merdekanews.co
Jumat, 23 April 2021 - 15:11 WIB

Sebelum Digugat Pailit, Moody's Sudah Beri Warning Kondisi Sritex Bakal Ancur-ancuran Digugat Bank QNB

Setyaki Purnomo - merdekanews.co
Iwan Setiawan Lukminto, owner PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) yang digugat PKPU

MERDEKANEWS, Jakarta - Bos perusahaan tekstil berbasis di Solo, Jawa Tengah, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), Iwan Setiawan Lukminto dan anak usaha SRIL, PT Senang Kharisma Textil tengah digugat penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dari PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW).

Gugatan ini didaftarkan oleh Bank QNB di Pengadilan Negeri (PN) Semarang dengan nomor perkara 13/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg pada Selasa (20/4/2021). Potensi ini sebelumnya telah diperingatkan oleh lembaga pemeringkat Moody's, lembaga ini menyebut SRIL menghadapi risiko pembiayaan kembali yang tinggi, karena posisi likuiditas yang lemah dan utang dalam jumlah besar yang jatuh tempo pada kuartal-kuartal mendatang.

Selain itu, ketergantungan SRIL yang berkelanjutan pada bank untuk kebutuhan pembiayaan kembali membuat perusahaan rentan terhadap kondisi pendanaan, yang melemah di tengah adanya sentimen negatif di sektor tekstil di Tanah Air.

Untuk Moody's menurunkan peringkat alias Corporate Family Rating (CFR) emiten ini menjadi B3 dari sebelumnya B1. Selain itu, Moody's juga menurunkan peringkat ke B3 dari B1 pada, pertama, surat utang tanpa jaminan (senior unsecured notes) senilai US$ 150 juta yang jatuh tempo pada tahun 2024. Juga kepada surat utang tanpa jaminan senilai US$ 225 juta yang jatuh tempo pada tahun 2025.

Senior notes ini diterbitkan oleh Golden Legacy Pte. Ltd. dan dijamin tanpa syarat serta tidak dapat ditarik kembali oleh Sritex dan anak perusahaannya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Fitch Ratings, lembaga ini telah dua kali menurunkan peringkat perusahaan dalam dua bulan terakhir, dari sebelumnya BB- menjadi B- dan saat ini peringkat yang disandang Sritex dari Fitch ratings adalah CCC-.  

Dalam keterangan yang disampaikan oleh Fitch Ratings, saat ini perusahaan dalam posisi likuiditas yang lemah sedangkan perusahaan memiliki kebutuhan refinancing utang yang tinggi.

Sebab dari posisi likuiditas perusahaan pada akhir 2020 lalu, nilai kas mencapai US$ 187 juta. Namun nilai utang yang akan jatuh tempo pada tahun ini saja mencapai US$ 277 juta atau lebih dari Rp 4 triliun, nilai ini di luar sindikasi US$ 350 juta sebelumnya.

Saat ini perusahaan tengah mengupayakan untuk mengajukan moratorium atas obligasi yang diterbitkan oleh anak usahanya Golden Legacy Pte Ltd di Singapura ini. Permintaan moratorium ini akan dilakukan pre-trial conference pada 27 April 2021 mendatang di The Singapore High Court.

Adapun pengajuan ini didasarkan pada atas pasal 64 dari Undang-Undang No. 40 Tahun 2018 Tentang Kepailitan, Restrukturisasi dan Pembubaran (Insolvency, Restructuring and Dissolution Act 2018/IRDA) milik pemerintah Singapura.  

  (Setyaki Purnomo)