merdekanews.co
Kamis, 07 Desember 2017 - 15:08 WIB

Sedot Air Dari Waduk Jatiluhur?

Meikarta Dapat Izin, Jenderal Naga Bonar Kok Nyerah Ya

Khairy Ataya - merdekanews.co
Deddy Mizwar

Bandung, MERDEKANEWS - Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar nyerah. Aktor senior yang ngetop disapa Jenderal Naga Bonar ini melunak soal proyek Lippo Group, Meikarta.   

 

Rekomendasi bagi Pemerintah Kabupaten Bekasi agar memberi izin pembangunan Apartemen Meikarta akhirnya keluar. “Bupati memohon cuma untuk 84,6 hektare saja,” kata Jenderal Naga Bonar di Bandung, Rabu, (6/12/2017).

Jenderal Naga Bonar sebelumnya mengancam akan membongkar Meikarta lantaran tidak ada izin ke pemprov.

Pemberian rekomendasi menurut Deddy, didasari oleh Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat. Meikarta berada di area yang masuk kategori kawasan strategis provinsi di wilayah Bogor-Depok-Bekasi-Karawang-Cianjur-Purwakarta.

“Dia ada di kawasan strategis provinsi. Seperti KBU (kawasan Bandung Utara) harus ada rekomendasi, bukan izin,” tegasnya.

Proyek Meikarta, kata Deddy, belum termasuk pengembangan kawasan berskala metropolitan sehingga tidak perlu menggunakan Peraturan Daerah 12 Tahun 2014 tentang Kawasan Metropolitan.

Regulasi tersebut mengatur proyek berskala metropolitan yang ada di Jawa Barat, yakni metropolitan Bandung Raya, Cirebon-Indramayu-Majalengka-Kuningan, serta Bogor-Depok-Bekasi-Karawang-Cianjur-Purwakarta.

Deddy juga mengatakan lokasi Meikarta sesuai dengan fungsi wilayahnya sebagai perumahan. Lokasinya juga sudah mengantongi IPPT (izin peruntukan penggunaan tanah) yang dimiliki Lippo Group tahun 1994.

Rekomendasi untuk proyek Meikarta mencantumkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi pengembang. Salah satunya soal kepastian pasokan air. “Mereka sudah dapat izin pasokan air bersih dari Jatiluhur 1.000 liter per detik (1 meter kubik per detik),” kata Deddy.

Asisten Daerah Bidang Ekonomi dan Pembangunan Jawa Barat, Eddy Iskandar Muda Nasution, menambahkan, rekomendasi baru diberikan tiga hari lalu. “Kabar di media menyebut akan ada kota baru seluas 2.000 hektare di sana. Ternyata tidak. Cuma 84,6 hektare,” kata dia.

Skala hunian dalam proyek Meikarta itu, menurut Eddy, juga belum masuk kategori berskala metropolitan. Sebab ada sejumlah persyaratan dalam rekomendasi pemerintah provinsi tersebut. Hal itu di antaranya larangan penggunaan air tanah karena sudah minim, memiliki fasilitas pengolahan limbah dan sampah mandiri, serta pengaturan transportasi.

Untung Gede

Beberapa dekade lalu, lahan yang menjadi lokasi proyek Meikarta merupakan hamparan sawah tadah hujan yang kurang subur. Namun, ada beberapa warga tetap memakainya untuk menanam padi, termasuk di lokasi yang kini menjadi kompleks taman Meikarta.

Secara keseluruhan, bentangan lahan di kawasan ini tandus dan kering. Meski demikian, lahan ini tetap dibeli oleh Lippo pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an.

Menurut Kepala Dusun Tegal Danas Oboy Sudirja, warga menjual tanahnya kepada Lippo Group dengan harga rata-rata kurang lebih Rp 5.000 per meter persegi pada awal 1990-an. Oboy termasuk yang lebih dulu menjual tanahnya ke Lippo. Pada 1989, Oboy melepas tanah seluas 7.500 m² dengan harga Rp 2.500/m².

Uang itu lantas dipakai Oboy membeli tanah di Karawang seharga Rp1.000/m². Keputusannya menjual tanah disebutnya “tepat” karena kondisi lahan di Cikarang memang kurang subur.

“Enggak kebayang sama sekali jadi lahan seperti Meikarta ini. Dulu alasan mereka (Lippo) ya beli-beli saja, enggak tahu buat apa,” ujar Oboy.

Kepala Desa Martin Harjawinata menyebut harga pasaran tanah di Cikarang pada medio 1990-an naik antara Rp5.000/m² hingga Rp7.000/m².

Harga tanah di kawasan itu memang bervariatif, menurut EY Taupik, Kepala Prasarana Wilayah Bappeda Kabupaten Bekasi. Harga tanah di Cikarang pada dekade 1990-an tak lebih dari Rp 10.000/m².

Seperti diberitakan, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) mengumumkan bahwa sejak diluncurkan pada bulan Mei, Meikarta telah menghasilkan pra penjualan sebesar Rp 4,9 triliun. Sehingga total pra penjualan selama 9 bulan tahun 2017 menjadi Rp 5,4 triliun. Sedangkan nilai investasi proyek ini sebesar Rp 278 triliun. (Khairy Ataya)