merdekanews.co
Jumat, 19 Juli 2019 - 10:24 WIB

Oleh: H. Arteria Dahlan ST SH MH Anggota Komisi III DPR RI

Pemukulan Hakim PN Pusat, Tragedi Kemanusiaan Sekaligus Kemunduran Peradaban

*** - merdekanews.co
H. Arteria Dahlan ST SH MH Anggota Komisi III DPR RI

Ini tragedi kemanusiaan sekaligus kemunduran peradaban. Bagaimana dominasi dan arogansi kekuasaan menyerang lembaga peradilan yang bebas dan terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Saya sedih, prihatin, kecewa dan mengutuk keras perbuatan brutal berupa pemukulan dan atau penganiayaan yang dilakukan oleh seorang pengacara yg sedang beracara terhadap hakim diruang persidangan. 

Ini harus di usut tuntas, setuntas-tuntasnya. Pengadilan khususnya ruang persidangan harus terbebas dari perilaku teror, intimidatif apalagi aksi kekerasan. 

Terhadap pelaku saya minta dihukum seberat2nya, tidak boleh ada justifikasi atau penghalalan perbuatan kriminal terhadap hakim yang sedang melaksanakan tugasnya di ruang persidangan.

Perbuatan pelaku tidak hanya contemp of court, tidak hanya perbuatan kriminal (pidana) tetapi juga serangan langsung terhadap kedaulatan negara, khususnya Indonesia sebagai negara hukum. 

Jadi issuenya adalah issue konstitusionalitas, tidak sesederhana yang dipikirkan banyak orang, apalagi dilakukan oleh seorang advokat yang ber-officium nobile (profesi yang terhormat, pekerjaan yang mulia) dan sangat mengerti dan paham hukum.

Saya berharap semua pihak punya kesamaan persepsi, semua penegak hukum yang sedang melaksanakan fungsi dan tugas penegakan hukum harus terlindungi. 

Apalagi seorang hakim yang sedang bertugas mengimplementasikan fungsi kekuasaan kehakiman yang bebas danbterlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Oleh karena itu, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun juga, siapapun yang melakukan penganiayaan terhadap penegak hukum, khususnya terhadap hakim yang sedang bertugas. 

Hakim yang sedang bertugas dibruang bersidangan itu tidak sekadar hakim, tapi merupakan simbolisasi hadirnya negara dalam kontek penegakan hukum ditengah masyarakat. Jadi ini serangan langsung terhadap eksistensi Indonesia sebagai negara hukum. 

Ditambah lagi, sebagai advokat, pelaku seharusnya mengerti dan paham, bahwa dalam konteks pencarian keadilan, hakim dikonstruksikan sebagai "wakil Tuhan di dunia", oleh karenanya setiap putusan pengadilan itu kan ada irah-irahnya berupa "Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Bahkan jika irah-irah tersebut tidak dicantumkan dalam putusan, maka putusannya batal demi hukum sebagaimana diatur dlm Pasal 197 (2) KUHAP.

Saya berharap para hakim diseluruh wilayah NKRI ini tidak terpengaruh dengan kejadian ini, jangan pernah ragu dan takut untuk menerjemahkan rasa keadilan dan pendidikan hukum di masyarakat melalui pertimbangan2 hakim dalam putusannya. Jaga integritas dan saya mewakafkan diri untuk mengawal proses penegakan hukum ini sampai tuntas. Indonesia negara hukum. Negara tidak boleh kalah apalagi dikalahkan oleh pengaruh kekuasaaan apapun, baik oleh penguasa apalagi pengusaha.

Diharamkan dominasi kekuasaan dengan segala bentuk dan pengertiannya hadir dan bahkan dipertontonkan di ruang persidangan. Karena jika itu terjadi eksistensi negara hukum akan musnah sekaligus dimulainya kehancuran peradaban kemanusiaan. 

Saya sekaligus mempersilahkan bagi Aparat penegak hukum untuk melakukan penyidikan dan fungsi  penegakan hukum terhadap pelaku, juga terhadap organisasi profesi advokat terkait dengan aksi "cow boy" tersebut dan juga kepada Komisi Yudisial untuk mencermati setiap fakta yang hadir dan turut mewarnai sehingga timbul aksi brutal oleh pelaku. 

Ini harus menjadi pembelajaran bagi semua pihak dan pasfinya harus menjadi kejadian terakhir yang tdk boleh terulang kembali.  (***)






  • KPPS, Patriot Terdepan Demokrasi KPPS, Patriot Terdepan Demokrasi Saya sangat prihatin, sedih dan turut berbela sungkawa serta berduka cita yang sangat mendalam atas berjatuhannya korban para patriot-patriot demokrasi kita.