merdekanews.co
Senin, 16 September 2024 - 12:55 WIB

Prabowo Sudah Diingatkan Faisal Basri, Lanjutkan Kebijakan Jokowi Insya Allah Krisis

Viozzy - merdekanews.co
Diskusi “Melanjutkan Kritisisme Faisal Basri:  Memperkuat Masyarakat Sipil, Mengawasi Kekuasaan". Minggu (15/9/2024).

Jakarta, MERDEKANEWS - Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J Rachbin mengatakan, utang negara merupakan masalah yang paling dikritisi, karena menjadi pengeluaran yang paling besar di dalam APBN. Di samping penggunaan utang luar negeri juga tidak efisien, jumlah utang sudah sangat besar. 

Didik mengungkapkan pada 2021 dan 2022 utang Indonesia mencapai 1.500 triliun dalam bentuk SBN, angka yang luar biasa karena tidak ada kontrol dari parlemen. 

“Hal ini disebabkan tidak adanya check and balances dan tidaknya ada demokrasi, itulah yang menyebabkannya menjadi ugal-ugalan dan menyebabkan Jokowi mewariskan utang ini yang menjadi beban negara kedepan” kata Didik dalam diskusi “Melanjutkan Kritisisme Faisal Basri:  Memperkuat Masyarakat Sipil, Mengawasi Kekuasaan". Minggu (15/9/2024).

“Prabowo sudah diingatkan oleh Faisal Basri dan mengatakan kalau Prabowo meneruskan kebijakan Jokowi, Insya Allah akan krisis” sambungnya.

Kemudian hal lain yang disampaikan oleh Didik adalah kebijakan fiskal yang defisit, karena memang tidak prudent. Dimana defisit dalam batas tertentu tidak dapat diterima, terutama dalam saat krisis, masa krisis justru dijadikan kesempatan untuk mengeruk utang sebanyak-banyaknya oleh Jokowi. 

Faisal Basri juga mengeritik Hilirisasi, dimana sumber masalahnya terletak pada deindustrialisasi. Hilirisasi menurut Faisal Basri sebaiknya diformatkan menjadi industrialisasi, karena dari sisi akademik dia menjadi lebih ‘berbunyi’. “Industri ini yang paling jeblok saat BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) turun di bawah 50% dan tidak ada kebijakan industri sehingga mustahil untuk tumbuh 6-7%, apalagi 8%” tutur Didik.

“Target pertumbuhan ekonomi yang 8% menurut Faisal Basri adalah target yang Ngawur. Kiranya hal itu adalah isu paling penting, tetapi selama industri jeblok maka jangan harap ekonomi akan tumbuh dengan baik” katanya. 

Kemudian yang menjadi urgensi adalah defisit neraca transaksi berjalan terjadi karena ekspor Indonesia sudah kalah dengan Vietnam, mungkin lebih parahnya akan disalip oleh Bangladesh. Tak hanya itu, masalah pembangunan infrastruktur contohnya seperti kereta api cepat, disampaikan melalui Didik bawa Faisal Basri pernah mengungkapkan bahwa terburuknya sampai kiamat pun tidak akan bisa lunas. 

Sementara itu, Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro, Wijayanto yang mewakili Rektor Universitas Diponegoro, Prof. Suharnomo mengatakan, sebaiknya masyarakat Indonesia hadir dengan substansi dan memberikan catatan di penghujung kekuasaan Jokowi sebagai bagian dari pekerjaan rumah untuk kekuasaan yang akan tiba. 

Maka dari itu melalui Forum Juara yang bekerjasama dengan Universitas Diponegoro, Universitas Paramadina, LP3ES, INDEF dan KITLV Leiden akan menyambutnya dengan diskusi. Forum Juara juga akan mengadakan diskusi rutin tiap minggunya.

Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti menyampaikan wasiat Faisal Basri kepada kaum muda adalah harus terus lantang dalam berbicara karena kaum muda dianggap sebagai penerus yang punya kepentingan ke depan. 

“Faisal Basri mengkritik utang-utang yang ada sekarang, karena yang menanggung utang adalah generasi ke depan” tutur Esther. 

