merdekanews.co
Selasa, 24 Juli 2018 - 14:34 WIB

Kasus OTT Bupati Lamteng Belum Tuntas, KPK Diminta Periksa Pengurus DPD

Ira Safitri - merdekanews.co
Barang bukti OTT Bupati Lampung Tengah.

Jakarta, MERDEKANEWS - KPK terus menyelidiki kasus dana aliran suap yang melibatkan mantan Bupati Lampung Tengah (Lamteng) Mustofa. Kabarnya ada beberapa pihak yang dalam waktu dekat akan dipanggil KPK.

Sumber di lingkaran KPK menyebutkan, pihak-pihak yang terkait sedang dalam analisa dan pengkajian tim penyidik. Diduga ada nama inisial BS.

BS disebut-sebut sebagai pengurus parpol di DPD Provinsi Lampung. "Ini harus dituntaskan agar selesai. Semua pihak sebaiknya diperiksa KPK dan tidak ada tebang pilih," ungkap pengamat hukum, Agus Chairuddin saat dihubungi wartawan, Selasa (24/7/2018).

Direktur Eksekutif Indonesia For Transparancy and Acountability (INFRA) ini menyatakan, OTT KPK sebaiknya jangan hanya menjadi pencitraan penegakan hukum.

"Ini harus menjadi perhatian KPK. OTT Bupati Lamteng ada kesan tebang pilih, karena banyak pihak yang tidak tersentuh hukum," ungkapnya.

Dia meminta kepada KPK seperti inisial BS yang namanya santer dan beberapa nama lainnya di kepengurusan parpol harus diusut. "KPK jangan segan mengusutnya," tambahnya.

Soal Dugaan Dana ke Parpol

Dalam persidangan yang digelar Juni 2018, tersangka Wakil Ketua I DPRD dari Fraksi PDIP J Natalis Sinaga ‎mengaku, ada aliran uang suap Rp3 miliar ke DPD PDI Perjuangan, DPD Partai Gerindra, dan DPD Partai Gerindra Provinsi Lampung‎.

Fakta tersebut diungkap J Natalis Sinaga saat bersama tersangka penerima suap  tersangka anggota Banggar DPRD dari Fraksi PDIP Rusliyanto ‎dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Natalis dan Rusliyanto bersaksi untuk terdakwa pemberi suap Rp9,695 miliar, Bupati Lampung Tengah (Lamteng) nonaktif sekaligus calon gubernur Lampung dan Ketua DPW NasDem Provinsi Lampung (mengundurkan diri) ‎Mustofa.‎

Perkara suap Mustafa terkait dengan ‎persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lamteng kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI, persero) sebesar Rp300 miliar pada tahun anggaran 2018 dan menandatangani surat pernyataan kesediaan pimpinan DPRD untuk dilakukan pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil Lamteng dalam hal terjadi gagal bayar.

J Natalis Sinaga mengakui menerima uang suap sekitar Rp3 miliar termasuk uang melalui Rusliyanto saat terjadi operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Uang suap tersebut memang untuk ‎persetujuan dan pernyataan kesediaan dari pimpinan DPRD Lamteng untuk rencana Pemkab Lamteng meminjam Rp300 miliar dari PT SMI (persero).

Sebelum terjadi serah terima uang suap, Natalis mengakui dirinya empat kali bertemu dengan Mustafa membahas upaya persetujuan DPRD terhadap rencana pinjaman tersebut.

Pertemuan terjadi baik di rumah dinas Bupati maupun rumah makan. Intinya Mustafa meminta dukungan Natalis sebagai pimpinan DPRD dan agar Natalis melobi pimpinan lain. Selepas pertemuan pertama dengan Mustafa di rumah dinas pada Agustus 2017, kemudian Natalis menemui Ketua DPRD Lampung Tengah dari Fraksi Partai Golkar Achmad Junaidi Sunardi. Junaidi tidak mau membantu kalau tidak ada sesuatu.

"Kata Junaidi lalu kalau tidak jelas dia tidak mau. Saya juga sampaikan untuk DPRD sudah dijanjikan imbalan, tapi tidak diberitahu nominalnya. Nanti yang akan urus itu, (terdakwa pemberi suap) Taufik Rahman (Kepala Dinas Bina Marga Lamteng saat itu)," ungkap Natalis di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Selain itu, Natalis lantas menemui Sekretaris Komisi IV DPRD sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar Bunyana alias Atubun atas permintaan Bunyana. Pertemuan terjadi di sebuah rumah makan bakso. Dalam pertemuan dibicarakan bahwa akan ada jatah Rp5 miliar untuk DPRD. Singkat cerita, Bunyana kemudian menerima Rp2 miliar.

