merdekanews.co
Selasa, 18 Desember 2018 - 13:40 WIB

Diamkan Otak Kasus Spanduk Tanjungbalai, Kapolri Tito Perlu Jewer Poldasu

Setyaki Purnomo - merdekanews.co
Kapolri Jenderal Tito Karnavian

Tanjungbalai, MERDEKANEWS - Kasus spanduk ujaran kebencian bertuliskan BKM Masjid Sultan Ahmadsyah Tanjungbalai Beserta Masyarakat & Jamaah Menolak Drs Thamrin Munthe MHum Memberi Tausiah di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, terus menyedot perhatian.

Ketua DPD IPK Tanjungbalai, Edi Hasibuan berharap, kasus ini mendapat perhatian dari pusat. Karena, atensi utama negara dinilai sudah diabaikan  Polda Sumut (Poldasu). Sampai detik ini, terkesan kuat aparat Poldasu membiarkan otak  atau aktor intelektual di balik pemasangan spanduk ujaran kebencian tersebut.

“Kita akan buat aksi kalau tersangkanya tidak ditahan. Apalagi kasus ini sudah lama. Masyarakat menunggu kepastian hukum. Ini tak lain untuk memberi kenyamanan hukum pada masyarakat," kata Edi.

Beredar informasi, pada Kamis (20/12/2018) ketiga tersangka JSP, AK dan HZB bakal dipanggil Penyidik Poldasu. Pemanggilan dilakukan guna pemeriksaan. Dari tiga tersangka itu, HZB adalah orang tua dari Wali Kota Tanjungbalai. Sementara AK, anak dari salah satu tokoh masyarakat. Namun, otak atau aktor intelektual di balik pemasangan spanduk itu masih bebas berkeliaran.

Sebelumnya, Sabtu (21/7/2018), Ketua DPC PDI Perjuangan Tanjungbalai Surya Dharma AR melapor ke Polres Tanjungbalai terkait adanya kegiatan komunitas penyebar ujaran kebencian. Laporan itu diterima dengan nomor STPL/72/VII/SPKT/Res TJB.

Pemasangan spanduk yang bisa memancing reaksi balik warga sehingga kerukunan masyarakat Tanjungbalai bisa terpecah belah itu, kata Rifan, dilakukan oknum tidak bertanggung jawab di depan Kantor Kecamatan Datuk Bandar, Kamis, 19 Juli 2018, sekitar pukul 10.00 WIB.

Spontan spanduk tersebut menjadi perhatian publik terlebih lagi para aktivis penggiat sosial di Tanjungbalai yang menduga spanduk siluman tersebut dipasang oleh sekelompok orang yang dekat dengan salah satu tokoh masyarakat di daerah itu. “Kami masyarakat ingin kepastian hukum. Hukum jangan dipermainkan," kata Bobot Simargolang salah satu warga Tanjungbalai.
    
    
    

  (Setyaki Purnomo)