
Jakarta, MERDEKACOM - Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia, berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), per akhir Februari 2021 mencapai US$ 422,6 miliar. Banyak yang bilang, Indonesia terancam gagal bayar alias bangkrut di masa depan.
Tingginya ULN Indonesia, membuat kekhawatiran masyarakat Indonesia, pemerintah akan mengalami kebangkrutan. Simak dulu faktanya. Dari data Kementerian Keuangan yang dijabarkan Staf Khusus Menkeu Yustinus Prastowo utang Pemerintah hingga akhir Februari 2021, setara dengan Rp 6.361,02 triliun.
Kekhawatiran masyarakat jika pemerintah akan mengalami kebangkrutan, rasanya harus diredam, karena ada beberapa indikator yang membuat utang Indonesia masih aman.
Saat ini, tingkat rasio utang RI menurut Prastowo adalah 41% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya meski rasio utang pemerintah terhadap PDB meningkat pesat, tetapi masih cukup jauh di bawah batas yang ditetapkan dalam UU Keuangan Negara yaitu 60%.
Dibandingkan negara-negara ASEAN-5, rasio utang Indonesia pun lebih rendah. Per kuartal IV-2020, rasio utang terhadap PDB di Singapura mencapai 150,23%, Malaysia 62,15%, Thailand 44,93%, dan Filipina 54,6%. "Proporsi utang terhadap PDB masih dalam batas aman," jelas Prastowo dalam cuitanny dikutip CNBC Indonesia, Rabu (21/4/2021).
Konseps utang secara sederhana adalah menarik penghasilan yang diproyeksikan di masa depan untuk dibelanjakan sekarang agar ekonominya tumbuh lebih cepat. Sama saja seperti orang utang ke bank untuk membeli rumah.
Pemerintah juga menerapkan hal yang sama. Ada potensi ekonomi yang lebih besar di masa depan, salah satu indikatornya adalah bonus demografi. Namun potensi itu ada massa tenggatnya. Sehingga harus digenjot lebih awal agar targetnya tercapai.
Sayangnya pemerintah tidak punya banyak uang untuk menggenjot itu, penerimaan pajak saja masih seret. Maka dibutuhkan utang. Pun, sebagian besar utang pemerintah sebagian besar dalam mata uang rupiah. Ini membuat risiko kurs menjadi minimal. Meski rupiah melemah, nominal utang pemerintah tetap terjaga.
Tercermin, utang pemerintah (terutama dalam bentuk obligasi) didominasi oleh investor dalam negeri. Per 16 April 2021, kepemilikan investor asing di Surat Berharga Negara (SBN) adalah 22,65%. Pada puncaknya, porsi kepemilikan asing pernah hampir menyentuh 40%.
Indikator ini menjadi penting karena investor asing sangat sensitif terhadap sentimen eksternal. Ketika sedang terjadi guncangan di pasar keuangan global, biasanya investor asing menjual 'barang' (termasuk SBN) dan mencari perlindungan di aset-aset yang dirasa lebih aman.
Kini peranan investor asing sudah lebih terbatas. Artinya stabilitas pasar SBN semestinya lebih terjaga. Oleh karena itu, kekhawatiran bahwa Indonesia terancam bangkrut itu berlebihan. Setidaknya sampai saat ini, posisi utang pemerintah masih kondusif, aman, dan terkendali.
(Setyaki Purnomo)
-
Sri Mulyani: Kerja Sama Indonesia-AIIB Sukseskan Transisi Energi Penandatanganan ini akan diharapkan adanya suatu platform bersama untuk kerja sama antara PT PLN, PT SMI, dan juga dengan AIIB untuk menyukseskan transmisi dan transisi energi di Indonesia
-
AIIB Annual Meeting Mesir, Sri Mulyani Soroti Biaya Atasi Perubahan Iklim AIIB punya peranan sangat penting sebagai katalisator dalam mendesain berbagai instrumen pembiayaan. Selain itu, dukungan dalam persiapan proyek juga sangat diperlukan untuk menarik partisipasi sektor swasta
-
KTT AIS Forum Jadi Kontribusi Indonesia Tangani Isu Kelautan Global Penyelenggaraan KTT AIS Forum 2023 yang berlangsung di Bali pada 11 Oktober 2023 dapat menjadi wadah bagi Indonesia untuk menyumbangkan pemikirannya terkait solusi atas tantangan yang dihadapi negara pulau dan kepulauan
-
Per Agustus 2023, Sri Mulyani Berhasil Kumpulkan Pajak Sebesar Rp1.246,97 Triliun Capaian ini terdiri dari PPH Non Migas Rp708,23 triliun, PPN & PPnBM mencapai Rp447,58 triliun, PBB & Pajak lainnya yang sebesar Rp11,6 triliun, serta PPH Migas sebesar Rp48,51 triliun
-
Penjaminan Utang Proyek Kereta Api Cepat Ditanggung Pemerintah Dibolehkan Perpres 93 tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung juga dijelaskan penjaminan utang proyek kereta cepat diperbolehkan