merdekanews.co
Senin, 22 Januari 2024 - 14:25 WIB

Kebijakan Transisi Energi yang Adil Bagi Masyarakat, Harus Penuhi Unsur Ini

Jyg/Ant - merdekanews.co
Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Pengamat Energi Iwa Garniwa menyatakan bahwa kebijakan transisi energi yang adil bagi masyarakat adat mesti memenuhi unsur ketahanan energi nasional untuk mewujudkan pembangunan Indonesia yang lebih berkelanjutan.

Hal itu disampaikan Iwa merespons hasil debat kedua calon wakil presiden (cawapres) Pemilu 2024 yang berlangsung pada Minggu (21/1) dengan tema meliputi energi, sumber daya alam (SDA), pangan, pajak karbon, lingkungan hidup, agraria, dan masyarakat adat.

"Kebijakan energi bagi masyarakat adat sebaiknya memenuhi unsur ketahanan energi nasional, yaitu energinya ada (availability), masyarakat dapat akses energi (accessibility) dan harganya terjangkau (affordability), hal tersebut yang dibutuhkan oleh seluruh masyarakat Indonesia termasuk masyarakat adat," kata Iwa di Jakarta, Senin.

"Jadi jangan sampai mereka (masyarakat adat) diikutsertakan dalam transisi energi tapi sulit mendapatkan ketiga yang sudah saya sebutkan," ujar dia.

Guru Besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia (UI) ini mengemukakan, program transisi energi jangan sampai melibatkan masyarakat tetapi untuk mendapatkan energi tersebut, mereka harus membayar dengan harga yang tidak terjangkau.

"Sebagai contoh, masih banyak wilayah di Indonesia yg belum mendapatkan kemewahan tersebut, listriknya hanya ada enam jam saja. Ada yang belum punya akses, ada juga yang masih menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) karena bahan bakar minyak (BBM) mahal dan jauh dari pusat produksi BBM, sehingga biaya listriknya mahal," ucapnya.

Untuk itu, ia seperti dilansir dari antaranews, menekankan agar transisi energi mesti diklasterisasi dan berbeda satu wilayah dengan wilayah lainnya.

"Bisa saja transisi energi yang dimaksud adalah transisi untuk mendapatkan energi selama 24 jam karena energinya ada, atau bisa juga transisi menuju harga yang murah," tuturnya.

Menurutnya, transisi energi bukan sekadar mengubah sumber dan teknologi dari fosil ke energi terbarukan semata, tetapi juga yang terkait dengan ketahanan energi.

"Itu yang penting, jangan sampai kita fokus terhadap transisi energi tetapi hal yang belum terpenuhi dilupakan dan malah menambah keruwetan penataan energi untuk negeri," paparnya.

(Jyg/Ant)