merdekanews.co
Senin, 07 Juni 2021 - 18:06 WIB

Merasa Diperlakukan Tidak Adil Atas Kasus Hukum Anaknya, Barata Sembiring Minta Perlindungan Kapolri

Red - merdekanews.co
Mabes Polri

Jakarta, MERDEKANEWS -- Barata Sembiring Brahmana (82), warga Balikpapan Permai, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur mengadukan dugaan kriminalisasi yang menimpa anaknya di Polda Bali Bali.

Barata meminta perlindungan hukum kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lantaran ada perlakuan tidak adil dan sewenang-wenang terhadap kasus hukum yang dialami Joseph Sembiring Brahmana, anaknya.


Ada sejumlah nama perwira menengah yang diadukan Barata atas dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri di Polda Bali ke Kapolri dan Irwasum Polri. Yakni Kombes Pol Andi Fairan dan Kombes Pol Dodi Rahmawan, keduanya mantan Direskrimum Polda Bali.  AKBP Sang Ayu Putu Alit Saparini, Iptu Dewa Adi Wijaya penyidik yang menangani perkara LP/24/I/2020/Bali/SPKT.


Barata berharap laporan pengaduannya segera ditindaklanjuti Kapolri Listyo Sigit Prabowo. "Anak saya tidak bersalah," ucap Barata Sembiring Brahama dalam keterangannya kepada awak media, Senin (7/6/2021) di Jakarta. 


Pria berdarah Batak Karo ini menceritakan ihwal persoalan yang menimpa Joseph, anaknya, bermula dari tidak adanya lagi kecocokan  dengan Viling Halim, wanita berparas cantik yang dipacarinya dalam satu rumah di Benoa Bay Villas, Nusa Dua, Badung, Bali.


"Joseph anak saya memutuskan hubungannya karena pacarnya itu selingkuh dengan lelaki lain," ujar Barata.


Karena dianggap telah berkhianat, sekitar Oktober 2019 Viling Halim dikeluarkan dari rumah Joseph. Rumah itu diakui Barata dibeli seharga  Rp 5 miliar pada tahun 2017 untuk Joseph, putranya.


Sejurus hengkangnya Viling Halim, masih di Oktober 2019 Joseph lalu memakai jasa perusahaan Mover untuk mengganti kunci pintu dan kunci kamar. Tujuan agar Viling Halim tidak bisa kembali masuk ke dalam rumah.


Penggantian kunci dilakukan sekaligus dengan memindahkan barang-barang yang ada di dalam villa tersebut ke kawasan lain di Jalan Imam Bonjol, Denpasar Bali. Proses pemindahannya disaksikan dan diawasi langsung oleh Gandhi Sidik, sahabat Joseph.


"Artinya dia (Viling Halim) sudah punya tempat tinggal setelah dikeluarkan dari villa Joseph," tutur Barata.


Namun, dalam proses pemindahan barang-barang tersebut, kata Barata, rupanya Gandhi membawa 9 botol minuman keras dan sebuah laptop ke Jakarta yang dia pikir milik Joseph.  "Dia (Gandhi) pikir itu barang-barang itu milik Joseph. Gandhi juga membawa barang-barang itu tanpa sepengetahuan Joseph, yang saat itu sedang berada di luar negeri. Jadi Joseph tidak tahu," kata Barata.


Aksi Gandhi membawa 9 botol minuman keras bermerek tersebut rupanya diketahui oleh Viling Halim, sehingga dia meminta kepada Gandhi segera dikembalikan. Gandhi lalu menyerahkannya kepada Viling Halim. "Ini saya kembalikan, kalau ada apa-apa nanti urusan kamu sama Joseph, ya," ucap Gandhi kepada Viling Halim sambil menyerahkan bukt penyerahan barang sebagaimana disampaikan Barata saat menjelaskan kronologi peristiwa kepada awak media.


Peristiwa pengembalian barang berupa minuman keras bermerek dan laptop, dilakukan Gandhi sekitar 27 Desember 2019 di Jakarta.


Rupanya persoalan tidak selesai sampai disitu. Pada 14 Januari 2020, Viling Halim membuat laporan polisi di Polda Bali dengan Nomor LP/I/2020/BALI/SPKT tertanggal 14 Januari 2020. Joseph dan Gandhi dipolisikan terkait Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Joseph dan Gandhi pun jadi tersangka kasus pencurian. "Tuduhannya Gandhi mencuri barang, disuruh Joseph. Faktanya, Joseph waktu kejadian berada di luar negeri," kata Barata.


Rentang waktu kejadian setelah Gandhi dan Joseph dipolisikan, Viling Halim tanpa seizin pemilik villa kembali memasuki villa dengan cara paksa merusak kunci rumah. 


Saat itu, kata Barata, Joseph tengah berada di Kanada. "Joseph tidak bisa datang ke Indonesia karena terhalang kasus Covid-19 Kanada sangat ketat sehingga villa itu kosongm Nah, dalam kondisi itu Viling Halim masuk ke villa dengan merusak kunci pintu yang telah diganti sebelumnya," ucap Barata.


