merdekanews.co
Selasa, 19 Desember 2017 - 13:45 WIB

BBM Satu Harga di Papua Antara Klaim dan Realita

Setyaki Purnomo - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS - Untuk meralisasikan kebijakan BBM Satu Harga, PT Pertamina (Persero) merealisasikan 42 Lembaga Penyalur BBM sampai dengan Minggu kedua Desember 2017. Targetnya terbentuk 54 Lembaga Penyalur.
 
Berdasarkan rilis kepada media di Jakarta, Selasa (19/12/2017), dengan tambahan penyalur BBM ini, masyarakat bisa semakin mudah menikmati layanan BBM Satu Harga sesuai Perpres yang ditetapkan pemerintah.
 
Salah satu pekerjaan rumah yang harus dicarikan solusinya adalah keberadaan pengecer, atau penjual di luar lembaga penyalur resmi Pertamina. Di mana, harga jual dari pengecer tidak bisa dikontrol dan cenderung mencari keuntungan berlipat.

Dalam hal ini peran pemerintah daerah sangat vital dalam mengatur, mengawasi dan mencegah pengecer tidak membeli BBM dalam jumlah yang berdampak kepada menyusutnya persediaan di lembaga penyalur BBM. Akibatnya, harga BBM bisa menjadi mahal dalam sekejab.
 
Unit Manager Communication & CSR PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region VIII, Eko Kristiawan, menyampaikan, upaya meminimalisir skenario tersebut, ditempuh Pertamina dengan menjaga persediaan BBM di SPBU yang menjadi lokasi program BBM Satu Harga.

Semisal di Yahukimo, sampai saat berita ini diturunkan, tidak pernah terputus distribusinya. Artinya, volume BBM untuk masyarakat di sana sudah sangat memadai.
 
“Khusus untuk di Yahukimo, pengiriman menggunakan kapal dengan supply point dari jobber timika, beberapa bulan terakhir SPBU kompak menambah sarana penyimpanan BBM sehingga bisa memuat lebih banyak BBM maka tidak pernah lagi terjadi kekosongan BBM di SPBU Kompak," kata Eko.
 
Posisi stock terakhir menjelang Natal dan Tahun Baru 2018, mencapai level yang sangat aman. Untuk BBM jenis premium dan solar, cukup untuk 20 hari ke depan jika dibanding rata-rata penjualan normal.
 
Distribusi BBM dari Timika ke Yahukimo, menggunakan kapal berjenis tongkang dan tug boat. Apabila kondisi perairan berlangsung normal, perjalanan memakan waktu sekitar 5 hari. Namun bila debit air sungai surut, pengiriman bisa molor hingga 14 hari.

"Meskipun medan yang dilalui begitu sulit, Pertamina terus berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk menjaga ketahanan Energi di seluruh penjuru Indonesia," kata Eko.
 
Untuk mensukseskan program BBM Satu Harga, Eko menekankan perlunya dukungan dari aparat dan pemda. Khususnya menyangkut pengawasan implementasi program mulia yang dicanangkan Presiden Joko Widodo itu. Agar warga Papua bisa mendapatkan  BBM dengan harga terjangkau. 'Selain itu guna mewujudkan prinsip-prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," pungkas Eko.

Sebelumnya, tokoh agama Papua, Pastor John Djonga, bilang, kebijakan bahan bakar minyak (BBM) satu harga di Papua, belum berjalan seutuhnya.

Dia bilang, harga BBM di Papua bisa setara dengan Jawa, ketika Presiden Joko Widodo blusukan. Namun, tak lama Jokowi meninggalkan Papua, harga BBM kembali normal, atau naik lagi. "Setelah beliau pulang, satu-dua minggu, harga kembali 'normal'," kata John dalam sebuah Seminar di Jakarta.

John merasa yakin bahwa pernyataan tersebut tidak mengada-ada. Lantaran, dia melihat langsung di Yahukimo, Papua.

Misalnya, ketika Jokowi mencanangkan program BBM Satu Harga di Yahokimo pada Oktober 2016, seketika harga BBM seperti di Jawa, yakni Rp6.450 per liter untuk premium dan solar senilai Rp5.150 per liter.

Tak lama setelah Jokowi meninggalkan Tanah Papua, harga BBM kembali mahal. Bahkan, menjelang peringatan Natal 2017 dan Tahun Baru 2018, harga BBM mendekati Rp100 ribu per liter.

Harus diakui, gagasan Jokowi tentang BBM Satu Harga, cukup brilian dan mulia. Mengurangi beban rakyat Papua serta implementasi dari keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.

Hanya saja, gagasan yang cerdas tidak cukup. Yang utama adalah pelaksanaan di lapangan, khususnya soal kontrol."Sekarang siapa yang harus mengawai dan menjalankan? Pejabat di daerah itu, lebih banyak di Jayapura atau Jakarta," kata John.

  (Setyaki Purnomo)