Jakarta, MERDEKANEWS - Nilai saja tidak cukup, masyarakat kekinian harus diatur dengan norma.Nilai sebagai imperatif kategoris yang melekat pada diri manusia sebagai insan berhati nurani, dalam perkembangan sosialnya perlu fasilitas lainnya yaitu norma, manusia universal perlu mengatur tiap-tiap manusia indivual agar relasi antar manusia dan lainnya menjadi tertib.
Tertib sosial ini diperlukan bagi manusia berakal.
Nilai saja ternyata tidak cukup, namun diperlukan norma.
Relasi manusia tak cukup diserahkan pada dirinya dalam fasilitas hati nurani, namun perlu diatur ketat.
Agar manusia yang pada dasarnya baik, tak berubah menjadi "homo homini lupus" atau manusia pada dasanya baik menjadi manusia pada dasarnya jahat, sebab ada unsur "animal" didalam dirinya.
Dari nilai, masyarakat kekinian diarahkan pada kesepakatan bersama "mematuhi" norma sebagai pedoman berprilaku.
Dasar ini perlu dijelaskan, oleh sebab ada keadaan baru yang dipahami secara berbeda, bahwa;
Tindakan manusia individual yang oleh manusia universal perlu diletakkan dalam kerangka norma sebagai acuan sosial yang perlu dipedomani, kini ditarik kembali pada perdebatan nilai.
Keadaan ini sesungguhnya karena ada ketidakpastian dalam pelaksanaan norma, bukan pada normanya sendiri.
Ketidakpastian pelaksanaan norma membuat manusia individual mengadu pada ibu kandungnya norma yaitu nilai.
Nilai sebagai hal etik, filsafatnya norma.
Dari norma usia dalam aturan dipertanyakan konstitusionalitasnya sebagai sesuatu yang maksima dalam kasta norma.
Yang oleh masyarakat kekinian dibentuk lah Mahkamah Konstitusi, yang juga dalam putusannya sudah dinyatakan Final dan Binding, namun tidak semua manusia individu dapat menerimanya dengan alasan-alasan manusia, sehingga perlu kembali diuji putusan final dan bindingnya pada ibu kandungnya norma; etik !
Sidang Konstitusi lalu berubah menjadi Sidang Etik.
*Hakim Etik dibentuk untuk mengadili Hakim Konstitusi.*
Lalu drama baru dimulai !
Sayangnya drama itu tanpa sutradara, hingga jalan ceritanya tak utuh, dan sepotong-sepotong.
Ini sepertinya tawuran eksidental mengatasnamakan konstitusi dan etik !
Akhirnya,.
*dari drama menjadi dramatik*, tawurannya manusia berakal.
10 November 2023
Hasanuddin
SIAGA 98 (Doddi)
-
Siaga 98: Pegawai Kontrak Satpol PP Garut Tidaklah Dapat Dikualifikasi sebagai Bentuk Pelanggaran Koordinator SIAGA 98, Hasanuddin menyampaikan pandangan terkait sanksi yang dikenakan terhadap beberapa pegawai Kontrak Satpol PP Garut dalam unggahan video yag viral mendukung Gibran Rakabuming Raka.
-
Hasanuddin Caleg DPR RI : Pemerintahan Prabowo - Gibran Akan Lanjutkan Pembangunan Tol Cigatas Calon legislatif (caleg) DPR RI dari Parta Gerindra, Hasanuddin meyakini pemerintahan Prabowo-Gibran kedepan akan meneruskan pembangunan Tol Cigatas.
-
Aksi Walkout Warnai Sidang Putusan Gugatan Rekam Jejak Capres Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang putusan perkara 134/PUU-XXI/2023 uji materiil Undang-undang Nomor 7 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam Amar Putusannya, Hakim MK menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.
-
Ini Kata Koordinator Siaga 98, Pernyataan Agus Rahardjo Berkualifikasi Tidak Benar Koordinator Siaga 98 (Simpul Aktivis Angkatan 98) Hasanuddin menyampaikan pandangan terkait pernyataa Mantan Pimpinan KPK Agus Rahardjo yang menyebutkan Presiden Jokowi pernah meminta menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menyeret Setya Novanto.
-
Ketua KPK Firli Bahuri Ditetapkan sebagai Tersangka, Siaga 98: Firli Bahuri Perlu Mendapatkan Pendampingan Hukum dari KPK Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah ditetapkan oleh pihak Polisi Daerah Metro Jaya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).