Mengambil contoh yang sama disampaikan oleh Didik mengenai kereta api cepat, Esther mengungkapkan “saya pernah menghitung payback period untuk kereta api cepat Jakarta-Bandung adalah sekitar 150 tahun. Itu artinya kurang lebih sekitar 150 tahun baru balik modal, itulah yang dimaksud oleh Faisal Basri bahwa dampaknya bisa jatuh ke beberapa generasi ke depan”.

Mengenai deflasi ekonomi yang terus di ingatkan oleh Alm. Faisal Basri merupapkan sinyal akan terjadi krisis ekonomi, hal ini juga sudah disampaikan oleh oleh Didik J. Rahbini dan Alm Faisal Basri. “Deflasi di Indonesia telah terjadi selama 4 bulan berturut-turut sejak Mei sampai Agustus. Pada Mei 2024 deflasi sekitar 0,03%, kemudian Juni 0,08%, Juli itu 0,18%, dan Agustus 0,03%. Hal Ini merupakan tanda-tanda bahwa kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja” kata Esther. 

Esther mengungkapkan bahwa sinyal krisis ekonomi dari deflasi sebenarnya pernah terjadi pada tahun 1999, tahun 2008-2020 dan sekarang pada 2024. Tahun 1999 sebenarnya masih dalam recovery setelah terjadinya krisis 1997. Deflasi terjadi juga tahun 2008, kemudian 2020, dari Juli sampai September dan deflasi 2024 terjadi dari Mei sampai Agustus 2024. Jika terjadi deflasi berbulan-bulan secara berurutan itu menandakan akan ada krisis.

“Dalam hitungan hari, kekuasaan Jokowi akan berakhir. Pertanyaannya, apa yang bisa dilakukan atau apa yang bisa kita torehkan untuk mengiringi berakhirnya satu rezim politik yang akan diganti dengan satu rezim baru” hal ini disampaikan oleh Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro, Wijayanto. 

“Di penghujung kekuasaan Jokowi yang kita saksikan bersama-sama adalah apa yang disebut sebagai fenomena Raja Jawa, tentang politik dinasti” kata Wijayanto. 

Jika kita tarik mundur, kalau dulu pada masa di penghujung kekuasaan Susilo Bambang Yudhoyono, topik yang mau disampaikan adalah tentang suasana yang mau dibangun olehnya. Dimana soft landing dapat berakhir dengan baik, intinya adalah mulai berpikir tentang bagaimana generasi yang akan datang akan mengenang rezim itu. 

Ketika itu pada 2014, sempat ada wacana yang sangat kuat bahwa pemindahan kepala daerah itu akan dilakukan oleh DPRD, baik DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten Kota/daerah. Pada waktu itu Demokrat posisinya sempat menjadi salah satu yang mendukung, tapi SBY kemudian mengeluarkan Perppu untuk menganulir kesepakatan di parlemen.

“Jadi jangan sampai memberikan warisan yang buruk kepada rezim berikutnya dan meninggalkan kenangan yang kurang baik” tutur Wijayanto. 

Selama 10 tahun terakhir, hal yang dapat kita lihat dengan jelas adalah politik dinasti yang bisa terjadi karena terdapat pengingkaran konstitusi. “Hal itu tidak berhenti terjadinya pengingkaran aturan main yang demokratis dengan upaya percobaan mengesahkan Kaesang sebagai calon gubernur melalui upaya-upaya pengingkaran aturan main demokratis. Tapi batal terjadi karena adanya serangan dari masyarakat sipil melalui aksi protes di mana-mana oleh mahasiswa dan masyarakat sipil” ungkapnya. 

“Kemudian adanya pelemahan lawan politik dimana Golkar secara tiba-tiba melakukan peralihan kekuasaan yang kemudian dipimpin oleh seseorang yang kita tahu sangat dekat dengan istana. Adanya operasi intelijen, adalah jawaban mengapa hal secepat itu bisa terjadi di partai Golkar” tegasnya.

Aisyah Putri Budiarti atau Puput selaku Peneliti Politik BRIN mengingat bahwa ia mengulik twitter Faisal Basri mengenai apa yang diungkapkan sangat nyata dan perlu di seriusi.  “Kekuasaan itu seperti sakau, dan kedalamannya tidak memiliki dasar” kata Puput.

