merdekanews.co
Kamis, 27 Juni 2024 - 13:20 WIB

Rp16.421 per dolar AS, Sri Mulyani Ungkap Faktor Penyebab Nilai Tukar Rupiah Terus Terkapar

Jyg - merdekanews.co
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (27/06), dibuka melemah. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (27/06), dibuka melemah. Rupiah turun 8 poin atau 0,05 persen menjadi Rp16.421 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.413 per dolar AS.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sejumlah faktor yang menyebabkan nilai tukar rupiah terkapar terhadap dolar AS. Salah satunya adalah kekecewaan pasar terhadap bank sentral AS, the Fed.

Selain itu, jebloknya mata uang garuda juga dipicu oleh sentimen negatif di pasar keuangan global maupun domestik. "Sempat mengalami peningkatan baik karena sentimen di dalam negeri maupun yang berasal dari global," tegas Sri Mulyani saat konferensi pers APBN secara daring, Kamis (27/06).

Sentimen negatif dari pasar keuangan global, ia mengatakan dipicu oleh semakin terkonfirmasinya bahwa bank sentral Amerika Serikat, yaitu The Federal Reserve atau The Fed tidak akan banyak memangkas suku bunga acuannya pada tahun ini.

Ia mengatakan, sebetulnya pelaku pasar keuangan meyakini bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya sebanyak empat hingga lima kali pada tahun ini. Namun, berdasarkan pernyataan berbagai pejabat The Fed, potensi penurunan Fed Fund Rate hanya sekali.

"Namun Fed Fund Rate masih mengalami posisi yang stabil di 5,5% dan tidak terjadi tanda-tanda bahwa mereka akan segera menurunkan, dan bahkan mungkin yang paling optimis penurunannya hanya satu kali pada tahun ini," tegas Sri Mulyani.

Kondisi inilah yang membuat pasar keuangan menurut Sri Mulyani kecewa. Akibatnya indeks dolar menguat signifikan, berujung pada anjloknya nilai tukar mata uang negara-negara lain, termasuk rupiah.

"Ini yang menyebabkan ekspektasi market yang kecewa, atau yang tidak tersampaikan,kemudian menimbulkan suatu reaksi," tutur Sri Mulyani.

"Terutama terlihat pada sekitar April lalu hingga Mei. Kalau Mei mungkin lebih juga ditambah faktor domestik kita, yang sebabkan penguatan dolar indeks yang kemudian menyebabkan depresiasi dari mata uang-mata uang termasuk rupiah kita," tuturnya.

Sri Mulyani mengatakan, kurs rupiah telah terdepresiasi 6,58% saat itu, namun lebih baik dibanding negara lain, seperti Brazil yang mata uangnya terdepresiasi 12,34%, dan won Korea yang melemah 7,46%.

"Atau kalau anda sekarang baru mengikuti Jepang mengalami depresiasi yang sangat dalam bahkan levelnya sudah comparable dengan 1986. Ini tentu menimbulkan juga dinamika dari negara-negara partner dagang kita," ucap Sri Mulyani.

(Jyg)