merdekanews.co
Sabtu, 24 Oktober 2020 - 12:23 WIB

Gelar FGD Enam Seri

Dewan Pakar Nasdem Usulkan Bangun Nuklir Untuk Energi Setrum

MUH - merdekanews.co

MERDEKANEWS -Klaster  riset dan inovasi dalam Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) akan memberi kepastian dalam pengembangan riset dan inovasi teknologi di masa pandemi. 

Selain itu, kebutuhan energi yang besar bisa dipenuhi dengan membangun reaktor nuklir untuk kepentingan energi, khususnya listrik yang dibutuhkan industri. 

Sosialisasi energi nuklir sangat dibutuhkan mengingat di masa lalu, kegagalan membangun energi nuklir hanya karena kampanye atau indoktrinasi yang keliru dari segelintir pakar  bahwa nuklir itu berbahaya.

Demikian benang merah diskusi Focus Group Discussion (FGD) sesi terakhir yang digelar Dewan Pakar Partai Nasdem di Jakarta, Jumat (23/10) malam untuk merampungkan pembahasan semua klaster dalam UU Ciptaker.  

Connie Rakahundini Bakrie yang selama ini dikenal sebagai pengamat militer dan pertahanan berbicara lantang tentang perlunya dukungan riset dan inovasi di bidang usaha, sebagaimana filosofi utama  pembuatan UU CK ini.

Disebutkan, Pasal 120 UU Ciptaker ini mengubah beberapa ketentuan yang diatur dalam UU NO 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara [BUMN]. 

“Dalam Pasal 66 UU Ciptaker, Pusat dapat melakukan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan serta menghilisasi riset dan inovasi nasional. Tentunya ini dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan BUMN,”katanya.

Hal ini lanjut Connie, menegaskan kembali bahwa UU Cipta Kerja akan memperkuat, mempercepat, dan mempermudah hilirisasi riset untuk menjadi inovasi. Karena pemerintah bisa menugaskan BUMN untuk melakukan hilirisasi tersebut.

Diingatkan Connie, dalam menyusun RPP  klaster  Riset dan Inovasi  harus secara jelas dan tegas menyebutkan prioritas riset dan inovasi agak lebih efektif dan bermanfaat.  

Peter F Gontha mengungkapkan  bangsa Indonesia yang saat ini berpenduduk 260 juta dalam waktu beberapa dekade  penduduknya akan mencapai 300 juta. 

Besarnya jumlah penduduk dan beragam problem yang dihadapi, bisa diselesaikan jika melakukan riset dan novasi berbagai produk, termasuk produk pangan dan pertanian.

Menurut Peter Gontha, UU Ciptaker ini bukan hanya kemudahan berusaha dan investasi dan penyederhanaan birokrasi dan perizinan melainkan melalui membuat bangsa yang maju dan besar  di masa depan. 

Caranya, membuat produk-produk teknologi canggih berdasarkan riset yang matang dan inovasi jauh ke depan. 

“Kita harus mampu memecahkan masalah hingga 50-80 tahun ke depan. Ini bisa dilakukan jika kita menguatkan riset dan mengembangkan inovasi tiada henti. Jadi, riset dan inovasi merupakan visi masa depan bangsa,” tukasnya.

Energi Nuklir

Dalam diskusi FGD ini juga muncul usulan agar Indonesia segera mendeklarasikan perlunya segera membangun reaktor nuklir, khusus untuk kebutuhan energi. 

Politisi Nasdem yang juga pakar energi, Kurtubhi menjelaskan, bahwa membangun energi nuklir suatu keharusan jika ingin menjadi negara maju, seperti AS, Rusia,  China, Jepang, Korsel dan negara Eropa yang menggunakan energi nuklir untuk mendukung kemajuan industrinya.

Dubes RI untuk Tanzania, Prof Ratlan Pardede yang sebelumnya berpengalaman bekerja selama 20 tahun di bidang riset dan teknologi nuklir mengemukakan, sesungguhnya kita mampu membangun reactor nuklir untuk kebutuhan energi istrik yang besar. 

Tetapi, selama ini selau saja ada polemik yang didasarkan atas ketidakharmonisan dan disinkronisasi antarlembaga, sehingga pembangunan itu selalu mandek.

“Karena soal energi nuklir kembali mencuat dalam konteks UU Ciptaker , maka Partai Nasdem perlu memberikan masukan yang komprehensif soal ini,” kata Ratlan.

Sementara itu, anggota Dewan Pakar Nasdem Ibrahim Hasyim mengungkapkan, selama ini energi listrik dari nuklir tidak dibuat karena dalam Undang Undang No 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, disebutkan bahwa pembangunan dan pengunaan energi nuklir merupakan opsi terakhir dari beragam energi fosil dan nonfosil.

“Nah, saat ini DR tengah membahas RUU Enerbi Baru Terbarukan (EBT), tapi masih tarik menarik apakah energi nuklir dimasukan atau terpisah dalam UU tersendiri seperti UU 10/1997 tersebut,”katanya.

Tapi soal ini ditepis Kurtubi yang mengungkapkan, masalahnya bukan di UU Ketenaganukliran, melainkan ada PP 79/2014 di masa akhir Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. 

Bahwa energi nuklir merupakan opsi terakhir jika energi lain tak mampu lagi memenuhi kebutuhan.   

Kurtubi mendesak agar Presiden Jokowi menggunakan momentum UU Ciptaker ini untuk kembali menyuarakan pentingnya energi dari nuklir untuk menunjang kemajuan bangsa. “Ayoo, go nuklir harus digulirkan,” katanya. 

Sementara itu, Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem yang juga Menteri LHK, Siti Nurbaya mengatakan, Tim kecil Dewan Pakar DPP Nasdem  segera lakukan kompilasi dalam beberapa hari ini dan segera melaporkan kepada Ketua Umum DPP bang Surya Paloh. Selanjutnya dapat menjadi catatan DPP kepada Pemerintah.        
           (MUH)