merdekanews.co
Selasa, 16 April 2019 - 10:37 WIB

Oleh: Faisal Raoef, Pengamat Kepemimpinan dan Perubahan Sosial

Tips Memilih Capres Ketika Anda Dihujani Jutaan Informasi Yang Menyesatkan

*** - merdekanews.co

Suasana dalam nonton bareng bersama rekan-rekan pada debat capres-cawapres ke 5, hari Sabtu, 13 April lalu di mendadak menarik, tatkala salah seorang kawan tiba-tiba berujar,”Pusing saya milih yang mana, 01 terkesan normatif, 02 soal duit bocor melulu!”

“Sama! Saya juga pusing, informasi yang ada sulit diuji validitasnya, apakah informasinya benar atau hoaks semata!”, timpal rekan satunya. Belum lagi komentar teman wanita saya di suatu waktu “Hmmm, Sandi sepertinya menarik, tapi saya suka dengan kesederhanaan Jokowi!”.

Terus terang, saya senang berkumpul dan berdiskusi terkait capres dan pemilu dengan beberapa rekan yang hingga saat ini masih saya kategorikan “undecided voters”, sebab saya dapat melihat perspektif lain dibalik alasan mereka memilih, atau bahkan tidak memilih sama sekali.

Lanjut selepas nonton bareng, pembicaraan kemudian berkembang pada hal yang lebih substantif dan peka, “Bagaimana memilih capres ketika kita dihujani jutaan informasi, baik melalui video semacam youtube, atau informasi dalam sosial media semacam Whatsapp Group (WAG), Facebook, Instagram dan Twitter?”

Rhenald Kasali dalam talkshow Indonesia Lawyers Club (ILC) terkait hoaks beberapa waktu lalu, juga turut menyinggung tentang hal ini, bahwa di tahun 2017 ada 37.000 media online dan hanya 4% yang dianggap profesional oleh Dewan Pers. Jadi hanya sekitar 168 media online yang didukung oleh orang-orang profesional.

Bisa dibayangkan 37.000 media online yang ada di Indonesia, dan itu data 2 tahun lalu. Katakanlah setengah dari media tersebut meliput, memberitakan atau memberikan informasi terkait pilpres sebagai informasi yang lagi trend saat ini, Ditambah informasi yang diproduksi lewat linimasa oleh pemilik media sosial semisal Facebook dan Twitter, termasuk Anda dan saya didalamnya. Seringkali sulit lagi bagi kita untuk mencari tahu kebenaran dari informasi yang tersebar dikarenakan banyaknya jumlah data dan informasi yang muncul.

Sehingga menjadi lumrah di era informasi terbuka seperti ini, kita seringkali kesulitan mencerna, mana informasi yang benar dan mana informasi yang dibenar-benarkan. Kemasan sebuah informasi seringkali menipu, Pembuat informasi terkadang menggunakan generalisasi, terkadang mengecilkan satu fakta dan membesarkan fakta lainnya, bahkan terkadang sama sekali tidak berisi informasi valid atau hoaks. Tentu saja tujuan sebuah informasi dibuat dan disampaikan akan berbeda dengan kita selaku pembaca atau penerima informasi tersebut. Akhirnya kita cenderung melihat atau membaca informasi yang hanya sesuai dengan preferensi kita, meski data dan informasi tersebut rentan terhadap hoaks.

Salah satu contoh yang menarik beberapa waktu lalu, saat saya mendapatkan tautan informasi bahwa pasangan capres 02 akan memenangkan pilpres kali ini sebab Google Trends mencatat jumlah pencarian untuk capres 02 lebih tinggi dari capres 01 dengan persentase sekitar 60% berbanding 30%. Nah, Informasi seperti ini juga bisa menyesatkan jika kita tidak jeli. Google Trends tidak dapat dijadikan data acuan untuk menilai preferensi pemilih, sebab data tersebut hanya menyajikan informasi tentang berapa kali sebuah ‘kata kunci’ muncul dalam pencarian. Jadi meskipun jumlah pencarian atau klik Prabowo lebih banyak ketimbang Jokowi, belum tentu semua pencarian tersebut adalah informasi yang mendukung capres 02 tersebut, bisa jadi ada setengah atau lebih yang memberitakan mengenai hal yang tidak mendukung keterpilihan beliau. (Untuk memahami lebih baik mengenai Google Trends, ada buku yang menarik untuk dibaca berjudul Everybody Lies - Big Data dan apa yang diungkapkan internet tentang siapa kita sesungguhnya, yang ditulis oleh Seth Stephens-Davidowits).

