merdekanews.co
Senin, 24 Agustus 2020 - 08:53 WIB

Edukasi Nasabah Gagal Bayar Via WA Dijerat Tersangka, Onggowijaya: Pelapor tidak Punya Legal Standing 

Gaoza - merdekanews.co
H. Onggowijaya, SH, MH, kuasa hukum Sukisari

Jakarta, MERDEKANEWS --  Hanya gara-gara membuat grup WatssApp (WA), Sukisari, SH, advokat yang menjadi kuasa hukum nasabah gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

Sukisari, SH ditetapkan tersangka dengan tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah melalui media elektronik terhadap KSP Indosurya (ISP) sebagaimana dimaksud Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (3) UU 19/2016 Jo. UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Padahal, grup WatssApp SKF-ISP Kreditur Group dan SKF-ISP Kreditur Group 2 dibuat Sukisari untuk mengedukasi nasabah/kreditur mengenai proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). 

"UU No 37 Thn 2004 Tentang Kepailitan & PKPU dan sesuai putusan No 66/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst pada tangal 29 April 2020, yaitu semua nasabah/kreditur harus menagih ke Pengurus PKPU yang telah ditetapkan Majelis Hakim dan karena debitur KSP Indosurya adalah koperasi, maka berlaku juga UU No. 25 THN 1992 Tentang Perkoperasian," ujar H. Onggowijaya, SH, MH, kuasa hukum Sukisari kepada wartawan, Senin (24/8/2020) di Polda Metro Jaya.

Onggo, demikian akrab Onggowijaya disapa, mengatakan bahwa Sukisari sama sekali tidak pernah membuat grup WatssApp dengan nama grup Karyawan Bersama Nasabah, ISP Kreditur grup, AKI Nasional No DP Pailit, AKI Tangerang Bekasi Bogor, Bersatu No DP Pailit. "Jadi penetapan tersangka terhadap klien kami Sukisari salah alamat," tegas Onggo dan menyebut Senin (24/8/2020) siang ini kliennya diperiksa lanjutan sebagai tersangka di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

Onggo menyebut Sukisari dilaporkan oleh seseorang yang mengaku advokat dengan inisial JLP, kuasa hukum pihak Indosurya. Laporannya bernomor: TBL/3241/VI/2020/SPKT PMJ/Ditreskrimsus. "Padahal saat itu JLP belum berstatus sebagai advokat, karena yang bersangkutan baru dilantik menjadi advokat pada 5 Agustus 2020 di Pengadilan Tinggi DKI," terang Onggo.

Sebagai kuasa hukum, Onggo melihat adanya kejanggalan di balik kasus ini. Pasalnya, proses pemeriksaan pada dokumen panggilan kepolisian juga berubah-ubah. "Korban berubah dari sebelumnya terhadap korban Sdr. Henry Surya dan KSP Indosurya menjadi terhadap korban Koperasi Simpan Pinjam Indosurya (ISP)," beber Onggo.

Hal ini, katanya, jelas bertentangan dengan Pasal 14 Ayat (2) Perkap No. 8 Thn 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri: “Dalam melakukan tindakan pemanggilan dilarang membuat surat panggilan yang salah isi dan/atau formatnya, sehingga menimbulkan kerancuan bagi yang dipanggil."
 

Pengurus tidak Punya Mandat Melapor Pasal Pencemaran Nama Baik

Onggo menjelaskan bahwa kasus yang dihadapi kliennya adalah delik aduan. Hal ini mengacu pada Pasal 27 Ayat (3) jo. Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang No. 19 Thn 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berdasarkan Pasal 45 Ayat (5) menyatakan, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan delik aduan.

Kemudian Penjelasan Atas UU RI No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Pada Pasal 27 Ayat (3) bahwa Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUHP.

Karena Ketentuan Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan delik aduan. "Sedangkan pelapor JLP tidak memiliki Legal Standing dan Terlapor masih dalam Lidik, maka jelas sekali Pelapor bukan melaporkan Sukisari, SH sebagai Terlapor dan bukan melaporkan WatssApp Grup SKF-ISP Kreditur Group dan SKF-ISP Kreditur Group 2," jelas Onggo.

Menurutnya, karena korban adalah Koperasi Simpan Pinjam Indosurya (ISP), maka berlaku Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, dimana pada pada Pasal 1 Angka 1 menyatakan: “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.”

Onggo menjelaskan, Sukisari melakukan edukasi terhadap orang sebagai anggota badan hukum koperasi adalah kreditur/anggota Koperasi Simpan Pinjam Indosurya (ISP) lantaran mereka telah menjadi korban dalam pengelolaan Koperasi Simpan Pinjam Indosurya (ISP). "Bagaimana mungkin Koperasi Simpan Pinjam Indosurya (ISP) bisa menjadi korban perkara dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan atau fitnah?" Onggo menjelaskan dengan nada tanya.

Apalagi, katanya, sesuai Pasal 22 Ayat  (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian menyebutkan bahwa Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. "Pertanyaannya, apakah Pengurus telah mendapatkan mandat dari anggota untuk melaporkan Advokat Sukisari, SH yang telah memberikan edukasi kepada anggotanya sendiri?" terang Onggo.

Dari rangkaian di atas, ditegaskan Onggo, jelas ada yang keliru terhadap penetapan status tersangka kliennya tersebut. Onggo menduga ada pelanggaran prosedur telah dilakukan penyidik dalam menetapkan status tersangka Sukisari. 

Onggo menyebut proses penetapan tersangka Sukisari berlangsun cepat tanpa interview, dan semua surat dengan tanggal yang sama, yaitu tanggal 17 Juni 2020. "Patut diduga proses penyidikan tanpa melalui proses penyelidikan dan dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur, sehingga pemanggilan klien kami sebagai saksi, pemeriksaan oleh penyidik, penyitaan  dan penetapan sebagai tersangka tidak sah menurut hukum," ujar Onggo. (Gaoza)