Jakarta, MerdekaNews - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, memastikan perusahaan berbasis teknologi informasi asal Amerika Serikat, Google telah melunasi tunggakan pajak 2015.
"Perusahaan dengan inisial 'G' telah melunasi pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia," kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi di Jakarta, Kamis (30/11/2017).
Ken mengatakan, jenis pajak yang telah dibayarkan tersebut merupakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Meski demikian, Ken tidak buka-bukaan soal jumlah pajak yang telah disetorkan Google. Alasannya kerahasiaan SPT Wajib Pajak, sesuai pasal 34 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
"Jumlahnya saya tidak bisa menyebutkan karena ada UU kerahasiaan pasal 34. Kalau mau tanya kepada (perusahaan) yang bersangkutan," ujar Ken.
Ia menambahkan Indonesia merupakan negara keempat setelah Inggris, India dan Australia yang berhasil memungut pajak dari perusahaan berbasis digital ini.
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv mengatakan pembayaran tunggakan ini merupakan hasil dari pemeriksaan terhadap Google yang telah berlangsung lama.
Haniv menjelaskan proses pemeriksaan ini tidak bisa berlangsung cepat karena proses negosiasi terus dilakukan berdasarkan sinkronisasi data yang dimiliki oleh otoritas pajak maupun Google.
"Memang alot karena masalah ini terjadi di berbagai negara dunia, tapi kita bisa menyelesaikan pemeriksaan dengan pembayaran yang lumayan dan sudah 'win-win solution' dengan 'G'," ujarnya.
Haniv memastikan tunggakan pajak untuk perusahaan "Over The Top" (OTT) dibawah tahun pajak 2015 ini juga telah dipenuhi dan dibayar kepada otoritas pajak.
Sementara pembayaran pajak Google untuk tahun pajak 2016 dan setelahnya akan dilakukan secara "self assessment" sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Haniv mengharapkan kewajiban perpajakan serupa bisa dipenuhi oleh Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang memiliki karakteristik entitas bisnis yang sama seperti Google.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak telah memantau perlakuan pajak dari Google dan berbagai perusahaan OTT lainnya sejak April 2016 untuk menggali potensi penerimaan dari bisnis teknologi informasi yang saat ini berkembang pesat.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pajak, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Badan dan Orang Asing dan merupakan "dependent agent" dari Google Asia Pacific Pte Ltd di Singapura.
Dengan demikian, menurut Pasal (2) ayat (5) huruf (N) UU Pajak Penghasilan, Google berstatus sebagai BUT, sehingga setiap pendapatan maupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia berhak dikenakan pajak penghasilan.
(Setyaki Purnomo)
-
Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Hingga Pertengahan Maret 2024 Capai Rp342,88 Triliun Mayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil. Seperti halnya PPH 21 berhasil dikumpulkan mencapai Rp 59,91 triliun atau berkontribusi terhadap total penerimaan sebesar 17,47 persen
-
Sri Mulyani Imbau Masyarakat Laporkan SPT Pajak Tepat Waktu 31 Maret 2024 Hingga Kamis (21/03/2024) pukul 23.00 WIB jumlah pelaporan SPT pajak orang pribadi telah mencapai 9,6 juta wajib pajak, atau naik 7,7 persen dari tahun sebelumnya.
-
Pemerintah Berikan Insentif Pajak Pacu Produksi dan Adopsi Kendaraan Listrik Dalam Negeri Produsen EV dapat menikmati paket insentif impor dan PPnBM tersebut hingga akhir 2025. Selanjutnya, produsen wajib memenuhi ketentuan produksi EV di dalam negeri atau “hutang produksi” hingga akhir 2027, sesuai dengan ketentuan TKDN yang berlaku
-
Kontribusi Nyata Untuk Negeri, 5 Tahun Terakhir Setoran Dividen dan Pajak BRI ke Negara Capai Rp149,2 Triliun Hingga akhir Desember 2023 kinerja BRI tercatat tumbuh positif dan berkelanjutan. Secara konsolidasian aset perseroan tumbuh 5,3% yoy menjadi sebesar Rp1.965,0 triliun, dan membukukan laba sebesar Rp60,4 triliun atau tumbuh 17,5% year on year (yoy).
-
Kadin Cermati Dampak Negatif Kenaikan Tarif Pajak Hiburan Kadin Indonesia mencermati perhatian pelaku usaha yang menyatakan keresahan terhadap implementasi UU HKPD ini. Salah satu kekhawatiran pelaku usaha yaitu akan menurunnya minat wisatawan yang mengunjungi destinasi wisata