
Jakarta, MERDEKANEWS - Konflik di tubuh DPD Partai Golkar Provinsi Sulawesi Selatan makin meruncing. M Taufan Pawe (TP) yang terpilih sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golkar Sulsel periode 2020-2025, kini coba digoyang sejumlah kader yang dikenal sebagai pendukung Nurdin Halid.
Wali Kota Parepare dua periode tersebut, pasca Musda Parta Golkar yang telah menetapkannya sebagai ketua terpilih, didemo sejumlah kader pendukung Nurdin Halid, yang merupakan Ketua DPD Golkar Sulsel yang digantikan TP.
Taufan Pawe dituding melakukan manuver politik dengan menyusun struktur kepengurusan baru secara individu tanpa melibatkan tim formatur yang diputuskan melalui hasil musda.
"Padahal, seharusnya penyusunan komposisi pengurus baru di Golkar Sulsel periode 2020-2025 diputuskan secara kolektif kolegial dengan melibatkan empat tim formatur lainnya. Bukan seorang diri Taufan Pawe," ujar Abdillah Natsir, salah anggota formatur penyusunan pengurus DPD Sulsel.
Dari lima formatur yang diketuai TP, diketahui tiga formatur, yaitu perwakilan dari DPD II Farouk M Betta dan Abdillah Natsir serta satu perwakilan dari hasta karya AMPG, Imran Tenri Tatta tidak sepakat dengan susunan DPD Sulsel yang diusulkan TP ke DPP Golkar.
Rapat bersama Formatur pada 19 Agustus 2020, di Jakarta
Ketiga formatur ini meminta kepada Ketum DPP Golkar, Airlangga Hartarto agar tidak menerbitkan SK kepengurusan baru yang diusulkan Taufan Pawe ke DPP.
Mereka menilai, tindakan yang dilakukan TP secara personal itu sudah menyalahi aturan dan tidak sesuai kesepakatan hasil Musda ke 10 Golkar Sulsel yang dihelat di Jakarta 6-8 Agustus lalu.
Terkait konflik di internal DPD Sulsel tersebut, Taufan yang dikonfirmasi wartawan, di Jakarta, kemarin, menjelaskan bahwa pihaknya sudah mencoba mengumpulkan lima anggota formatur untuk menyusun kelengkapan pengurus DPD Golkar Sulsel. Tapi ketiga anggota formatur tersebut tidak mau mengangkat teleponnya.
"Tapi bukannya tidak pernah ketemu. Kami, lima formatur pernah rapat bersama pada 19 Agustus 2020, di Jakarta. Tapi saat itu tidak ada kesepakatan. Mereka menolak susunan DPD yang didominasi anggota Fraksi Golkar di DPRD Sulsel. Dengan alasan para anggota fraksi tersebut tidak setia dengan Nurdin Halid," ujar Taufan.
Tentu saja Taufan tidak bisa menerima alasan itu. Karena Taufan ingin bekerja profesional.
"Saya minta, masa lalu itu jangan menjadi beban saya untuk menatap masa depan Golkar. Saya mau bekerja secara profesional," tegasnya.
Tak hanya itu. Tiga anggota formatur tersebut juga memaksakan Kadir Halid (adik Nurdin Halid), menjadi Sekretaris DPD. Dan seorang kepercayaan Nurdin Halid menjadi Ketua Harian.
Karena tidak ada kesepakatan, Taufan selaku pimpinan rapat, menunda rapat tersebut, dan akan dilanjutkan pada keesokan harinya.
Tapi ternyata, keesokan harinya Faruq dan Imran tanpa sepengetahuannya balik ke Makassar, tanpa pamit.
"Saya telepon mereka juga tidak diangkat. Saya memimpin rapat 5 anggota formatur itu ada dokumentasinya," sambungnya.
Akhirnya, Taufan menyusun kepengurusan DPD sesuai kesepakatan anggota fornatur dari DPP.
"Ini sekarang saya tunggu keluarnya SK dari DPP," ujarnya.
Namun, diam-diam, tiga formatur yang dikenal dengan Nurdin Halid itu melaksanakan rapat formatur tanpa dihadiri Taufan selaku Ketua Formatur dan Ketua DPD Golkar Sulsel yang terpilih dalam Musda.
Taufan mengganggap hal ini sebagai perlawanan dan bahkan langkah-langkah yang tidak beretika terhadap partai.
Menurut Taufan, dalam aturan partai ketua formatur berhak menyusun kepengurusan dengan minta saran dari anggota formatur, dan anggota formatur tidak dalam kapasitas menolak.
"Terkait dengan sekretaris, ketua harian, saya sebagai ketua formatur punya hak prerogatif. Saya mengambil sikap keputusan dengan berpedoman seperti apa keinginan DPP. Apapun yang saya keluarkan seperti itulah arahan DPP secara kelembagaan bukan orang perorang," pungkasnya. (Deka)
-
Bacakan Pledoi, NA Minta Dibebaskan Dan Diizinkan Melanjutkan Pembangunan Di Sulsel Gubernur Sulsel non aktif, Prof HM Nurdin Abdullah (NA) meminta keadilan hakim untuk membebaskannya dari tuntutan JPU KPK.
-
Sari Pujiastuti Akui Sering Terima Duit Dari Kontraktor Tanpa Sepengetahuan Nurdin Abdullah Mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel Susi Pujiastuti yang menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis 7 Oktober 2021, mengakui, dirinya sering menerima duit dari sejumlah kontraktor tanpa sepengetahuan Gubernur Sulsel (non aktif) Nurdin Abdullah.
-
NA: Ferry Tanriadi Sering Tawarkan Dana Operasional Namun Saya Tolak Gubernur Sulsel non aktif, Prof HM Nurdin Abdullah (NA) menilai saksi Ferry Tanriadi tak jujur.
-
Agung Sucipto: Nurdin Abdullah Tak Terlibat Suap Yang Berujung OTT Sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Sulsel non aktif Prof H. M Nurdin Abdullah (NA) di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis 16 September 2021, kembali diperiksa.
-
Sidang Lanjutan Kasus Nurdin Abdullah, Permintaan Uang Ke Agung Sucipto Bukan Perintah NA Ketua Majelis Hakim, Ibrahim Palino kembali memimpin sidang lanjutan perkara dugaan penyuapan dengan terdakwa Nurdin Abdullah NA di Ruang Sidang Harifin Tumpa PN Makassar Jl Kartini, pada Kamis (02/09/2021).