
Jakarta, MERDEKANEWS - Kasus suap jual beli jabatan ternyata masih menghantui birokrasi pemerintahan Jokowi. Terbaru kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK Ketua Umum Partai Rohamurmuziy terkait jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Merespons hal tersebut, pengamat kejaksaan Fajar Trio Winarko meminta KPK juga mengawasi proses lelang jabatan di Kejaksaan Agung. Hal itu mengingat polemik promosi anak Jaksa Agung, Bayu Adhinugroho sebagai Kajari Jakbar dan Sugeng Riyanta sebagai Kajari Jakpus.
"Jika tak ingin dituding setengah hati, KPK harusnya menyelidiki polemik promosi jabatan di Kejaksaan Agung. Apakah sudah sesuai dengan merit system atau belum," kata Fajar di Jakarta, Senin (18/3/2019).
Sistem merit merupakan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar tanpa membedakan ras, agama, asal usul, jenis kelamin, maupun kondisi kecacatan.
Untuk menyelidiki dugaan jual beli jabatan tersebut, Fajar menyebut KPK bisa menggandeng Kementerian PANRB dan Ombudsman. Hal itu perlu dilakukan mengingat kerugian negara dalam jual beli jabatan per tahun bisa mencapai Rp 35 triliun.
"Asal tahu saja, angka itu hanya menghitung potensi jual beli jabatan untuk posisi di tingkat eselon I, II, dan III saja. Belum termasuk potensi jual beli jabatan di tingkat eselon IV," imbuhnya.
Melihat dugaan potensi kerugian negara akibat jual beli jabatan tersebut, Fajar mendesak KPK untuk memeriksa Jaksa Agung Muda Pembinaan dan Kepala Biro Kepegawaian Kejaksaan Agung RI.
”KPK bisa mencari bukti dengan menyadap nomor-nomor pejabat tinggi di Kejagung, seperti Jambin, ataupun Karopeg. Bahkan Jaksa Agung sekalian," jelasnya.
Fajar pun menantang kejaksaan untuk blak-blakan soal proses dan prosedur pemilihan Bayu dan Sugeng sebagai Kajari. Yakni tahapan proses pengisian jabatan, mulai dari pembentukan panitia seleksi instansi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon siapa saja, prestasi hingga penetapan.
Terkait alasan bahwa Jaksa Agung abstain dalam rapat pimpinan pemilihan Kajari, Fajar menduga posisi abstain tersebut hanyalah formalitas belaka.
"Semoga saja para Jaksa Agung Muda saat mengusulkan nama pejabat tidak sekedar asal bapak senang semata," kata dia.
(Atha)
-
Soal Direksi BUMN Bukan Penyelenggara, Ketua KPK: Tetap Wajib Serahkan LHKPN ketentuan Pasal 9G Undang-Undang BUMN dapat dimaknai status penyelenggara negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN
-
Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto Jadi Plt Direktur Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjuk juru bicaranya Tessa Mahardhika Sugiarto sebagai Plt Direktur Penyelidikan
-
Singgung Soal Korupsi, Erick Thohir Respons Soal Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara dengan tidak terpenuhinya unsur penyelenggara negara, jajaran direksi di perusahaan pelat merah akan semakin sulit ditangkap bila melakukan tindak pidana korupsi
-
Bukan Rezeki, Guru Terima Hadiah dari Orang Tua Murid Tapi Bentuk Gratifikasi! guru yang menerima hadiah dari orang tua murid saat kenaikan kelas merupakan bentuk dari gratifikasi, bukan rezeki
-
Boby Nasution Menantu Jokowi Datangi KPK, Ada Apa Nih? menantu Jokowi itu menjelaskan, selain dirinya, tujuh kepala daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara turut diundang