Lantas bagaimana caranya kita bisa memilih dengan benar dalam situasi ‘cyber war’ seperti saat ini? Sebentar lagi saya akan uraikan. Namun sebelum itu, perlu saya sampaikan bahwa cara-cara atau tips berikut hanya untuk yang masih gamang dalam memilih, atau masih masuk dalam kategori undecided atau swing voters. Bagi Anda yang sudah yakin dengan pilihan Anda, rasanya artikel ini tidak akan membantu banyak bagi Anda!

Oke, Baiklah mari memulainya.

Tips yang pertama. Mulai sekarang hindari membaca uraian dari timses, partai pendukung, relawan dan sebagainya. Sebab apa yang disampaikan oleh partai pendukung, timses ataupun relawan kedua pasang calon terkadang tidak mewakili calon itu sendiri. Fokuslah pada capresnya, bukan pula cawapresnya sebab bagaimanapun wapres tidak memiliki kewenangan yang luas dalam pemerintahan, bahkan dalam pemerintahan modern, wapres seringkali hanya terlibat untuk kegiatan-kegiatan seremonial. Fokus pada otentifitas atau originalitas dari capres tersebut. Lihat dan dengarkan secara langsung informasi yang keluar dari capres, dan timbang dengan hati nurani Anda. Integritas seorang calon dapat dinilai dari originalitasnya (lihat artikel saya sebelumnya soal Otentifitas dalam artikel berjudul “Jokowi Vs Prabowo, Otentik ataukah pencitraan”).

Tips berikut akan membantu Anda dalam menentukan mana kandidat yang paling otentik. Perhatikan gestur yang ditunjukkan kedua capres dalam berbagai kesempatan. Apakah itu lewat debat di televisi, lewat kampanye secara langsung, atau dari berbagai kesempatan lain. Mana yang menunjukkan gestur alamiah dan yang terkesan dibuat-buat. Umumnya orang akan sulit memanipulasi gestur, sebab gestur itu bersifat autopilot dan dikendalikan oleh bawah sadar. Sehingga orang-orang yang tidak otentik, yang gestur alamiahnya berusaha dimanipulasi, akan menunjukkan banyak gerak-gerik yang mengganggu.

Tips yang ketiga. Karena kita orang timur yang masih menjunjung tinggi budaya ketimuran, maka kesopan-santunan menjadi hal yang cukup penting. Perhatikan kedua capres, mana dari keduanya yang menunjukkan kesopan-santunan yang lebih nyata. Begitu banyak video di youtube yang bisa Anda saksikan untuk ini. Baik ketika capres bertemu atau menyapa masyarakat, ketika mereka bersalaman dengan orang lain, ketika mereka berorasi apakah mereka merendahkan pihak lain atau tidak, dan sebagainya. Usahakan jangan hanya menonton video yang terbaru, tapi lihat juga video dari dua atau tiga tahun lalu untuk memberikan anda referensi yang lebih luas.

Tips yang keempat. Percaya pada pikiran Anda, Pikiran Anda memiliki informasi yang terpendam untuk menilai! Pada prinsipnya setiap orang memiliki bangunan informasi di pikirannya tentang mana yang baik dan buruk, karakteristik orang yang dapat dipercaya atau tidak, dan lain sebagainya. Mengapa demikian? Sebab pikiran Anda telah memperoleh banyak informasi dari interaksi yang Anda lakukan dengan orang lain, dan pikiran Anda secara otomatis dapat mengenali ciri atau karakteristik orang yang baik. Dengan demikian database tentang ciri orang yang baik dan tidak, sudah Anda miliki. Tinggal Anda membandingkan database yang Anda miliki dengan tips-tips yang saya berikan sebelumnya.

Semoga tulisan singkat ini dapat membantu Anda yang masih gamang dalam memilih. Sebisa mungkin hindari golput meskipun itu adalah hak demokrasi Anda, sebab bangsa ini membutuhkan kontribusi berupa suara pilihan Anda.

Selamat menggunakan Hak Pilih Anda di esok hari dan semoga pilpres kali ini menjadi ajang demokrasi akbar yang damai dan memberikan hasil terbaik bangsa ini. Aamiin ya Rabbal'alamin. (***)