merdekanews.co
Selasa, 04 Juni 2019 - 10:11 WIB

Oleh: H. Arteria Dahlan ST, SH, MH. Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan

Lebaran Idul Fitri, Memaknai dan Implementasikan arti “Halal bi Halal”

*** - merdekanews.co

Insya Allah hari ini Saya dan keluarga akan menjemput cahaya Syawal sembari mengucapkan:

“Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1440 H” Minal Aidin Wal Faidzin, mohon maaf lahir batin atas segala sikap, perilaku dan tutur kata yang kurang berkenan.

Saya meyakini bahwa Halal bi halal hampir menjadi kegiatan wajib masyarakat Indonesia, khususnya umat Muslim, yang dilakukan pada bulan Syawal, dimana masyarakat saling bermaaf-maafan, mengajukan maaf dan turut memberikan maaf dengan segala bentuk dan pengertiannya sesuai dengan kearifan lokal setempat.

Walau demikian, Saya yakin banyak diantara kita yang belum mengetahui makna dari Istilah halal bi halal. Saya rasa penting untuk disampaikan dan diketahui publik pada saat ini.

Pertama, momentumnya sangat pas. Istilah halal bi halal pertama kali digagas oleh KH Abdul Wahab Chasbullah, tokoh Nahdatul Ulama dalam dialektika kebangsaannya dengan Bung Karno, Presiden RI pada tahun 1948, saat itu disintegrasi bangsa menjadi ancaman terbesar Indonesia. Elite politik saling bertengkar, pemberontakan menjamur di banyak daerah, hingga ancaman ideologi komunis. Lebih buruknya, para pemangku kekuasaan yang memiliki beda pandangan enggan duduk bersama di satu forum diskusi. Bung Karno meminta pendapat soal cara yang efektif untuk mengatasi situasi bangsa yang tidak kondusif. Alhasil disarankan untuk menggelar silaturahmi. Mendengar saran tersebut, Bung Karno menjawab "Silaturahmi kan biasa, saya ingin istilah yang lain." Mendengar jawaban Soekarno, Kiai Wahab membalas, "Begini, para elite politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturahmi nanti kita pakai istilah “halal bi halal." Alhamdulillah benar saja, setelah berkumpulnya seluruh pemangku kebijakan, babak baru integrasi bangsa dimulai.

Suasana yang dirasa hampir sama saat ini ditengah hiruk pikuk kegaduhan politik pasca Pemilu.

Kedua, tidak hanya situasi politiknya yang hampir sama, ternyata pada tahun 1948 tersebut, bertepatan pula dengan bulan Ramadhan, yang sama persis waktunya seperti saat ini.

Ketiga, makna Lebaran yang bersamaan juga dengan selesainya “tahun politik”.  MA Salmun dalam artikelnya yang dimuat dalam majalah “Sunda” tahun 1954, istilah “Lebaran” ternyata berasal dari tradisi Hindu yang berarti “Selesai, Usai, atau Habis”. Menandakan habisnya masa puasa. Istilah ini mungkin diperkenalkan para Wali agar umat Hindu yang baru masuk Islam saat itu tidak merasa asing dengan agama  yang baru dianutnya. Sebagian orang Jawa mempunyai pendapat berbeda mengenai kata “lebaran” yang berasal dari kata “wis bar" yang berarti sudah selesai. Sudah selesai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan yang dimaksud. "bar" sendiri adalah bentuk pendek dari kata "lebar" dalam bahasa jawa yang artinya selesai. Keadaan ini hampir sama saat berakhirnya semua prosesi ketatanegaran dalam kontek pesta demokrasi di tahun politik, semuanya kembali menjadi anak bangsa ibu pertiwi, tanpa membedakan satu dengan yang lain.

Walau demikian Kata “lebaran”
justru lebih banyak digunakan oleh orang Betawi dengan pemaknaan yang berbeda. Kata lebaran berasal dari kata lebar yang dapat diartikan luas yang merupakan gambaran keluasan atau kelegaan hati setelah melaksanakan ibadah puasa, serta kegembiraan menyambut hari kemenangan. Dimaknai juga “luber” yang artinya melimpah pahala atas segala perbuatan baik selama beribadah puasa Ramadhan.

Jadi Moment Lebaran kali ini sangat luar biasa hebat, saya berharap kita semua dapat memaknai esensi dari “halal bi halal” secara utuh, semoga Lebaran kali ini menjadi momentum seluruh anak bangsa utk semakin merekatkan rasa persaudaraan, meningkatkan silaturahim, mempererat tali persatuan dan membuktikan kepada generasi penerus bangsa bahwa bangsa ini tidak hanya bangsa yang besar, tapi telah pula melahirkan banyak negarawan yang mampu mempertahankan kesejarahan panjang atas makna Bhineka tunggal ika dalam balutan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saatnya bertarung dengan bangsa-bangsa lain dalam palagan yang penuh kemaslahatan dan kemanfaatan.

Happy Eid Mubarak 1440 H, hope we see Ramadan again next year. Amieen (***)






  • KPPS, Patriot Terdepan Demokrasi KPPS, Patriot Terdepan Demokrasi Saya sangat prihatin, sedih dan turut berbela sungkawa serta berduka cita yang sangat mendalam atas berjatuhannya korban para patriot-patriot demokrasi kita.