
Jakarta, MERDEKANEWS - Tim Kampanye Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi Ferry Mursyidan Baldan,mengibaratkan, perkembangan teknologi informasi dalam dunia politik, seperti dua sisi mata uang. Atau bak Dewa Janus.
"Digitalisasi politik menghadirkan manfaat besar, bahkan dalam mengoptimalkan beberapa tahapan dalam pemilu. Sebaliknya, jika keliru dalam menggunakan tools digital akan membuat proses politik berpotensi menjadi ruang konflik antara peserta pemilu dan antara peserta pemilu dengan penyelenggara," kata Ferry saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk Signifikansi Digitalisasi Politik dalam Pemilu 2019 di Universitas Jember, Jawa Timur, Sabtu (10/11/2018).
Ferry mencontohkan, digitalisasi politik dalam tahapan kampanye dan kontrol penghitungan suara, bakal menambah kualitas sebuah pemilu. Sayangnya, ada satu hal penting yang belum bisa diterapkan secara digital dalam Pemilu 2019, yakni proses pemungutan suara (e-voting) di TPS.
Karena, kata mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu, validitas Daftar Pemilih Tetap (DPT) belum berbasis data penduduk, sebagaimana dimaksud sistem administrasi kependudukan, berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). "Sementara dalam konteks penggalangan dan media interaksi dalam pemilu, digitalisasi politik justru berpotensi membuat masalah baru dalam proses politik," kata eks anak buah Presiden Jokowi ini.
Menurut Ferry, dalam konteks kampanye, digitalisasi politik juga menjadi tools yang sangat memudahkan. "Bahkan mengefektifkan kegiatan kampanye peserta pemilu dalam menyebar visi, misi dan komitmen yang menjadi kepeduliannya dalam jangkauan yang luas," ujarnya.
Ferry menekankan, digitalisasi dalam proses politik cenderung mengabaikan proses interaksi dan relasi sosial dari peserta pemilu. Mereka cenderung bertindak pragmatis dan instan. "Yang sering terlupakan bahwa kampanye adalah kemampuan dalam memengaruhi pemilih dalam sebuah interaksi peserta pemilu dengan masyarakat," ujar Ferry.
Keharusan memiliki social capital, sambung Ferry, dilupakan dan cenderung mewajibkan dirinya memiliki financial capital. "Pada gilirannya hal ini akan membentuk pola hubungan yang transaksional dalam menjalankan tugas kenegaraan," pungkasnya.
(Setyaki Purnomo)
-
Utamakan Nyawa Rakyat, Ferry Mursyidan Minta Jokowi Tunda Pilkada Serentak 2020 Sampai Pandemi COVID-19 Reda Mantan Ketua Pansus Pemilu DPR, Ferry Mursyidan Baldan (FMB) mengingatkan pemerintah untuk tidak memaksakan Pilkada serentak 2020 di tengah pandemi COVID-19. Kalau pemerintahan Joko Widodo nekat menggelar pilkada, jangan heran kalau sebaran pandemi COVID-19 semakin tak terkendali.
-
Triwulan Dua, BI Catat Kinerja Industri Pengolahan Ambruk, Menteri AGK Layak Masuk Radar Reshuffle Jokowi Ada kabar kurang mengenakkan bagi Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) di tengah menguatnya isu reshuffle. Kinerja industri manufaktor babak belur.
-
Tokoh Senyap Suhendra: Implementasi Butir-butir MoU Helsinki Kunci Kebangkitan Aceh Yayasan Sukma Bangsa, Sabtu (22/2/2020), menggelar "Kenduri Kebangsaan" di Kabupaten Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam acara yang dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini ada perisitwa menarik.
-
Ditunjuk Jadi Wakil Kepala KSP, Yanes Siap Tuntaskan Implementasi MoU Helsinki Pada Kamis (13/01/2020), sejumlah petinggi Aceh yang dipimpin Wali Nanggroe Aceh Tengku Mahmud Malik Al-Haytar menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara. Ada apa gerangan?
-
Catatan Akhir Tahun: Quo Vadis BIN? Pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, satu-satunya lembaga negara strategis yang belum disentuh Presiden Joko Widodo adalah Badan Intelijen Negara (BIN). Konon terjadi tarik-menarik yang kuat antar-kelompok kepentingan di sekitar Presiden terkait takhta atau singgasana Pejaten-1, sebutan untuk Kepala BIN.