merdekanews.co
Senin, 04 September 2023 - 17:25 WIB

Peta Baru China Tabrak Batas Sejumlah Negara, Kedaulatan Indonesia Terancam?

Jyg - merdekanews.co
China merilis Peta Standar China Edisi 2023 pada Senin, 28 Agustus 2023 lalu. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Kementerian Sumber Daya Alam, China merilis Peta Standar China Edisi 2023 pada Senin, 28 Agustus 2023 lalu. Peta Standar China Edisi 2023 dirilis bertepatan dengan Pekan Kesadaran Pemetaan Nasional dan Hari Publikasi Survei dan Pemetaan China. 

Aksi China tersebut membuat sejumlah negara tetangga naik pitam. Peta itu menggambarkan wilayah teritorial Negeri Tirai Bambu dengan perbatasan yang bersinggungan bahkan mencakup wilayah yang disengketakan dengan negara lain hingga membuat geram India, Malaysia, Filipina, hingga Taiwan.

Dalam peta itu, China menggambar perbatasannya hingga mencakup wilayah Arunachal Pradesh di Himalaya timur, yang Beijing klaim sebagai bagian dari Tibet selatan.

Sementara itu, Aksai Chin merupakan dataran tinggi di Himalaya Barat yang disengketakan China dan India. Wilayah ini diklaim India tetapi dikuasai oleh China

Selain itu, peta terbaru China juga mencakup klaim sepihaknya di Laut China Selatan. Peta baru itu memperlihatkan perbatasan maritim China hingga ke bagian wilayah zona eksklusif ekonomi (ZEE) Malaysia dekat Sabah dan Sarawak, Brunei, Filipina, dan Vietnam. Peta baru ini langsung memicu protes keras.

Indonesia telah meminta penjelasan Beijing soal peta ini meski selama ini mengaku tidak memiliki sengketa maritim dengan China di Laut China Selatan. Sebab, peta baru ini juga menggambarkan perbatasan China yang makin bersinggungan dengan ZEE Indonesia di Natuna.

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi kepada wartawan usai menghadiri rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Senayan pada Kamis, 31 Agustus 2023. "Penarikan garis apa pun, klaim apa pun yang dilakukan harus sesuai dengan UNCLOS 1982," jelas Retno. 

Menlu Retno juga menjelaskan, mematuhi hukum internasional adalah pedoman Indonesia yang dijalani secara konsisten dalam mengambil sikap. "Posisi Indonesia ini bukan posisi yang baru, tetapi posisi yang selalu disampaikan secara konsisten," tutur Retno. 

Peta baru yang dirilis China berbeda dengan versi yang diserahkan oleh China kepada PBB pada 2009 tentang Laut China Selatan. Semula area itu dibatasi oleh 9 garis putus-putus (nine-dash line), tetapi kini meluas menjadi 10 (ten-dash line).

Ten-dash line yang berbentuk huruf U tersebut menunjukkan China seolah telah memperluas klaimnya atas wilayah geografis di Laut China Selatan yang diperkirakan hingga 90 persen. 

Ten-dash line ini melingkar sejauh 1.500 km di selatan Pulau Hainan dan memotong Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Malaysia, dekat Sabah dan Sarawak, lalu Brunei, Filipina, Vietnam, hingga ke wilayah perairan Indonesia. 

Garis titik-titik itu juga mencakup wilayah lain yang disengketakan, termasuk klaim atas Taiwan serta dua wilayah di dekat perbatasan India di sepanjang Himalaya, yakni Arunachal Pradesh dan Aksai Chin.

China membela diri, denga mengklaim bahwa penarikan garis ten-dash line itu didasarkan pada peta historisnya yang mirip dengan peta China di tahun 1948.

Namun, klaim sepihak China menuai reaksi keras dari negara-negara di kawasan tersebut. Sebab, ten-dash line yang dibuat China tak sesuai dengan hukum internasional, yaitu Konvensi PBB tentang UNCLOS 1982. 

Ketika ditanya mengapa China merilis peta terbaru dengan 10 garis putus-putus dibandingkan dengan peta sebelumnya yang memiliki sembilan garis putus-putus, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, menjawab bahwa Beijing tidak ragu-ragu mengenai wilayahnya.

"Posisi China dalam masalah Laut China Selatan selalu jelas. Otoritas yang berwenang di China secara teratur memperbarui dan merilis berbagai jenis peta standar setiap tahun. Kami berharap pihak-pihak terkait dapat melihat hal ini secara obyektif dan rasional," kata dia dalam sebuah briefing rutin.

(Jyg)