Pertemuan kedua Natalis dengan Mustafa pada September 2017 terjadi di rumah dinas Bupati.‎ Natalis menyampaikan ke Mustafa bahwa yang harus dipikirkan tidak hanya jatah uang untuk pimpinan dan anggota DPRD, tapi jatah untuk DPD partai di tingkat Provinsi.

"Saya sampaikan ke Pak Bupati tolong dong partai kami dipikirkan. Memang pertamanya alot. Terus diputuskan Pak Bupati berikan Rp1 miliar untuk PDIP, Rp1 miliar untuk Gerindra dan Rp1 miliar untuk Demokrat. Partai yang lainnya katanya Pak Bupati akan diurus Pak Bupati sendiri," ungkap Natalis.

Ketua JPU Ali Fikri mengonfirmasi ke Natalis bagaimana pertemuan dengan para politikus lainnya untuk menyampaikan realisasi uang tersebut. Di antaranya, bagaimana penerimaan jatah untuk DPD PDI Perjuangan. "Bagaimana realisasinya?," tanya JPU Ali.

Natalis membeberkan, jatah untuk DPD PDIP Provinsi Lampung diterima Ketua Fraksi PDIP di DPRD sekaligus Sekretaris DPC PDIP Lamteng Raden Zugiri. Seingat Natalis uang yang diterima Zugiri sekitar Rp1,5 miliar. Dari angka tersebut, Zugiri memberikan ke Natalis sekitar Rp450 juta. "Jadi sudah diterima pak Zugiri," tegasnya.

Selain itu, Natalis lantas melakukan pertemuan dengan anggota Komisi III DPRD sekaligus Ketua Fraksi Partai Gerindra Zainuddin tentang keputusan Mustafa. Rupanya Zainuddin menolak karena rencana alokasi jatah Rp1 miliar untuk DPD Partai Gerindra atau untuk Gunadi Ibrahim selaku Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Lampung terlalu kecil. Seingat Natalis, kemudian ada Zainuddin menerima uang.

Terhadap DPD Partai Demokrat, Natalis melobi Iwan Rinaldo Syarief selaku Plt Ketua DPC Partai Demokrat Lamteng. Natalis menelepon Iwan dan menyampaikan pesan dari Mustafa bahwa ada jatah Rp1 miliar untuk Partai Demokrat.

Ketika itu Iwan menjawab nanti dulu. Karena menurut Iwan, Musataf masih belum membayar utang ke Iwan sebesar Rp1,2 miliar. "Iwan minta itu dulu dibereskan," bebernya.

Natalis mengungkapkan, pertemuan terakhir dengan Mustafa terjadi di Hotel Sheraton Bandara Soekarno Hatta pada pekan terakhir Oktober 2017. Dari DPRD selain Natalis, yang hadir yakni Wakil Ketua II DPRD dari Fraksi Partai Gerindra Riagus Ria, Wakil Ketua III DPRD dari Fraksi PKS Joni Hardiot, Ketua Fraksi PDIP di DPRD Raden Sugiri, dan Ketua Fraksi Partai Gerindra Zainuddin.

"Kami mendalami bagaimana proses pembahasan Rp 300 miliar tersebut pada saat itu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Jakarta pada Senin, 26 Februari 2018.

Febri mengatakan KPK menduga surat persetujuan ditandatangani beberapa pimpinan DPRD. "Kami ingin tahu proses sejak awalnya bagaimana dan syarat penandatanganan surat tersebut sejauh mana diketahui oleh yang bersangkutan," ujarnya.

Dalam pemeriksaan tersebut, Febri mengatakan penyidik mendalami pengetahuan para saksi mengenai pembahasan persetujuan pinjaman dalam forum resmi. "Kalau pembahasan APBD tentu dibahas bersama tetapi pembahasan surat persetujuan ini apakah juga dibahas bersama atau tidak," kata politisi yang sudah dipecat oleh PDIP.

Akibat perbuatannya itu kini J Natalis Sinaga dan Rusliyanto sudah dipecat dari kader PDIP. Wakil Ketua DPD PDIP Lampung Bidang Hukum dan Ham, Watoni Noerdin mengatakan, bahwa keputusan itu telah disampaikan secara lisan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto saat rapat kerja daerah khusus (Rakerdasus).

Hingga kini, KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus suap ini. Mereka adalah Bupati Lampung Tengah Mustafa, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lampung Tengah J Natalis Sinaga, anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah Rusliyanto, dan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman.

Mustafa diduga berperan sebagai pemberi uang suap bersama Taufik Rahman. KPK menduga, Mustafa sebagai bupati menyediakan uang untuk anggota DPRD dengan kode "cheese". Uang itu diberikan agar pemerintah mendapat surat persetujuan DPRD meminjam dana kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

  (Ira Safitri)