Sejak tahun 2016, Faisal Basri juga sempat mengungkapkan bahwa orde baru ganti kulit semakin nyata. Regresi demokrasi dan banyak terma yang lain dipakai untuk menunjukkan penurunan demokrasi. Apalagi jika menggunakan penilaian freedom house: di mana kebebasan berbicara semakin terbatas

Oligarki semakin kuat, masyarakat sipil dan check and balances semakin melemah. “Dimana check and balances hampir ga akan berjalan jika hampir semua parpol bergabung dengan koalisi pemerintah. Kemudian hanya sisa 1 partai (20%) yang sekarang pun sedang dalam komunikasi politik. Padahal minimal terjadinya CNB minimal 30%, itu lah asal usul adanya afirmatif 30% untuk keterwakilan perempuan” tutur Puput. 

Faisal Basri merupakan tokoh yang paling kritis terhadap orang-orang dari masyarakat sipil yang akhirnya terseret arus kekuasaan dan terikat dengan posisi-posisi komisaris. “Saya sendiri sulit merawat konsistensi menyampaikan kritik yang dalam berbasis data, menurut saya ini tugas kita yang sangat berat apalagi untuk situasi politik saat ini” ungkapnya. 

Sehingga sangat dibutuhkannya karakter masyarakat sipil yang tidak terseret godaan kekuasaan dan uang serta mencari jalan untuk tetap teguh bersuara. “Sebab Faisal Basri sendiri diketahui berkali-kali ditawari posisi komisaris BUMN, sejak masa orde baru, tapi beliau konsisten menolaknya dengan alasan ingin menjadi orang yang bebas dan bisa menjadi kritis hingga akhir hayat. 

Hadi Rahmat Purnama, Direktur Hukum, HAM dan Gender LP3ES/ Dosen FH Universitas Indonesia melihat Faisal Basri sebagai salah satu orang yang memiliki legasi di bidang hukum. Faisal Basri merupakan salah satu pendiri Indonesian Corruption Watch (ICW) ia juga sering berbicara mengenai pentingnya pemberantasan korupsi di Indonesia terutama pada sector ekonomi dalam Pemerintahan. 

“Faisal Basri merupakan sosok yang independen dan tidak mudah dipengaruhi, komitmen beliau dalam pemberantasan korupsi, menekankan bahwa tanpa adanya penegakan hukum yang kuat dan transparan” tutur Hadi.

“Ia memiliki peran penting dalam Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan  beliau pernah ditunjuk oleh Mahfud Md yang pada saat itu menjadi pejabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamana sebagai satgas TPPU.”

Faisal Basri dan tim nya berhasil mengungkap beberapa kasus besar, termasuk kasus impor emas senilai Rp189 triliun. Hal yang dilakukannya merupakan kontribusi besar dalam tim dan menunjukkan komitmennya terhadap tranparansi dan akuntabilitas dalam sistem keuangan di Indonesia. Peran Faisal Basri mencerminkan dedikasinya terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Faisal Basri memiliki keinginan menggabungkan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi dalam sebuah sistem pemerintahan, mirip dengan pemikiran Bung Hatta. Dalam konteks ini, Faisal Basri berusaha mewujudkan suatu bentuk demokrasi Indonesia yang harmonis, di mana kedua aspek tersebut saling melengkapi dan mendukung satu sama lain” kata Malik Ruslan, Peneliti Senior LP3ES.

Faisal Basri menggabungkan isu demokrasi, ekonomi, antikorupsi dalam satu arena perjuangan, yang ini dengan sendirinya mencakup pula isu perlindungan dan pemajuan HAM. “Kritik tajam Faisal Basri terhadap berbagai persoalan yang mendera bangsa tidak hanya ditujukan pada ‘sistem’ yang dinilainya menyimpang dari konstitusi, tetapi juga kepada ‘pelaksana/penyelenggara negara’ seperti yang dapat dicermati” tutur Malik.

“Khusus masalah ketidakadilan yang perwujudannya dihalangi oleh korupsi yang merajalela, Faisal Basri begitu fasih bicara soal korupsi mulai dari wilayah hulu soal moralitas penyelenggara negara, pendidikan yang kehilangan fungsi pembangunan karakter, hingga hilir yaitu  penegakan hukum dengan pendekatan teknokratis” tegasnya. (Viozzy)