
Jakarta, MERDEKANEWS -Sebanyak 38 orang Anggota dan mantan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus suap yang dilakukan oleh Gatot Pujo Nugroho saat menjabat Gubernur Sumatera Utara.
Penepatan puluhan anggota DPRD ini beredar dalam foto surat bernomor B/22/DIK.00/23/03/2018 yang dikeluarkan oleh penyidik KPK Jumat (30/3). Surat tersebut, ditujukan kepada Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman dan tertanggal 29 Maret 2018.
Saat dikonfirmasi Ketua KPK Agus Rahardjo, membenarkan kebenaran surat tersebut.
"Benar, itu surat pengantarnya. Sprindik yang tanda tangan pimpinan," kata Agus saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (31/3)
Adapun 38 orang anggota dan mantan anggota yang menjadi tersangka adalah Muhammad Faisal, Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser.
Selanjutnya, Dermawan Sihombing, Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bakar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniwan, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiasiah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, dan Tahan Manahan Panggabean.
Gatot Pujo Nugroho divonis menjalani hukuman pidana selama empat tahun pada Maret 2017 di Pengadilan Negeri Medan. Politisi PKS itu telah terbukti menyuap pimpinan dan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 senilai Rp 61,8 miliar. (Hadrian )
-
Ketua KPK Firli Bahuri Ditetapkan sebagai Tersangka, Siaga 98: Firli Bahuri Perlu Mendapatkan Pendampingan Hukum dari KPK Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah ditetapkan oleh pihak Polisi Daerah Metro Jaya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
-
Kekerasan Seksual kepada Anak: "Penegak Hukum Perlu Menginternalisasi Nilai HAM" Menanggapi kasus perkosaan anak di Luwu Timur yang penyelidikannya dihentikan kepolisian, pengacara LBH Bali dan pembela Hak Asasi Manusia (HAM), Ni Putu Candra Dewi, mengatakan itu disebabkan karena rendahnya internalisasi Nilai Hak Asasi Manusia (HAM) di tubuh penegak hukum.