merdekanews.co
Senin, 25 Maret 2019 - 14:50 WIB

Skandal Proyek Supply Services

Diduga Rugikan Negara Rp 193 Miliar, Sudirman Said Dilaporkan ke Bareskrim 

Atha - merdekanews.co
Mantan Menteri ESDM Sudirman Said

Jakarta, MERDEKANEWS - Mantan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, mantan Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi,  dan Djoko Siswanto selaku mantan Deputi Pengendalian Pengadaan ESDM dilaporkan ke Bareskrim Polri. Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) melaporkan atas dugaan skandal Proyek Sorong Supply Services yang dilaksanakan BP Tangguh LNG SKK Migas di Sorong, Papua.

Diperkirakan terdapat potensi kerugian negara dalam proyek Shorebase Supply Services di Sorong Papua sebesar Rp 193 miliar. Oleh karena itu Alaska mendorong Bareskrim Polri untuk segera mengusut tuntas dugaan permainan Proyek Shorebase Supply Services di Sorong Papua. 

Selain Sudirman Said, turut dilaporkan juga Amien Sunaryadi, mantan Kepala SKK Migas, serta Djoko Siswanto yang saat itu menjabat sebagai Deputi pengendalian pengadaan ESDM. Laporan Alaska ke Bareskrim dengan nomor LP : 007/Alaska/III/19 pada tanggal 25, Maret 2019. 

Alaska melaporkan mantan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, mantan Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi,  dan Djoko Siswanto selaku mantan Deputi Pengendalian Pengadaan ESDM ke Bareskrim Polri.

Koordinator Alaska, Adri Zulpianto mengatakan, laporan tiga orang tersebut ke Bareskrim karena pihaknya menemukan dugaan permainan dalam Proyek SKK Migas. Proyek bermasalah yang ditemukan Alaska adalah tender Sorong Supply Services yang dilaksanakan BP Tangguh LNG SKK Migas.

"Awal mula permainan proyek tersebut terjadi sejak 2015. Kala itu SKK Migas memiliki beberapa proyek Shorebase Supply Services di antaranya berlokasi di Lamongan dan Gresik Jawa Timur serta di Sorong Papua," ujar Adri usai melapor di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (25/3/2019).

Adri menuturkan, proyek yang berlokasi di Jawa Timur nilainya sebesar Rp 541 miliar. Namun dalam perjalanannya dibatalkan sepihak oleh SKK Migas. SKK Migas berdalih pembatalan proyek di Jawa Timur karena SKK Migas telah menerbitkan persetujuan tender Sorong Shorbase pada Juni 2017.

"Tapi berdasarkan temuan, proyek Shorebase Supply Service yang berlokasi di Sorong Papua terindikasi kuat dibumbui permainan," paparnya.

Adri mengungkapkan, dugaan permainan tersebut terjadi sejak proses tender. Diduga pihak panitia lelang mengarahkan perusahaan tertentu untuk menjadi pemenang. Peserta tender dalam proyek Shorebase Supply Service yang berlokasi di Sorong Papua diikuti oleh tiga perusahaan yakni, Petrosea, Ekanuri dan Prima Jasa Logistik (PJL). 

Anehnya, pada saat tender baru dimungkinkan ada dugaan pihak Petrosea telah melaksanakan konstruksi fasilitas shorebase kurang lebih setahun lebih awal. Sehingga diduga kuat pihak BP sejak awal mengarahkan Petrosea untuk menjadi pememang Proyek.

Karena proses tender sejak awal memang dijalankan tidak sesuai ketentuan. Dampaknya Ekanuri dan PJL langsung gugur di tahap administrasi. Indikasi pihak panitia lelang mengarahkan Petrosea untuk menjadi pememang proyek semakin kuat, terlihat dari spesifikasi persyaratan yang ada dalam dokumen tender mengarah kepada fasilitas yang telah dibangun oleh Petrosea.

"Selain dugaan permainan dalam proses tender, nilai proyek yang diajukan Petrosea sebesar Rp 734 miliar juga kelewat mahal. Apalagi jika dibandingkan dengan proyek yang sama yakni Shorebase Supply Services yang berloasi di Jawa Timur estimasi biaya yang dibutuhkan angkanya tidak lebih dari Rp 541 miliar," paparnya. 

Akibatnya, sambung Adri, terdapat poensi kerugian negara dalam proyek Shorebase Supply Services di Sorong Papua sebesar Rp 193 miliar. 

"Pihak-pihak yang bertanggungjawab atas proyek ini harus segera dipanggil dan diperiksa, seperti Sudirman Said yang saat itu menjabat sebagai Menteri ESDM, Amien Sunaryadi yang saat itu menjabat sebagai Kepala SKK Migas, serta Djoko Siswanto yang saat itu menjabat sebagai Defuti pengendalian pengadaan," pungkasnya.

Terkait tidak melaporkan tiga orang tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingat nilai kerugian mencapai Rp 193 miliar, Adri mengatakan, selain ke Bareskrim, pihaknya juga akan melaporkan. Namun laporan ke KPK akan dilakukan setelah laporan ke Bareskrim selesai.

"Nanti akan lapor juga ke KPK. Tapi untuk sementara kita laporkan dulu ke Bareskrim," tandasnya.
  (Atha)