Jakarta, MERDEKANEWS - Kuasa hukum jaksa senior Chuck Suryosumpeno, Haris Azhar menyayangkan putusan hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak gugatan pra peradilan penetapan tersangka dan penahanan kliennya. Dirinya pun melihat ada hal yang aneh dalam pemeriksaan saksi dan bukti-bukti dalam persidangan selama ini.
Berkaca dari putusan tersebut, pihaknya pun bakal melaporkan hakim Deddy Hermawan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung. "Dengan kekalahan sidang Praperadilan Chuck ini merupakan pertanda keruntuhan sistem hukum di Indonesia. Kami tetap hormati putusan ini, tapi hakim tunggal Deddy Hermawan bakal kami laporkan ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung," kata Haris di Jakarta, Selasa 18 Desember 2018.
Direktur Eksekutif Lokataru ini juga berpendapat, putusan ini menjadi bukti bahwa penegakan hukum di era Joko Widodo sangat bobrok dan mengesampingkan keadilan bagi rakyat. "Saya rasa ini bukti kegagalan Jokowi dalam memberikan keadilan bagi rakyat Indonesia," ujarnya.
Dalam putusannya, hakim menganggap semua bukti Jaksa sudah tepat, dan hanya berbasis pada KUHAP dan tidak ‘menoleh’ ke Peraturan Jaksa Agung. "Semua bukti dari Jaksa disebut dalam pertimbangan tapi tidak ada argumentasi menguji bukti-bukti tersebut. Hukum di Indonesia dibuat oleh mereka seperti hutan rimba. Jadi untuk rakyat Indonesia jangan berharap banyak dapat keadilan selama Presiden Joko Widodo menjabat," kata dia.
Pernyataan Haris bukan tanpa alasan, karena dari bukti-bukti di persidangan para penegak hukum menghalalkan cara untuk melanggar hukum dengan berkedok melakukan proses penegakan hukum. "Tidak ada lagi kepastian hukum di bumi Indonesia. Penetapan Tersangka Chuck telah melanggar putusan MK nomor 130/PUU-XIII/2015, tentang SPDP. Chuck telah ditetapkan sebagai tersangka tanpa adanya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan. Sekali lagi, kejadian ini telah menunjukkan berlakunya hukum rimba, siapa kuat dia akan menjadi pemenangnya."
Selain melaporkan hakim ke KY dan Badan Pengawas MA, Haris akan melaporkan sejumlah dugaan korupsi yang dilakukan sejumlah pejabat tinggi di Kejaksaan Agung terkait penyelewengan aset. Sebab kata Haris, oknum-oknum di Kejaksaan Agung diduga telah melakukan mega korupsi dengan menggelapkan aset koruptor, bahkan beberapa pemerasan.
"Bukti yang saya punya A1, dan bisa dipertanggungjawabkan, kita tunggu tanggal mainnya saja. Jika di Sumatera Utara dan Malang seluruh anggota dewannya terjerat korupsi. Kali ini giliran kita buka borok-borok di Kejagung ke Komisi Pemberantasan Korupsi," tegasnya.
Terkait kekalahan pra peradilan, Haris menegaskan tim Kuasa Hukum tidak akan berhenti memperjuangkan Chuck.
"Walaupun kejadian ini sudah dapat ditebak sejak awal, namun tadinya tim Kuasa Hukum tetap berharap Hakim tetap dapat mendengarkan hati nuraninya. Sayang, tekanan terhadap Hakim terlalu besar sehingga terpaksa harus mengalahkan kebenaran."
"Para penegak hukum seharusnya paham akan prinsip 'Lebih baik melepaskan 1000 orang bersalah daripada memenjarakan 1 orang tidak bersalah," tambahnya. (Sam Hamdan)
-
Erick Thohir: Kejagung, BPKP dan BUMN Pastikan Keberlanjutan Bersih-Bersih BUMN Erick berharap kerja sama ini kian memperkuat dan mempercepat upaya transformasi dan bersih-bersih BUMN. Dengan dukungan BPKP dan Kejaksaan Agung, Erick optimistis tata kelola BUMN akan semakin baik ke depan
-
Tim Intel Kejagung Tangkap DPO Tersangka Dugaan Kasus Korupsi tersangka Agus Sulaeman ditangkap tim intelijen Kejaksaan Agung di Desa Sukapadang, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut
-
Hasil Survei: Kejagung Menjadi Lembaga Hukum yang Paling Dipercaya Publik Kejaksaan Agung menjadi lembaga hukum yang dipercaya publik dalam simulasi survei
-
14 Orang Jadi Tersangka Kasus Korupsi BTS Kominfo, Kejagung Terus Cermati Persidangan jaksa penyidik terus mencermati informasi dan keterangan-keterangan yang berkembang di persidangan
-
Beda Sikap Jaksa Soal Status Kasus Dugaan Korupsi di Kejari Ngada, Kejagung Diminta Turun Tangan Bagaimana mungkin dalam satu institusi yang sama bernama Kejaksaan Negeri Ngada, namun para Jaksanya berbeda sikap soal status kasus dugaan korupsi