
Jakarta, MERDEKANEWS - Ratusan ahli waris yang didominasi emak-emak mendemo kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Jakarta, Senin (26/11/2018).
Mereka adalah ahli waris lahan yang di atasnya sudah berdiri tiga kedutaan besar yakni Malaysia, Singapura serta Rusia. Sebelumnya lahan tersebut disengketakan dan sudah mendapat keputusan hukum tetap alias inkracth.
Dalam aksi tersebut, demonstran merasa sangat kecewa. Keinginan untuk bertemu Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil tidak terwujud. Mereka hanya diterima perwakilan dari Kementerian ATR/BPN. Alhasil, tidak ada titik terang atas nasib para ahli waris lahan seluas 16 hektar di daerah Karet Kuningan, Jakarta Selatan itu.
Menurut Yudi Hermansyah, koordinator ahli waris yang diterima Kementerian ATR/BPN, aksi demo bertujuan untuk menuntut keadilan serta penegakan hukum. Di mana, putusan pengadilan hingga MA, sudah memenangkan ahli waris.
Dan, mewajibkan negara membayar ganti rugi 16 hektar lahan rakyat yang terkena proyek pemerintah di kawasan Karet-Kuningan, Jakarta Selatan, senilai Rp960 miliar. "Kami sangat kecewa dengan jawaban Kementerian ATR/BPN. Ini negara apa, sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht), namunn tidak dijalankan BPN," tegasnya.
Kata dia, Sofyan Djalil sebagai wakil pemerintah, seharusnya bersikap proaktif dalam menegakkan hukum. Bukan malah lari dari permasalahan. "Minggu depan, kita siap duduki lahan yang menjadi hak kita. Yang saat ini berubah menjadi Kedubes Rusia, Malaysia dan Kantor Kemenhuk dan HAM. Semuanya setuju kan," tanya Yudi dijawab setuju.
Sementara Matsyah Syaefudin, wakil ahli waris lainnya menerangkan, status ahli waris dikuatkan putusan pengadilan agama. "Dalam perkara ini, ada tiga ahli waris yang sah yakni Moara, Hj Mani binti Tappa dan M Ichir. Tiga kelompok ini ahli waris yang sah, bukan abal-abal," tandasnya.
Sekedar mengingatkan, lahan seluas 16 hektar di Kelurahan Karet Kuningan, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, pernah digugat BPN di PN Jaksel. Selanjutnya, putusan No 523/Pdt.G/2001/PN.Jak. Sel tertanggal 14 November 2002, memenangkan ahli waris.
Kemudian, Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No 245.PDT/3003/PT. DKI tertanggal 11 September 2003, Jo Putusan Mahkamah Agung No 611 K/ PDT/ 2004 tertanggal 25 Oktober 2005, dan Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 64 PK/Pdt/2007 tertanggal 3 Juli 2008, memenangkan ahli waris.
Sayangnya, Kementerian ATR/BPN tak kunjung menindaklanjuti putusan inkracht tersebut. Padahal, PN Jaksel sudah empat kali menelorkan putusan eksekusi sepanjang Juni 2011 hingga Desember 2012. Celakanya lagi, ya itu tadi, 3 gedung Kedubes serta Kemenhuk dan HAM sudah terlanjur berdiri di atas lahan yang disengketakan. Lebih celakanya lagi, pemerintah belum memberikan ganti rugi kepada ahli waris pemilik tanah tersebut. (Setyaki Purnomo)
-
Masih Berstatus Pelajar, Begini Pengakuan Pelaku Pelecehan Turis di Jalan Braga Bandung Untuk saat ini, kata dia, pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap para terduga pelaku yang masih di bawah umur
-
Viral Turis Dilecehkan di Bandung, Korban Lapor ke Kedubes: Pelaku Harus Ditangkap! D segera melaporkan kejadian pelecehan seksual ini pada Kedutaan Besar Singapura
-
Kasus Penyerobotan Lahan, Menteri AHY Bicara Soal Mafia Tanah praktik penyerobotan lahan serta upaya melawan terhadap hukum perlu ditindak secara tegas
-
Perjuangkan Tanahnya yang Diserobot Bank DKI, Ahli Waris The Tjian Surati Gubernur Anies Demi memperjuangkan tanah keluarga, ahli waris dari The Tjin Kok, Ham Sutedjo melayangkan surat terbuka kepada Direksi dan Komisaris PT Bank DKI, serta Gubernur DKI Anies Baswedan. Ceritanya, The Tjin Hok bersengketa tanah dengan Bank DKI, sudah memiliki putusan hukum tetap yang dimenangkan Tjin Hok.