merdekanews.co
Senin, 10 Juni 2019 - 19:32 WIB

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Saya Banding

Hakim Berbeda Pendapat! Karen Agustiawan Tidak Terbukti Melakukan Tindak Pidana Korupsi 

Atha - merdekanews.co
Mantan Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan menyatakan banding di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2019).

Jakarta, MERDEKANEWS - Eks Direktur PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan alias Karen Agustiawan menyatakan banding usai majelis hakim menjatuhkan vonis delapan tahun penjara atas kasus investasi Pertamina di blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.

Karen menegaskan langkah banding vonis hukum diambilnya setelah mempertimbangkan hakim yang menyatakan tidak ada aliran dana kepadanya dan tidak ada kecurangan terkait investasi Pertamina di blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia.

"Telah dibuktikan tidak ada fraud, tidak ada aliran dana, ini hanya digunakan swasta yang dibuat-buat seolah-olah ini tidak due dilligence," kata Karen usai sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (10/6).

Pada kesempatan itu, Karen mengingatkan kepada seluruh jajaran direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar berhati-hati dalam mengambil keputusan, sehingga tidak bernasib sama sepertinya. Istilah 'dikarenkan' ia gunakan sebagai gambaran adanya dugaan kriminalisasi terhadapnya.

"Karena semuanya ini masih bisa di-karen-kan," tegasnya.

Melihat pertimbangan majelis hakim dan satu pendapat berbeda dari hakim ad hoc Tipikor, Anwar, Karen bersikukuh ia bebas dari segala tuntutan.

"Saya harusnya bebas. Saya enggak ngerti kenapa (divonis) 8 tahun," kata Karen seraya menemui rekan dan keluarga yang hadir persidangan.

Seperti diketahui dalam vonis hakim, Karen dibebaskan pembayaran uang pengganti sebagaimana tuntutan jaksa yang menuntutnya pidana penjara selama 15 tahun dan membayar uang pengganti Rp 284 miliar. Aturan uang pengganti sesuai dalam Pasal 18 undang-undang Tipikor yang mengatur perampasan harta benda dari hasil kejahatan tindak pidana korupsi.

Vonis hakim terhadap Karen lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut Karen pidana penjara selama 15 tahun denda Rp 1 miliar serta uang pengganti Rp 284 miliar.

Dissenting Opinion

Vonis hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Karen 15 tahun penjara dan dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Karen juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp284 miliar.

Sebelum menjatuhkan putusan, salah satu Hakim anggota Anwar menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan. Hakim Anwar menyatakan Karen tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

"Menyatakan terdakwa Karen Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan dakwaan primer dan subsider," kata Anwar membacakan pendapat berbeda dalam dalam sidang vonis Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2019).

Anwar meyakini Karen sebagai Direktur Utama Pertamina atau Direktur Hulu Pertamina memutuskan investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) bersama direksi lainnya. Keputusan dalam investasi tersebut diambil secara kolektif kolegial.

"Pada saat terdakwa Karen Agustiawan menjabat sebagai Dirut Pertamina atau Direktur Hulu Pertamina yaitu memutuskan bersama-sama dengan direksi Pertamina lainnya untuk melakukan investasi participating interest (PI) blok BMG Australia, di mana keputusan diambil kolektif kolegial," jelas Anwar.

Menurut Anwar, Karen bersama direksi Pertamina meminta persetujuan Dewan Komisaris saat investasi tersebut karena terdapat surat memorandum pada 2 April 2009. Setelah surat itu diterima, anggota Komisaris Humayun Bosha menghubungi komisaris lain.

"Setelah permohonan akuisisi tersebut diterima, Komisaris Humayun Bosha menghubungi komisaris lain, Umar Said, dengan mengatakan tidak membolehkan akuisisi yang diajukan berdasarkan memorandum karena pengoperasian blok BMG tidak optimal dan tidak akan menguntungkan serta tidak menambah cadangan minyak," jelas dia.

Anwar juga berpendapat Karen dan direksi lainnya ingin mengembangkan Pertamina dengan cara investasi di blok BMG untuk menambah cadangan minyak. Jadi perbedaan pendapat Karen dengan Dewan Komisaris tidak dinilai melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan.

"Jadi perbedaan pendapat tersebut tidak dapat dikatakan terjadi perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan karena pembuatan keputusan yang tepat guna adalah direksi bukan di komisaris. Sedangkan dewan komisaris mempunyai tugas melakukan pengawasan dan nasihat dan bisnis hulu migas penuh dengan ketidakpastian, di mana saat ini belum ada teknologi yang bisa menentukan cadangan minyak tengah dan dasar laut," papar dia.

"Meski melakukan bisnis hulu dengan penuh kehati-hatian semua persyaratan dan administrasi sudah dipersiapkan sedemikian rupa, tetapi tetap tidak ada kepastian cadangan minyak di bawah laut dan kemungkinan besar akan gagal," lanjut hakim Anwar.

Terkait kerugian negara sebesar Rp 568 miliar, Anwar berpendapat kerugian negara tidak digunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan hanya bisnis investasi blok BMG. Apalagi pembayaran investasi tersebut ditransfer dengan bukti yang jelas dari bank Australia.

"Hakim anggota berpendapat lain karena tidak serta-merta kerugian tersebut kerugian negara karena tidak digunakan untuk kepentingan terdakwa, tapi kepentingan bisnis akuisisi blok BMG Australia dan pembayaran melalui transfer jelas lewat Bank Australia. Hal ini sesuai terungkap fakta persidangan Karen belum terbukti adanya memperkaya diri sendiri atau dirinya sendiri," papar hakim Anwar.

Untuk kerugian negara, Anwar menilai perlu bukti ada-tidaknya perbuatan persekongkolan yang dilakukan Karen dengan Roc Oil Company Limited (ROC) Australia selaku pemilik blok BMG. Selain itu, ROC Ltd tidak pernah bersaksi dalam persidangan perkara ini.

"Dengan demikian, tidak dapat merupakan kerugian negara karena dilakukan terdakwa dan jajaran direksi lain dalam rangka melakukan bisnis atau usaha Pertamina namanya bisnis ada risiko dan ruginya namanya risiko bisnis maka ada kerugian negara tidak serta merta menjadi kerugian negara," tutur Anwar.
  (Atha)