merdekanews.co
Sabtu, 25 November 2017 - 13:02 WIB

Dunia Usaha Paceklik, Dana Kredit Perbankan Mangkrak Rp1.400 Triliun

setyaki purnomo - merdekanews.co

Jakarta, MerdekaNews - Kredit perbankan yang tidak terpakai (undisbursed loan), alias menganggur selama September 2017 mencapai Rp1.400 triliun. Naik 9,62% (year on year/yoy) dibandingkan periode sama 2016. Lho kok besar sekali ya?

Tak sedang bercanda, Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK, Imansyah mengatakan hal itu, saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Jumat (25/11/2017).

Jelas sekali, fungsi perbankan dalam menyalurkan kredit (intermediasi), boleh disebut mandek. Selain itu, tingginya kredit "menganggur" ini mencerminkan keterbatasan kemampuan peminjam dana, termasuk dunia usaha, dalam memakai kredit untuk mempercepat kegiatan perekonomian. "Padahal bank-bank sudah punya kapasitas untuk menyalurkan kredit, namun tidak kunjung terealisasi," kata Imansyah.

Tren peningkatan kredit "menganggur" sudah terlihat sejak Mei 2017. Saat itu, kredit menganggur bank sudah mencapai Rp1.350 triliun, kemudian naik menjadi Rp1.392 triliun pada Juli 2017 dan naik kembali menjadi Rp1.400 triliun pada September 2017.

Imansyah mengatakan tingginya kredit menganggur ini meyebabkan pertumbuhan kredit perbankan belum optimal. Selama Oktober 2017, kredit perbankan baru tumbuh 8,18% (yoy) jika dibandingkan Oktober 2016, atau jika dilihat dari Januari hingga Oktober 2017, baru naik 4,18% (year to date/ytd).

Meskipun demikian, selama dua bulan terakhir 2017, realisasi penyaluran kredit akan meningkat. Penyebabnya, pertumbuhan ekonomi domestik yang terus pulih, ditambah dengan prospek perekonomian global yang memberikan sentimen positif bagi dunia usaha untuk berekspansi.

Selain itu, pada dua bulan terakhir, perbankan juga akan memburu penyaluran kredit guna mengejar target intermediasi dan perolehan laba sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB).

Imansyah melihat pertumbuhan kredit perbankan pada akhir tahun bisa meleibihi 9% (yoy) atau lebih tinggi dibanding 2016 sebesar 7,8%. Jelas ini masalah serius karena indikasi kuat sektor bisnis di tanah air benar-benar melemah. (setyaki purnomo)