merdekanews.co
Kamis, 24 Mei 2018 - 00:41 WIB

Sering Diperlakukan Diskriminatif

Wanita Bercadar dan Celana Cingkrang Kampanye Peluk Saya Jika Anda Merasa Aman

Sam Hamdan - merdekanews.co
Kampanye 'Peluk Saya Jika Anda Merasa Aman' di Sukabumi, Jawa Barat.

Sukabumi, MerdekaNews -  Aksi bom bunuh diri yang dilakukan para teroris berdampak pada wanita bercadar dan pria bercela cingkrang. Mereka sering mendapatkan perlakukan diskriminatif.

Rabu, 23 Mei 2015, puluhan wanita dan laki-laki berasal dari sejumlah komunitas menggelar demo untuk menegaskan bahwa bercadar dan bercelana cingkrang bukanlah teroris. Mereka memusatkan aksinya di Jalan Ir H Juanda Kota Sukabumi, Jawa Barat.

“PELUK SAYA jika ANDA merasa aman”. Itulah isi poster yang dipegang puluhan wanita dan laki-laki terkait aksi demo tersebut.

Mereka berdiri lalu  menerima pelukan dari pengguna jalan yang melintas. Suasana akrab dan haru pun nampak selama kegiatan tersebut.

Panitia kegiatan, Siti Sarah Sodaris Putri mengatakan, kegiatan ini untuk memberikan pandangan bahwa cadar dan celana cingkrang bukan teroris. Bahkan tak ada kaitannya dengan teroris.

“Selama ini banyak yang mengeneralisir bahwa cadar dan celana cingkrang itu ciri seorang teroris. Apalagi di media sosial perkataan dan pemojokan terhadap perempuan bercadar dan celana cingkrang itu teroris. Itu salah,” tegasnya.

Dinda Dalfa Attyllah, wanita bercadar mengaku sering diperlakukan diskriminatif ketika berada di beberapa tempat.  Seperti  dilarang ketika masuk ke supermarket.

“Barang bawaan, seperti tas terkadang digeledah oleh petugas keamanan mal. Kita seperti dibedakan karena bercadar,” aku wanita yang sudah bercadar tiga tahun.

Sebelumnya, video eksperimen sosial berjudul Ada Apa Dengan Cadar (AADC) yang dibuat Ahmad Zaki Ali viral di media sosial. Dalam video tersebut, terdapat perempuan mengenakan cadar dan lelaki mengenakan celana cingkrang dan berjanggut.

Mereka memegang kertas bertuliskan "Peluk Saya Jika Anda Merasa Aman Dengan Keberadaan Saya".

 Eksperimen tersebut memperlihatkan respons yang baik dari orang yang lalu lalang di depan mereka dan lantas memeluk mereka. Video tersebut juga mendapat respon yang baik dan membuat banyak netizen terharu.

Video eksperimen ini dibuat karena mereka yang berpakaian cadar dan celana cingkrang merasa tidak nyaman, karena stigma yang menyamakan pakaian mereka dengan ciri-ciri teroris. Stigma demikian muncul setelah serangkaian insiden pengeboman yang terjadi di Surabaya dan Riau.

Penggagas sosial eksperimen Ada Apa Dengan Cadar (AADC), Ahmad Zaki Ali, mengatakan inisiatif tersebut lahir darinya dan teman-temannya. Ia mengatakan, insiden pengeboman yang terjadi di Surabaya dan Riau secara langsung telah membawa dampak Islamofobia ke masyarakat.

Pasca beberapa insiden pengeboman itu, Muslimah yang bercadar langsung mendapatkan reaksi. Pada salah satu kasus, ia mengatakan bahkan ada tukang ojek yang sampai menolak dan membatalkan pesanan dari Muslimah bercadar lantaran ia takut dituduh macam-macam.

Dengan beberapa fakta pandangan negatif terhadap Muslimah bercadar itulah, kata dia, Islamofobia telah sampai ke masyarakat. Tidak menutup kemungkinan, menurutnya, hal itu adalah harapan dari agenda-agenda terorisme di Indonesia.

Sehingga, masyarakat menjadi takut terhadap Muslimah bercadar dan yang mengenakan jilbab panjang atau mereka yang berpakaian syar'i.

"Ini akhirnya mendorong kami mencari solusi untuk meredam situasi dan lahirlah gagasan sosial eksperimen ini. Tujuannya mencounter opini negatif tentang hijab cadar dan mereduksi Islamofobia di masyarakat," kata Ahmad dikutip dari Republika, Rabu (23/5).

Ahmad mengatakan, ia belajar dari kasus di luar negeri yang pernah melakukan sosial eksperimen serupa, seperti di Paris (Prancis) dan Inggris. Dalam gerakan sosial eksperiman itu, mereka bertujuan untuk membuktikan bahwa Islam tidak terkait dengan terorisme.

Di samping itu, ia mengatakan bahwa tindakan kriminal tidak bisa dikaitkan dengan agama. Meskipun, saat terjadi pengeboman terdapat sosok bercadar yang menjadi aktor pelaku utama. Karena insiden seperti inilah, menurutnya, masyarakat menjadi tidak cerdas dengan menyalahkan simbol yang dikenakan seseorang dan bukan justru terhadap sosok pelakunya.

"Sebagian digeneralisir, akhirnya menyudutkan semua orang Islam sebagai bagian dari terorisme. Karena itulah, kita ingin mengedukasi masyarakat supaya cerdas. Karena itu jadi tidak adil dengan menyalahkan cadar," lanjutnya.

Tidak hanya di Jakarta, gerakan sosial eksperimen AADC ini juga telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia. Ahmad mengatakan, gerakan serupa juga dilakukan di Lampung, Bandung, Cirebon, Sukabumi, Surabaya, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Bali.

Dia mengatakan masih ada beberapa kota seperti Medan yang juga berencana untuk melakukan gerakan serupa. Meskipun, gerakan di sejumlah kota lainnya itu tidak dikoordinir oleh Ahmad.

Upaya membangun stigma positif tersebut tidak hanya mereka lakukan dengan gerakan sosial eksperimen. Ahmad mengatakan, adapula rekan-rekan Muslim dan Muslimah lainnya yang membagikan takjil, jilbab, menyebarkan brosur, dan yang lainnya, guna membantu mengubah citra bahwa Islam bukanlah teroris.

"Alhamdulillah. Jutaan orang menonton video ini. Kami ingin menunjukkan bahwa Islam agama yang damai dan cinta perdamaian," ujarnya.

Ahmad memiliki pandangannya sendiri tentang cadar. Menurutnya, mengenakan cadar adalah pilihan bagi Muslimah. Meskipun, beberapa ulama ada yang mengatakan cadar wajib dan adapula yang berpendapat itu sunah.

"Saya pribadi berpendapat tidak memaksakan perempuan untuk bercadar, tapi memang jauh lebih aman dan nyaman jika Muslimah mengenakan cadar. Sebagaimana halnya perintah jilbab turun agar wanita merasa aman," tambahnya. (Sam Hamdan)