merdekanews.co
Senin, 08 Februari 2021 - 14:04 WIB

Akibat Pasal 158, MK Dipersepsikan Sebagai Benteng Kecurangan Pilkada

Muh - merdekanews.co
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis

MERDEKANEWS-Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) berani keluar dari jeratan pasal 158 Undang-undang No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada).

Persoalan tersebut , menurut Margarito, khususnya mengenai  ambang batas 0,5% hingga 2% untuk pengajuan gugatan perselisihan hasil pemilu kepala dearah.

Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan agar MK tidak dipersepsikan sebagai benteng kecurangan pelaksanaan pilkada

“Sepanjang pengamatan saya, MK ini belum pernah mengambil langkah mengesampingkan Pasal 158 tersebut, padahal aspek ini sangat penting,” ujar Margarito, dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/2).

Menurut Margarito, karena MK tidak pernah mengesampingkan Pasal 158 tersebut, maka pasal ini menjadi lisensi bagi orang-orang yang mempunyai niat jahat untuk melakukan tindakan kecurangan di Pilkada.

Padahal, pasal ini dapat dikatakan sebagai extreme in justice yang dalam positif tulen sekalipun, pasal model seperti ini ditolak. 

"Pasal ini bertentangan dengan hakikat demokrasi. Sebab, bagaimana bisa hak diperoleh dengan cara yang tidak sah," ujarnya.
 
Margarito meminta MK mengetahui betul fakta persidangan, bagaimana calon-calon menggunakan APBD, atau menggerakkan aparatur birokrasi dari kabupaten hingga desa.

"Begitu juga, bagaimana kandidat menggunakan anggaran yang sudah diputuskan dalam paripurna DPRD untuk digunakan pada 2021, tetapi anggaran tersebut malah dipakai pada 2020, seperti kasus Kota Tidore," kata dia.
 
Saat ini, MK telah menerima 136 permohonan perselisihan hasil pilkada sejak pengumuman pleno hasil Pilkada 2020 oleh KPU di sejumlah daerah. Dari jumlah itu, 25 permohonan memenuhi ambang batas 0,5 hingga 2 persen sebagaimana ditentukan oleh Pasal 158 UU Pilkada. (Muh)






  • Aksi Walkout Warnai Sidang Putusan Gugatan Rekam Jejak Capres Aksi Walkout Warnai Sidang Putusan Gugatan Rekam Jejak Capres Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang putusan perkara 134/PUU-XXI/2023 uji materiil Undang-undang Nomor 7 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam Amar Putusannya, Hakim MK menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.


  • Dramatik: Dramatik: "Hakim Etik Mengadili Hakim Konstitusi" Nilai sebagai imperatif kategoris yang melekat pada diri manusia sebagai insan berhati nurani, dalam perkembangan sosialnya perlu fasilitas lainnya yaitu norma, manusia universal perlu mengatur tiap-tiap manusia indivual agar relasi antar manusia dan lainnya menjadi tertib.


  • Pemilu 2024 Berlangsung Demokratis Jadi Tolok Ukur Indonesia Negara Demokrasi Matang Pemilu 2024 Berlangsung Demokratis Jadi Tolok Ukur Indonesia Negara Demokrasi Matang Pada hari Senin 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan Perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan MK itu menyebutkan capres-cawapres yang pernah terpilih melalui pemilu, baik sebagai DPR/DPD, Gubernur, atau Walikota dapat mencalonkan diri meskipun belum berusia 40 tahun.