merdekanews.co
Jumat, 15 Maret 2024 - 14:55 WIB

Ini Alasan PGI Belum Tentukan Sikap Soal Wacana KUA untuk Semua Agama

Ind - merdekanews.co
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) belum menentukan sikap terkait wacana KUA untuk semua agama. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) belum menentukan sikap terkait wacana Kantor Urusan Agama (KUA) untuk semua agama.

Hal itu disampaikan Sekretaris Umum (Sekum) PGI, Pdt. Jacky F. Manuputty saat diskusi bertajuk 'KUA Untuk Semua Agama: Sikap Gereja?' yang berlangsung di Grha Oikoumene, Jakarta, Kamis (14/03).

“Banyak anggota gereja atau sinode sudah bertanya seperti apa sikap PGI atas wacana ini? Kami PGI belum menentukan sikap karena gagasan-gagasan tersebut kami nilai belum jelas, dan gagasan ini keluar dari Menteri Agama, tanpa adanya komunikasi dengan lemabaga-lemabaga agama,” ucap Pdt. Jacky.

Meski begitu, Ia menyayangkan wancana tersebut, sebab secara sejarah KUA memiliki filosofi yang berbeda, dan tidak bisa disamakan dengan pelayanan kepada masyarakat non muslim. 

“Gagasan KUA terbuka untuk agama lain, ini menjadi termasuk di kalangan masyarakat non muslim. Dan banyak umat gereja yang melihat wacana KUA tersebut, akan menggerus peran gereja dalam pernikahan bagi umat gereja itu sendiri,” terangnya.

Menurut Pdt. Jacky, di kalangan umat Kristen, pernikahan sah ada pada akte nikah yang dikeluarkan oleh Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), dibandingkan surat pemberkatan dari agama masing-masing. 

“Gereja-gereja selama ini merasa lebih nyaman mencatatkan pernikahan di Dukcapil, dibandingkan di KUA. Dengan wacana ini terskesan ingin menyamakan konsep-konsep agama-agama dalam KUA yang kurang tepat,” tuturnya. 

Pdt. Jacky katakan, bagi umat Kristiani pernikahan merupakan sesuatu yang sangat sakral. Dan ada aturan-aturannya, bahkan di setiap sinode juga memiliki syarat-syarat tertentu. 

“Seperti di gereja saya di Maluku, jika belum Sidi tidak boleh menikah. Selain itu juga ada bimbingan pernikahan dan tidak bisa sembarangan, apalagi dalam hubungan kelembagaan,” jelasnya. 

Oleh karena itu, lanjut Pdt. Jacky, wacana KUA untuk semua agama ini masih diperdebatkan urgensinya, dalam hal pelayanan pemerintah untuk menjamin kebebasan beribah seusai kepercayaan masing-masing.

“Kami berharap ada pertemuan langsung tatap muka antara Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dengan pimpinan masing-masing lembaga keagamaan, agar tidak semakin menjadi polemik di tengah masyarakat,” tutupnya. 

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Direktur Urusan Agama Kristen Dirjen Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama, Amsal Yowei mengungkapkan, bahwa program Revitalisasi Layanan KUA untuk Semua Agama, merupakan satu (1) dari tujuh (7) program prioritas Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.

Enam program prioritas lainnya yakni: Penguatan Moderasi Beragama, Pesantren Kemandirian, Transformasi Digital, Cyber ​​Islamic University, Religiosity Index dan Tahun Toleransi Beragama.

Amsal juga menyampaikan penjelasan Menteri Agama terkait KUA sebagai Pusat Layanan Keagamaan. “Gagasan ini bertujuan memberikan kemudahan kepada masyarakat, dalam mengakses layanan yang diberikan pemerintah, terutama bagi dengan pembatasan akses masyarakat,” ujarnya mengutip Menag Yaqut. 

Menurut Menag Yaqut, Revitalisasi KUA ini dibuat untuk mengakomodir keperluan, sehingga mempermudah pemerintah memberi pelayanan kepada mereka dan Warga negara mendapatkan perlakuan yang sama, apapun latar belakangnya dalam hal pelayanan.

Menag Yaqut menilai perlu ada perubahan UU No 24 tahun 2014 tentang administrasi kependudukan, yang salah satunya terkait pencatatan nikah atau MoU dengan Kemendagri, untuk menjadikan KUA sebagai pusat pecatatan nikah.

Menag juga menekankan, bahwa layanan KUA tidak terbatas pada layanan pernikahan, banyak layanan lain yang bisa diperoleh umat nanti di KUA. “Dan nantinya ini juga membantu pemerintah dalam hal ini Kemendagri agar administrasi dalam hal pernikahan, perceraian, talak dan rujuk, itu bisa lebih simple dan mudah,” tandasnya.

Lebih lanjut Amsal menjelaskan Skema Pencatatan Calon Pengantin Kristen, yang diawali dengan calon pengantin berproses di gereja terkait pelatihan, pengukuhan/pemberkatan, serta penerbitan surat nikah gereja. Barulah ke KUA untuk mencatat/mendata melalui SIMKA, dan diakhiri dengan penerbitan buku nikah.

“Tahapan pencatatan untuk calon pengantin Kristen, yakni pemanggilan gereja dan melangsungkan pelatihan pra nikah. Gereja memfasilitasi calon pengantin untuk dilakukan pelatihan pra ikah,” terangnya.

Setelah dilakukan pelatihan oleh gereja, tambah Amsal, permintaan mendatangi KUA untuk selanjutnya melakukan pemberkasan dan pengisian persyaratan yang dilakukan oleh petugas melalui aplikasi SIMKA.

(Ind)