merdekanews.co
Minggu, 22 Oktober 2017 - 18:52 WIB

AS Buka Dokumen G30S-PKI, Pemerintah Dilarang Galau

setyaki purnomo - merdekanews.co
Mahfud MD

Yogyakarta, MerdekaNews - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD berharap, pemerintah tidak terganggu atas dibukanya dokumen kabel diplomatik Amerika Serikat (AS) terkait peristiwa 1965.

"Saya kira tidak perlu terganggu dan terpengaruh dengan dokumen-dokumen begitu," kata Mahfud di Yogyakarta, Minggu (22/10/2017).

Mahfud menilai, dokumen telegram rahasia AS yang dibeberkan ke publik itu, tidak jauh berbeda dengan dokumen-dokumen lain yang ada. Meski begitu, dokumen tersebut bakal menimbulkan pemahaman yang simpang siur dari berbagai pihak.

"Menurut saya itu bukan dokumen baru, melainkan dokumen lama yang dibuka lagi. Artinya, informasi tetap saja simpang siur. Sebenarnya, kita sudah tahu itu semua kan. Itu hanya berita-berita waktu lalu, ditelusuri kemudian didokumentasikan," kata mantan menteri pertahanan era Presiden Abdurrahman Wahid itu.

Oleh sebab itu, Mahfud berpendapat, pemerintah tidak perlu memaksakan melakukan pengujian terkait validitas dokumen-dokumen tersebut. Alasannya, peristiwa terkait yakni sejarah G30S-PKI dinilainya sudah selesai, sehingga tidak perlu diungkit kembali. "Menurut saya tidak perlu diungkit-ungkit lagi, kan sudah selesai, buat apa membuka luka lama lagi," kata Mahfud

Mahfud tidak sependapat jika pemerintah perlu meminta maaf terkait terjadinya peristiwa 1965. Alasannya tidak relevan lantaran rezim pemerintahan yang salah telah tumbang. "Kan pemerintah yang salah sudah jatuh, sudah direformasi karena banyak kesalahan termasuk kesalahan yang itu juga, menurut saya tidak perlu," kata dia.

Sebelumnya, dokumen yang sudah bersifat tidak rahasia diunggah di laman khusus NSA dari The George Washington University. Isinya telegram dari Kantor Kedutaan AS di Jakarta pada saat terjadinya peristiwa G30S-PKI.

Di laman tersebut, terdapat unggahan sebanyak 39 dokumen telegram yang menunjukkan pesan dari para diplomat AS di Jakarta. Pesan itu mencatat, pemimpin kelompok PKI telah dieksekusi disertai dukungan dari pejabat Amerika Serikat terhadap upaya pasukan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) untuk menghancurkan gerakan buruh yang tersisa di Indonesia pada saat itu.

Sebanyak 30.000 halaman arsip yang diunggah NSA tersebut merupakan catatan harian para diplomat AS di Jakarta, sejak 1964-1968. Selanjutnya diklasifikasikan guna menanggapi permintaan pegiat HAM di AS dan Indonesia akan peristiwa 1965.

  (setyaki purnomo)