merdekanews.co
Minggu, 11 November 2018 - 18:36 WIB

Di Kampus Jember, Ferry Mursyidan Bicara Digitalisasi Politik Pemilu 2019

Setyaki Purnomo - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS - Tim Kampanye Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi Ferry Mursyidan Baldan,mengibaratkan, perkembangan teknologi informasi dalam dunia politik, seperti dua sisi mata uang. Atau bak Dewa Janus.

"Digitalisasi politik menghadirkan manfaat besar, bahkan dalam mengoptimalkan beberapa tahapan dalam pemilu. Sebaliknya, jika keliru dalam menggunakan tools digital akan membuat proses politik berpotensi menjadi ruang konflik antara peserta pemilu dan antara peserta pemilu dengan penyelenggara," kata Ferry saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk Signifikansi Digitalisasi Politik dalam Pemilu 2019 di Universitas Jember, Jawa Timur, Sabtu (10/11/2018).

Ferry mencontohkan, digitalisasi politik dalam tahapan kampanye dan kontrol penghitungan suara, bakal menambah kualitas sebuah pemilu. Sayangnya, ada satu hal penting yang belum bisa diterapkan secara digital dalam Pemilu 2019, yakni proses pemungutan suara (e-voting) di TPS.

Karena, kata mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu, validitas Daftar Pemilih Tetap (DPT) belum berbasis data penduduk, sebagaimana dimaksud sistem administrasi kependudukan, berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). "Sementara dalam konteks penggalangan dan media interaksi dalam pemilu, digitalisasi politik justru berpotensi membuat masalah baru dalam proses politik," kata eks anak buah Presiden Jokowi ini.

Menurut Ferry, dalam konteks kampanye, digitalisasi politik juga menjadi tools yang sangat memudahkan. "Bahkan mengefektifkan kegiatan kampanye peserta pemilu dalam menyebar visi, misi dan komitmen yang menjadi kepeduliannya dalam jangkauan yang luas," ujarnya.

Ferry menekankan, digitalisasi dalam proses politik cenderung mengabaikan proses interaksi dan relasi sosial dari peserta pemilu. Mereka cenderung bertindak pragmatis dan instan. "Yang sering terlupakan bahwa kampanye adalah kemampuan dalam memengaruhi pemilih dalam sebuah interaksi peserta pemilu dengan masyarakat," ujar Ferry.

Keharusan memiliki social capital, sambung Ferry, dilupakan dan cenderung mewajibkan dirinya memiliki financial capital. "Pada gilirannya hal ini akan membentuk pola hubungan yang transaksional dalam menjalankan tugas kenegaraan," pungkasnya.
    
    
    

  (Setyaki Purnomo)