI waktu itu melantik pejabat Kadaop Jabotabek, Masraul Hidayat. Beliau dilantik pada 1 April 1999 oleh Dirut Perumka waktu itu Edie Haryoto. KAI sendiri beubah menjadi PT Kereta Api (Persero) pada 1 Juni 1999 saat Dirutnya dijabat Pak Badar Zaeni (alm).

Sejak dilantik menjadi Kadaop Jabotabek tugas pertama Masraul membuat mapping problem-problem KRL Jabotabek. Dari sekian banyak masalah yang paling krusial adalah; banyaknya free rider atau penumpang tanpa tiket. Penumpang yang naik di atap kereta atau attapers dan keterbatasan KRL yang melayani ratusan ribu orang setiap hari. Dalam rencana kerja saat itu sudah digagas mendatangkan KRL Bekas, salah satunya KRL dari Jepang.

Sembari menunggu KRL bekas datang, Masraul dan tim melakukan perubahan sistem tiket untuk meningkatkan pendapatan. Divisi Jabotabek mulai menerbitkan  tiket berlangganan KTB (kartu tiket bulanan), KLS (Kartu langggnan sekolah). Sebelumnya komposisin penjualan tiket berlangganan  hanya 30 %  dari seluruh tiket yang dijual. Lalu diiubah menjadi 70 %. Langkah ini memberikan hasil. Pengguna KRL banyak memilih abonemen, tiket berlangganan karena tarifnya lebih murah, tidak ribet dan tidak perlu antri tiket. Dipintu masuk cukup menunjukkan KTB atau KLS, boleh masuk.

Sukses menaikkan pendapatan, Divisi Jabotabek mulai usaha KRL bekas sebagai solusi mengatasi kekurangan armada. Kenapa pilih KRL bekas? Tidak membeli KRL baru ? saat itu kondisi keuangan KAI tidak bagus, perusahaan juga masih rugi, sehingga tidak mungkin membeli KRL baru. Saat itu untuk pengadaan KRL baru ditopang oleh Departemen Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat , Direktorat Perkeretaapian yang saat ini telah berdiri Dirjen Perkeretaapian sejak 2005.

Usaha mendapatkan KRL bekas dilakukan dengan cara tidak bayar (hibah). Sebagai negara maju  Jepang tidak menggunakan armada yang sudah melewati batas usia teknis dan layanan. Beda dengan Indonesia, kalau barangnya masih bagus, masih bisa dipakai barang itu akan terus digunakan. Jepang tidak. Sebagai negara pembuat dan pengguna KRL,  Jepang membatasi usia KRL 15 tahun. Selebihnya usia tersebut KRL harus dirucat atau dibesituakan meskipun dari segi fisik KRL itu masih mulus, masih bagus.

Kebijakan pembatasan usia KRL di Jepang dimanfaatkan Indonesia, oleh KAI/Divisi Jabotabek. KAI melalui pemerintah melakukan pencarian dan lobby untuk mendatangkan KRL bekas. Hasilnya pada tahun 2000 Indonesia mendapatkan 72 unit KRL ber-AC bekas. KRL AC bekas ini menjadi berkah bagi masyarakat perkeretaapian. Berkah bagi KAI, bagi Divisi Jabotabek dan bagi pengguna jasa serta Indonesia.

Dari 72 unit KRL tidak semua KRL dapat dioperasikan. Lebar spoor hampir sama 1067 mm, hanya selisih 67 mm karena Jepang menggunakan lebar spoor 1.000 mm atau 1 meter. Beda 76 mm tidak menjadi kendala dalam pengoperasian KRL bekas dari Jepang di Indonesia, terlebih jalur yang dipakai KAI  lebih lebar, sehngga secara teknis KRL dapat beroperasi dengan baik.

Dalam satu trainsset (satu rangakaian KRL untuk pelayanan), KRL di Jepang terdiri 12 kereta. Sedangkan panjang emplasemen  stasiun-stasiun pendek, maksimal 8 kereta di Jabotabek,  sehingga tidak mungkin KRL yang datang langsung dapat dioperasikan seluruhnya.

Melihat kenyataan itu KAI memilih beberapa KRL yang sudah siap dioperasikan, dari 12 kereta diambil paling banyak 8 unit untuk dioperasikan menjadi KRL Pakuan Ekspres Jakarta-Bogor. Sisanya dibuatkan beberpa KRL dibuatkan kabin (kepala untuk masinis mengemudikan KRL) oleh Balai Yasa Manggarai. Setelah dibuatkan kabin KRL dioperasikan ke daerah lain, sehingga dengan 72 unit KRL bekas Divisi Jabotabek dapat meningkatkan pelayanan.

Beroperasinya KRL Pakuan Ekspres telah mampu menigkatkan citra pelayanan Divisi Jabotabek. Selain meningkatkan citra dan pelayanan, pendapatan KRL Pakuan juga lebih tinggi. KRL Pakuan diminati pelanggan karena KRL-nya ber-AC, bersih, tidak ada asongan dan nyaman. Kelebihan lain dari KRL Pakuan tidak berhendi di setiap stasiun seperti KRL ekonomi. Dengan dioperasikan KRL Pakuan Ekspres pendapatan Divisi Jabotabek meningkat tajam.

Upaya menambah armada KRL bekas terus diupayakan. Divisi Jabotabek berganti pimpinan. Masyraul Hidayat digantikan Rachmadi. Masraul didapuk menjadi Direktur Utama Kereta Api Bandara, PT. Ralink. Rachmadi terus berinovasi, bersama timnya terus melakukan upaya perbaikan layanan diantaranya operasi pedagang asongan di peron, di KRL, penumpang diatap dan penertiban tiket penumpang yang masih menjadi problem layanan KRL.

Keterbatasan dana dan menunggu proses penggantian KRL di Jepang menjadikan proses penggantian KRL di Indonesia juga harus sabar menunggu proses pergantian armada di Jepang. Baru pada 2003-2004 ada proses penggantian KRL di Jepang. Dari beberapa armada yang akan dibesituakan di Jepang terpilih rangkaian KRL Eks JRS. Kereta ini masing-masing trainsetnya terdiri 4 kereta. Meskipun begitu KRL eks JRS diambil Divisi Jabodetabek. Dalam pengoperasianya KRL Eks JRS digabung dengan 8 rangkaian, sehingga ketika kondektur memeriksa penumpang dia harus pindah kabin. Semua demi peningkatan pelayanan kepada pelanggan. (Bersambung)

(###)