merdekanews.co
Minggu, 02 Februari 2020 - 16:15 WIB

Tiga Bulan DPR Bekerja

INSIS: PKS Juara Publikasi Tapi Golkar yang Kuasai Isu

Setyaki Purnomo - merdekanews.co
Peneliti Senior INSIS, Dian Permata

Jakarta, MERDEKANEWS - Citra dan kinerja komunikasi politik sebuah partai politik diukur dari frekuensi dan intensitas  kemunculan para politikus dalam pemberitaan di media massa. Semakin sering muncul, memanfaatkan, dan menciptakan sebuah isu atau tema publikasi maka sebuah partai politik mampu dikatakan mengkapitalisasi ruang publikasi yang tersedia di media massa.

Hasil kajian riset data media monitoring Institut Riset Indonesia (INSIS) selama Oktober hingga Desember 2019 menunjukkan, PKS menjadi partai politik yang paling maksimal dalam menggerakkan politisinya untuk berkomentar di media massa.

Sedangan Partai Golkar menjelma menjadi partai politik yang mampu memanfaatkan serta memaksimalkan setiap isu yang muncul untuk dikomentari oleh para politikusnya. “Ada 50 kursi anggota parlemen dari PKS. Dari angka ini, 38 di antaranya aktif dikutip namanya sebagai narasumber berita di media massa. Artinya, 76 persen anggota parlemen dari PKS ini sudah dikenal oleh para jurnalis. Kemunculan 38 anggota parlemen dari PKS ini tergambar atau direpresentasikan pada 536 berita,” buka peneliti senior INSIS, Dian Permata di Jakarta, Minggu (02/02/2020).

Efektivitas atau kemangkusan politikus PKS dalam berkomentar di media massa ini dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah kursi yang dimiliki di DPR dengan jumlah legislator yang muncul dalam publikasi di media massa. Di belakang PKS, ada Golkar dan PKB. 85 anggota DPR yang dimiliki Partai Golkar sebanyak 52 orang diantaranya sudah muncul di media massa atau 61.17 persen.

Sedangkan PKB, dari 58 anggota DPR, 35 diantaranya sudah muncul di media massa atau 60.34 persen. Efektivitas komunikasi politikus Partai Golkar terlihat jauh lebih unggul jika dibandingkan dengan politikus dari PDI Perjuangan. Dengan 128 anggotanya, hanya 66 orang politikus PDI Perjuangan yang muncul dalam pemberitaan yang dijadikan unit analisis dalam riset ini.  

Dalam data INSIS, Partai Golkar terpotret sebagai partai yang mampu memanfaatkan serta memaksimalkan setiap isu yang muncul untuk dikomentari oleh para politikusnya. Partai Golkar menyumbang 21,34 persen dari total wajah publikasi yang diproduksi anggota DPR. Dari total 5.778 publikasi yang dipantau oleh INSIS, ada 1.231 berita yang menjadikan politisi Partai Golkar sebagai narasumbernya.

“Ada perbedaan antara PKS dengan Partai Golkar dari sisi kemangkusannya berkomunikasi politik. Dalam pengamatan INSIS, PKS mampu menggerakkan anggota yang miliki di DPR. Sedangkan Partai Golkar mampu memanfaatkan setiap isu yang muncul untuk dikomentari oleh para politikusnya,” tambah Dian.

Untuk kategori ini, PDI Perjuangan menyusul di belakang Partai Golkar. Kader PDI Perjuangan di DPR menyumbang 1.099 publikasi atau 19.02 persen. Partai Gerindra menyumbang 956 publikasi atau 16.54 persen.

Menurut Dian, PKS mampu mampu memanfaatkan dan mendistribusikan setiap isu atau tema yang tengah hangat menjadi bahan perdebatan di ruang parlemen kepada kadernya di DPR. Partai Golkar mampu memanfaatkan semua isu atau tema yang hangat menjadi bahan perdebatan di ruang parlemen di DPR.

“PKS mampu mengkapitalisasi anggota DPRnya dengan mendistribusikan setiap isu. Sedangkan Golkar mampu mengkapitaliasi setiap isu. Perbedaan pada unit analisa aktor (anggota DPR-red). Jika kita Analisa lebih mendalam maka Partai Golkar di DPR seperti terkonsentrasi disejumlah elit untuk urusan citra dan publikasi isu.”

Untuk itu, saran Dian yang juga menjadi Tim Pakar UU Pemilu No 7/2017, partai politik mulai memikirkan serta mendistribusikan kader mereka di DPR dengan isu kekhasan atau keunikan masing-masing. Baik itu di komisi ataupun di kelembagaan partai politik. Sebagai contoh, PDI Perjuangan dengan mendelegasikan kepada Arif Wibowo sebagai representasi jika bicara tentang isu kepemiluan. Atau seperti Nihayatul Wafiroh di PKB yang bicara tentang seputar BPJS.

“Ini penting. Karena publik akan melihat kedalaman isu seseorang anggota DPR itu melalui text atau konten yang dikuasai. Dengan begitu, jurnalis dengan sendirinya mendatangi seorang anggota DPR tersebut karena penguasaan isu tertentu. Jangan sampai hanya tahu isu tapi lemah isi. Jadi sekadar bunyi di media. Jika pakai term millennial, jangan mengeluarkan komentar receh.”  

Dia menegaskan, data-data kuantitatif yang disajikan INSIS bisa menjadi bahan evaluasi penting bagi seluruh fungsionaris partai politik yang kini memiliki kursi di Senayan. Menurut Wildan Hakim, memahami isu-isu yang berkembang menjadi modal penting bagi seluruh politikus untuk bisa unjuk diri melalui komentar mereka di media.

“Publik dan konstituen melihat keterkenalan politikus Senayan dari kemunculan mereka di media massa. Sederhananya, salah satu kinerja politikus Senayan itu dilihat dari opini atau komentar mereka yang dikutip media massa. Di sini, kemampuan mengomentari isu secara proporsional harus diperhatikan oleh semua politikus. Jangan sampai asal berkomentar tapi dianggap tidak relevan dengan isu yang sedang dikomentari,” pungkas Dian.

Riset ini menggunakan tehnik media monitoring. Ada enam (6) media massa yang dijadikan basis data riset. Empat (4) media cetak yakni Kompas, Koran Tempo, Koran Sindo, dan Rakyat Merdeka. Dua (2) media siber yakni tribunnews.com dan detik.com. Data yang dicuplik adalah pemberitaan yang memuat nama dan tema anggota DPR. Waktu pengerjaan 1 Oktober hingga 30 Desember 2019. Penelitian dan analisis selanjutnya difokuskan pada lima (5) aspek. Frekuensi artikel, tema artikel, narasumber, tanggal publikasi, dan media massa.

  (Setyaki Purnomo)