merdekanews.co
Kamis, 21 Februari 2019 - 09:00 WIB

Bosnya Disebut Sudirman Bikin Pertemuan Rahasia dengan Moffet, Jonan tak Terima

Setyaki Purnomo - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS - Menteri ESDM Ignatius Jonan buka suara terkait tudingan Sudirman Said tentang pertemuan “rahasia” Presiden Joko Widodo dengan James R Moffet di Istana Negara saat masih menjadi bos Freeport McMoran Inc.

Menurut Jonan yang mengaku tidak tahu ada pertemuan rahasia antara Jokowi dan Moffet, namun pernyataan Sudirman terkait surat sangatlah tidak relevan. Sebab, proses negosiasi diveatasi 51% saham Freeport Indonesia oleh PT Inalum mengenyampingkan surat-surat lama.

“Enggak tahu saya. Tapi, misalnya toh pertemuan itu ada dan surat itu ada, itu enggak relevan. Semasa saya ditugaskan ke sini, ditinggalkan semua (surat itu). Mulai dari nol. Saya ingin klarifikasi saja karena saya ditugaskan disini, bukan apa-apa karena saya ditugaskan di sini,” kata Jonan saat jumpa pers di Keementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu malam (20/2/2019).

Jonan juga mengaku tak pernah melihat surat itu. Dia juga tak pernah ditunjukan surat itu. “Saya sih punya arsipanya, tapi kita state dari awal presiden inginnya arahan empat ini, udah selesai,” ujar dia.

Dia mengatakan, dark pengetahuannya sejak menjadi menteri di kabinet kerja, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mau melakukan pertemuan khusus terkait Freeport. “Setahu saya presiden tidak mau menerima secara khusus, pokoknya syaratanya empat itu sampai perjanjian diselesaikan itu baru ketemu di TV itu,” kata dia.

Dia pun menyindir pernyaraan Sudirman ini. Menurut dia tak elok seorang mantan mengumbar hal itu. “Kalau mantan itu sebaiknya enggak komentar lah,” ujar dia.

“Saya berhenti sebgaai menhub saya komentar, enggak? enggak sama sekali. sampai sekarang saya tidak komentar pak menhub yang sekrang tidak ada sama sekali kan. Apapun yang dulu ditulis oleh beliau sebelum saya dan misalnya ada pertemuan itu saya juga tidak tahu ada atau tidak, hasil pertemuan tidak menjadi sentimen mendasar,” kata dia.

Sebelumnya Sudirman Said menceritakan kronologi keluarnya surat yang sempat menjadi polemik. Surat yang disebut-sebut sebagai cikal bakal perpanjangan izin kontran Freeport.

“Saya ceritakan kronologi tanggal 6 Oktober 2015 jam 08.00 WIB, saya ditelpon ajudan presiden untuk datang ke Istana. “Saya tanya soal apa pak, dijawab tidak tahu. Kira-kira 8.30 saya datang ke istana. Kemudian duduk 5-10 menit, langsung masuk ke ruangan kerja Pak presiden,” kata Sudirman menceritakan.

Namun, kata dia, pertemuan yang cukup penting, presiden melalui asisten pribadi mengatakan bila pertemuan itu seolah-olah tidak pernah ada.“Sebelum masuk ke ruangan kerja saya dibisikin oleh asisten pribadi. “Pak menteri pertemuan ini tidak ada”. Saya lakukan inu semata-mata agar publik tahu,” ujar dia.

Bahkan, lanjut dia, demi merahasiakan pertemuan itu, sekretaris kabinet dan sekretaris negara yang mencatat setiap jadwal presiden pun tidak tahu. “Kan ada Setneg, Sekab tapi dibilang pertemuan ini tidak ada,” kata dia.

Ia pun menuruti pesan yang disampaikan asisten pribadi presiden. Kemudian dia masuk kedalam ruang rapat di Istana Negara. Sesampainya di ruangan rapat, dia merasa sangat kaget bahwa didalam sudah ada James R. Moffet yang saat itu adalah bos Freeport McMoran Inc.

“Tidak panjang lebar presiden (Jokowi) mengatakan “tolong disiapkan surat seperti apa yang diperlukan. Kira-kira kita ini menjaga kelangsungan inveastasi nanti dibicarakan setelah pertemuan ini”, baik,” kata Sudirman menceritakan apa yang disampaikan Jokowi.

Di pertemuan itu, Moffet menyampaikan draft tentang kelangsungan investasi PT Freeport di Indonesia. Tapi, Dirmab tidak mau, dia pun memilih membuat draft yang posisinya lebih menguntungkan Indonesia. “Saya bilang ke Moffet bukan begini cara saya kerja. Kalau saya ikuti draft-mu, maka akan ada preseden negara didikte oleh korporasi. Dan saya akan buat draft yang melindungi kepentingsn republik. “Oh baik”,” kata dia.

Setelah draft selesai, dia pun menemui Presiden Jokowi untuk menunjukannya. “Saya katakan (ke Presiden) drafnya seperti ini dan saya belum tanda tangan. Bapak dan ibu tahu komentar presiden apa? Presiden mengatakan, lho begini saja sudah mau. Kalau mau lebih kuat yang diberi saja,” kata dia.

Dengan demikian, lajut dia, surat tanggal 7 Oktober 2015 itu bukan inisiatif dirinya. Melainkan atas perintah Presiden Joko Widodo.

    
    
   (Setyaki Purnomo)