merdekanews.co
Kamis, 07 Februari 2019 - 00:38 WIB

Oleh: Joko Intarto

DISRUPSI, PELUANG ATAU ANCAMAN?

*** - merdekanews.co

Saya tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam tubuh PT Pos Indonesia. Yang saya tahu, banyak karyawannya berdemo. Kemudian pembayaran gajinya terlambat hingga awal Februari ini.

Tidak perlulah kita membahas persoalan itu. Kita cukup membahas masalah disrupsi yang terjadi dalam bisnis jasa pos saja. Rasanya, pada jasa pos inilah terjadi disrupsi yang begitu besar dalam waktu yang sangat cepat.

Tanda-tanda meredupnya bisnis jasa pos memang sudah bisa diramal sejak kehadiran telepon selular dan internet. Pengiriman surat sudah terdisrupsi surat elektronik. Pengiriman wesel sudah digantikan ATM, e-Banking dan m-Banking. Pengiriman telegram sudah kalah dengan SMS dan chatt. 

Penjualan perangko yang dulu menjadi primadona, saat ini mungkin sudah tidak berarti lagi. Siapa yang masih berkirim surat? Kirim kartu ucapan Lebaran atau Natal dan Tahun Baru? Sudah lebih 15 tahun saya tidak melakukannya lagi. Cukup SMS. Atau chatt. Disertai gambar dan video lucu.

Memang masih ada yang menggunakan jasa pos. Untuk mengirimkan billing kartu kredit. Atau rekening koran bank. Dan pengiriman barang dari pedagang online. Tapi Pos Indonesia harus berbagi rezeki dengan perusahaan jasa kurir swasta dan asing. Bahkan sekarang juga menjadi keroyokan Go-Jek dan Grab. 

Pos Indonesia bukannya tidak berbenah. BUMN itu sudah melakukan reposisi. Tidak hanya mengandalkan jasa pos sebagai pendapatan utamanya. Pos Indonesia juga mengembangkan jasa lain. Misalnya, Pos Pay. Pusat pelayanan pembayaran. Dari pembayaran pensiun hingga iuran televisi berlangganan. 

Pos Pay ini pun terkena disrupsi. Pensiunan mungkin bisa menerima dana bulanannya melalui aplikasi. Yang terhubung dengan e-Banking atau m-Banking. Begitu pun pembayaran asuransi. Pembayaran cicilan televisi berlangganan. 

Tidak hanya jasa pos yang terkena disrupsi. Tengoklah dunia perbankan sekarang. Seberapa sering Anda ke kantor bank dalam setahun terakhir? Apakah masih sesering sebelumnya? Saya yakin tidak. 

Kantor-kantor bank sekarang relatif lebih sepi. Hampir tidak saya temukan lagi antrean panjang nasabah. Pemandangan yang sama saya lihat di ATM Center. Berarti banyak kantor bank dan ATM yang akan segera menjadi sumber beban bagi perusahaan. 

Di Eropa, sudah banyak bank menutup kantor cabang. Bukan bisnisnya yang menurun. Tapi jumlah kantornya menjadi terlalu banyak. Padahal biaya sewanya tidak murah. Operasionalnya, apalagi?

Kita lihat, apa yang akan terjadi setelah pemilihan umum. Biasanya, seberat apa pun bebannya, BUMN akan (diminta) bertahan sampai pemilihan umum selesai. Kalau masih sanggup. (***)






  • MATI MUDA  MATI MUDA Pameran offline tidak mungkin diselenggarakan. Paling tidak hingga akhir tahun ini.


  • BELANTIK ONLINE BELANTIK ONLINE -------- Hari raya Kurban tinggal beberapa minggu lagi. Bagaimana cara membeli hewan qurban dengan tetap #di_rumah_aja agar mengurangi risiko pandemi Covid-19? --------


  • MENEBAR ARTIKEL, MENUAI ORDER MENEBAR ARTIKEL, MENUAI ORDER Saya baru siap-siap mengisi pelatihan news photography saat Pak Yono dari Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Bank Indonesia menelepon, Sabtu pagi (27/4).


  • JUARA DUNIA JUARA DUNIA Seorang netizen bernama Fianisa Tiara Pradani mengunggah foto bungkus plastik mi intan yang sudah berusia 19 tahun melalui akun Twitter.


  • Dompet Syariah Dompet Syariah Bermimpi punya dompet syariah boleh-boleh saja. Tapi dari mana memulainya? Semua ada prosesnya. Tidak bisa buru-buru. Apalagi dengan cara bypass.