
Jakarta, MERDEKANEWS -- Arsin bin Sanip, Kepala Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, menuai sorotan publik menyusul kasus pagar laut yang ada di Tangerang, Banten. Arsin terkesan "membela" dalam kasus pagar laut sepanjang 30,16 kilometer itu.
Nama Arsin viral setelah pada Jumat (24/01) lalu, ia mengklaim bahwa lahan pagar laut yang berada di wilayahnya dulunya adalah daratan yang dijadikan sebagai empang.
Hal itu disampaikan Arsin kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, yang tengah mengunjungi area lahan pagar laut yang sudah memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Pak Lurah ngotot bahwa itu (wilayah pagar laut Tangerang) dulunya empang. Ya, Pak Lurah. Katanya ada abrasi," kata Nusron kepada wartawan, Jumat.
Nusron mengaku tak mau memperdebatkan klaim yang disampaikan Arsin mengenai sejarah lahan tersebut. Ia menjelaskan, jika suatu lahan telah hilang secara fisik, itu membuat status tanah tersebut berubah menjadi tanah musnah.
"Karena sudah enggak ada tanahnya, saya enggak mau debat masalah garis pantai, itu toh kalau dulunya empang, kalau yang di sana tadi karena sudah enggak ada fisiknya, maka itu masuk kategori tanah musnah. Kalau masuk kategori tanah musnah, otomatis hak apa pun di situ hilang," kata Nusron.
Arsin terus-menerus menolak memberikan keterangan kepada awak media usai menemui Nusron. Setidaknya dia tiga kali menghindari kejaran wartawan. Insiden pertama terjadi usai Nusron melakukan sesi tanya jawab dengan awak media.
Ketika hendak dimintai keterangan soal pernyataannya yang menyebut lahan pagar laut dulunya empang, Arsin langsung menghindar dengan alasan sedang buru-buru untuk melaksanakan Sholat Jumat.
Saat itu Arsin yang mengenakan batik berwarna ungu dan kopiah hitam dikawal ketat oleh sekelompok pria yang diduga pengawal pribadinya. Awak media mencoba mengikuti Arsin hingga ke area parkir, tetapi diadang oleh lima pria yang mendampingi sang kepala desa.
"Setop-setop saya mau jumatan," ujar Arsin yang kemudian pergi dengan dibonceng sepeda motor, sementara para pengawalnya mengikuti dari belakang dengan berjalan kaki.
Momen serupa juga terjadi usai Arsin melaksanakan Sholat Jumat di Masjid Abdul Mu'in, Pakuhaji. Sejumlah awak media yang sudah menunggu Arsin selesai ibadah kembali tidak mendapatkan kesempatan wawancara.
Arsin menghindar dan meninggalkan lokasi tanpa memberikan keterangan apa pun kepada para pencari berita. Ketika beberapa wartawan mencoba mengejarnya, sejumlah pengawal Arsin lagi-lagi melakukan pengadangan sehingga membuat kades pergi dengan leluasa.
Sikap ini memunculkan kelakar dari awak media yang menyebut Arsin sebagai "kepala desa rasa presiden," sementara pengawalnya dijuluki "paspamdes" atau pasukan pengawal kepala desa.
-
Merasa Difitnah Soal Kirim Utusan, Jokowi Tantang PDIP: Ngalah Ada Batasnya! Difitnah saya diam, dicela saya diam, dijelekkan saya diam, dimaki-maki saya diam. Saya ngalah terus lho. Tapi ada batasnya,
-
Presiden Prabowo Dua Hari Berturut-turut Bertemu dengan Pengusaha Kakap, Ini yang Dibahas Sebelumnya Presiden juga mengundang pengusaha kakap ke Istana pada Kamis kemarin.
-
Viral Ornamen Penyu di Sukabumi Rusak: Dari Bambu dan Kardus, Telan Biaya Rp15,6 Miliar? Kerusakan tersebut disorot terutama karena narasi patung itu dibangun dengan biaya Rp15,6 miliar
-
Guru SD di Jember Minta Maaf Usai Joget Vulgar Tanpa Busana Viral di Media Sosial Video berdurasi lima menit ini tersebar luas di berbagai platform media sosial, seperti TikTok hingga X (Twitter)
-
Update Korban Truk Tercebur ke Sungai di Pelalawan: 14 Tewas, 8 Diantaranya Anak-anak 14 lainnya dinyatakan meninggal dunia, dengan rincian 8 anak-anak dan 6 orang dewasa.