merdekanews.co
Jumat, 11 Oktober 2019 - 11:29 WIB

Wiranto Tertusuk, PR Besar Intelijen Wilayah

Gaoza - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS -- Pengamat intelijen dan terorisme dari Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib, menyoroti masalah pemetaan kelompok teroris terkait ditusuknya Menko Polhukam, Wiranto, di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019).

Ridlwan mengatakan, tindakan teror selalu berkejaran atau berlomba dengan upaya penangkalannya.

"Kelompok teroris itu kan adu cepat dan adu strategi. Selalu berusaha selangkah lebih maju dari aparat keamanan. Maka, ini PR bersama. Misalkan, soal kunjungan VVIP, bagaimana intelijen wilayah memetakan?" kata Ridlwan saat dihubungi wartawan, Kamis (10/10/2019).

Dia menuturkan, intelijen wilayah itu ada Polsek dan Korem. Intelijen itu kemudian memetakan wilayah.

Ridlwan menilai, pelaku di Pandeglang berhasil menyusup di saat terakhir Wiranto hendak meninggalkan lokasi.

"Misalnya, kalau Pak Wiranto mau ke Menes, kira-kira ada nggak kelompok-kelompok, atau organisasi, atau orang perorangan, yang kira-kira mengarah ke tindakan terorisme. Kalau ada, ya langsung segera lakukan langkah pencegahan. Misalnya apakah ditangkap dulu, atau dijauhkan dari lokasi. Ini sebenarnya protap, ya. Sudah baku. Saya kira, yang di Menes ini, kelompok ini berhasil menyusup di akhir-akhir Wiranto mau terbang itu," ujarnya.

Ridlwan menjelaskan, langkahnya tidak hanya pemetaan. Tapi setelah data diperoleh, lalu diberikan ke polisi yang berwenang dalam penindakan.

"Intelijen itu tidak bisa menangkap, ya. Tidak punya kewenangan penangkapan. Maka itu segera dibagi informasinya ke instansi yang bisa nangkap, polisi. Jangan kemudian ada menahan informasi, tidak mau power sharing," ucapnya.

Ridlwan juga menyoroti kelengahan pengamanan dalam penusukan yang menimpa Wiranto.

Para pelaku berpura-pura sebagai warga yang menunggu mobil Wiranto mendekat. Jarak pelaku saat menunggu hanya 3 meter dari sasaran.

"Ini kelengahan pihak pengamanan setempat," kata Ridlwan.

Dari cara memegang senjata saat dihunjamkan ke sasaran, dia menilai pelaku cukup terlatih.

Teroris, katanya, memegang senjata dengan teknik reverse grip atau pegangan terbalik yang mengakibatkan daya hunjaman dua kali lebih kuat dari gaya pegang biasa.

Ridlwan menilai, informasi kunjungan Wiranto ke Desa Menes, Pandeglang, yang memicu kedua pelaku untuk beraksi.

Dia juga mengatakan, aksi itu sudah terencana. Termasuk teknik pelaku menyembunyikan senjata tanpa terdeteksi petugas keamanan.

Serangan terorisme terhadap Wiranto dilakukan 10 hari jelang pelantikan Presiden Jokowi. Ridlwan menilai, perlu ada persiapan menghadapi skenario terburuk untuk mengantisipasi serangan jelang pelantikan Jokowi.

"Harus ada persiapan menghadapi skenario terburuk. Jadi, misalnya, rute Presiden dari DPR ke Istana itu harus benar-benar steril," ujarnya.

Selain itu, dia menilai, harus diwaspadai juga serangan terorisme simbolik. Terorisme simbolik itu seperti melempar bendera ISIS.

Serangan simbolik itu memang tidak melukai, tapi bisa membuat citra terorisme moncer.

"Jangan lupa, pasti akan ada kerumunan massa saat pelantikan itu. Itu juga harus diantisipasi. Kalau skenario mereka, misalnya, dengan mengorbankan diri, seperti berlari ke arah iring-iringan. Jadi mereka niatnya memang untuk mati. Skenario-skenario ini harus diwaspadai paspampres terutama," paparnya.  (Gaoza)






  • Taspen Jamin Perawatan Menko Polhukam Wiranto Taspen Jamin Perawatan Menko Polhukam Wiranto Taspen menjamin perawatan dan proses pemulihan Menko Polhukam Wiranto yang ditusuk pelaku teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Syahrial Alamsyah alias Abu Rara, Kamis, (10/10).