Jakarta, MERDEKANEWS - Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mengakui bahwa penerimaan pajak tahun ini, bakal meleset dari target Rp1.283,57 triliun. Lalu bagaimana tahun depan? Jangan-jangan mlintir juga.
Pengamat perpajakan Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji, mengatakan, target penerimaan pajak 2018, masih akan sulit diraih. Karena, risiko internal maupun eksternal, masih sangat besar.
"Target sebesar Rp1.423,9 triliun di 2018 agaknya menjadi sulit untuk tercapai jika dihitung dari pertumbuhan dengan basis realisasi 2017 yang paling optimal berada di angka Rp1.145,0 triliun," kata Bawono dalam pernyataan kepada media di Jakarta, Kamis (21/12/2017).
Bawono mengatakan, pemerintah sudah memiliki dua modal besar untuk mengejar target penerimaan di 2018 karena telah mempunyai basis data hasil program pengampunan pajak dan data dari pertukaran informasi pajak yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Meski demikian, target tersebut dirasakan masih terlalu tinggi, karena pertumbuhan realisasi penerimaan pajak rata-rata saat ini hanya mencapai kisaran 5,6%, atau masih jauh dari angka pertumbuhan ideal yakni 24,4%."Paling tidak harus ada pertumbuhan penerimaan pajak sebesar Rp278,9 triliun atau sekitar 24,4 persen. Padahal, rata-rata pertumbuhan realisasi nominal pada kurun waktu 2014 hingga 2017 saja hanya sebesar 5,6 persen," jelasnya.
Selain itu, kondisi politik di 2018, harus menjadi pertimbangan tersendiri. Karena, suhu politik diperkirakan dapat panas lebih cepat dan bisa mengurangi upaya untuk mengawal agenda reformasi pajak yang selama ini sudah berjalan dengan baik.
Dengan situasi tersebut, Bawono memperkirakan realisasi penerimaan pajak di 2018 hanya berada pada kisaran Rp1.219,2 hingga Rp1.242,1 triliun, atau hanya sekitar 85,6%-87,2% dari target sebesar Rp1.423,9 triliun."Dengan estimasi tersebut maka jumlah 'shortfall' yang ada di 2018 setidaknya adalah Rp181,8 triliun," katanya.
Kondisi tersebut, lanjut dia, bisa mengakibatkan terjadinya pelebaran defisit anggaran yang ditargetkan 2,19 persen terhadap PDB, padahal pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan dari penerbitan surat utang.
Untuk itu, Bawono mengharapkan pemerintah tetap fokus kepada pelaksanaan agenda reformasi pajak serta terus menjaga kepatuhan wajib pajak melalui dua hal yaitu kepastian hukum dan kestabilan lingkungan pajak. "Selain itu, menggali sumber-sumber pendanaan dari luar pajak harus dilakukan, misalnya melaksanakan komitmen untuk memperluas objek cukai," ujarnya.
#Pajak#MenkeuSMI# (Setyaki Purnomo)
-
Terima THR Lebih Kecil, Netizen Nggak Ikhlas Potongan PPh 21, Begini Penjelasan DJP Banyak netizen yang tidak ikhlas dengan potongan PPh 21, mereka mempertanyakan perhitungan mengenai PPh 21 untuk THR
-
Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Hingga Pertengahan Maret 2024 Capai Rp342,88 Triliun Mayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil. Seperti halnya PPH 21 berhasil dikumpulkan mencapai Rp 59,91 triliun atau berkontribusi terhadap total penerimaan sebesar 17,47 persen
-
Sri Mulyani Imbau Masyarakat Laporkan SPT Pajak Tepat Waktu 31 Maret 2024 Hingga Kamis (21/03/2024) pukul 23.00 WIB jumlah pelaporan SPT pajak orang pribadi telah mencapai 9,6 juta wajib pajak, atau naik 7,7 persen dari tahun sebelumnya.
-
Pemerintah Berikan Insentif Pajak Pacu Produksi dan Adopsi Kendaraan Listrik Dalam Negeri Produsen EV dapat menikmati paket insentif impor dan PPnBM tersebut hingga akhir 2025. Selanjutnya, produsen wajib memenuhi ketentuan produksi EV di dalam negeri atau “hutang produksi” hingga akhir 2027, sesuai dengan ketentuan TKDN yang berlaku
-
Kontribusi Nyata Untuk Negeri, 5 Tahun Terakhir Setoran Dividen dan Pajak BRI ke Negara Capai Rp149,2 Triliun Hingga akhir Desember 2023 kinerja BRI tercatat tumbuh positif dan berkelanjutan. Secara konsolidasian aset perseroan tumbuh 5,3% yoy menjadi sebesar Rp1.965,0 triliun, dan membukukan laba sebesar Rp60,4 triliun atau tumbuh 17,5% year on year (yoy).