Karena ada hal seperti itu, oleh Barata, Viling Halim kemudian dilaporkan ke Polresta Denpasar dengan LP Nomor: STPL/61/I/2021/BALI/RESTA DPS tertanggal 22 Januari 2021.


Jauh sebelum itu, pada 18 Agustus 2020 Barata terbang ke Bali untuk menemui Direskrimum Polda Bali Kombes Andi Fairan, dengan maksud ingin menanyakan perihal status tersangka Joseph dan Gandhi. "Rupanya saat saya ke Polda Bali, posisi Kombes Andi Fairan sudah digantikan oleh Kombes Dodi Rahmawan," ucap Barata.


Tak dinyana, Barata yang hendak menemui Kombes Dodi rupanya bertemu Viling Halim diruangan Kombes Dodi. Lalu, Dodi menyampaikan kepada Viling Halim apa yang diinginkannya dari Barata.


Dihadapan Direskrimum, Viling Halim meminta agar villa tersebut dijual dan dia meminta bagian 50 persen dari harga penjualan. "Kalau villa itu laku dijual 50 persen bagian saya maka akan saya cabut perkaranya," ujar Viling Halim kepada Barata.


Namun, permintaan Viling Halim ditolak mentah-mentah oleh Barata karena dianggap mengada-ngada dan tidak masuk akal. "Ini motifnya pemerasan," tegas Barata dengan nada kesal.


Kerena motifmya dirasakan ada tujuan lain, tawaran Viling Halim ditolak. Kepada  Kombes Dodi, Barata menyampaikan bahwa dirinya tidak mau berdamai. Tapi, belum usai Barata bicara, Kombes Dodi langsung memotong pembicaraan.


Barata menilai Kombes Dodi berat sebelah. "Setelah Pak Dodi menjawab seperti itu lalu Viling Halim keluar ruangan, lalu Kombes Dodi menyampaikan bahwa anak saya (Joseph) dibilang menzolimi Viling Halim dan meminta saya untuk memenuhi permintaan Viling Halim," kata Barata.


Kombes Dodi juga dinilai menekan psikologis anak dan dirinya dengan ancaman akan menerbitkan red notice (buronan interpol) jika Joseph yang dijadikan tersangka tidak bisa dihadirkan ke penyidik. "Nazarudin (Bendum Partai Demokrat) aja bisa kami tangkap apalagi cuma anak bapak," lontar Kombes Dodi.


Karena unsur-unsur pidana yang dirasakan tidak ada, status tersangka Joseph lalu diuji secara hukum ke Praperadilan. Oleh Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Angeliky Handajani Day, SH, MH, permohonan Joseph dikabulkan dan penetapan statusnya sebagai tersangka dinyatakan tidak sah.


"Tapi anehnya, status tersangkanya sudah dibatalkan, oleh polisi Joseph dijadikan saksi atas laporan yang sama. Polisi tidak mau 'lepas' Joseph selama kepentingan Viling Halim belum terpenuhi. Buktinya Viling Halim masih menguasai rumah itu," jelas Barata dengan heran. 


Meski memiliki legalitas yang sah atas rumah yang dikuasai Vilimg Halim, Barata mengaku kesulitan mendapatkan hak-haknya, sebab patut diduga ada kekuatan besar yang ikut bermain dalam kasus ini. "Diduga ada oknum polisi dari Biro Paminal Divpropam yang ikut campur," ujar Barata.


"Saya punya legalitas selembar kertas (sertipikat), tapi dia (Viling Halim) saya duga punya kekuatan yang ikut membantu dari Biro Paminal Divpropam Polri," sambungnya.


Barata merasakan adanya kepincangan dalam proses kasus hukum yang dihadapi anaknya dengan Viling Halim, yang diduga lantaran adanya intervensi dari oknum petinggi di Biro Paminal Divpropam Mabes Polri.


Sebab laporan polisi yang diajukan Barata atas perusakan kunci rumahnya, oleh Viling Halim tidak berjalan dan diduga karena intervensi dua orang oknum perwira dari Biro Paminal Divpropam Polri, yakni Kompol AP dan Iptu BCS. Keduanya diduga datang ke Bali atas perintah Karo Paminal Divpropam Mabes Polri.


Atas dugaan kriminalisasi dan intervensi oknum aparat Polri dalam kasus ini, Barata meminta perlindungan dan sekaligus laporannya ke Kapolri dan Irwasum Polri ditanggapi. "Saya yang punya rumah, tapi saya tak bisa berbuat apa-apa karena dia ada beking," ujarnya.


Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono yang dikonfirmasi awak media terkait dugaan intervensi Karo Paminal Divpropam Polri pada kasus Joseph tidak memberikan jawaban. Pertanyaan yang dikirim wartawan via aplikasi WatssApp-nya belum direspons.

(Red)