merdekanews.co
Sabtu, 25 November 2017 - 21:33 WIB

Kode "Koplok Loro" di Pilkada Jatim, Khofifah Bisa Masuk MURI

Setyaki Purnomo - merdekanews.co

Jakarta, MerdekaNews - Dua kali keok dalam Pilkada Jawa Timur, tak bermakna apa-apa bagi Khofifah Indar Parawangsa. Dia tetap ingin maju, bahkan merelakan jabatan menteri sosial. Kalau kalah lagi bisa masuk Musium Rekor Republik Indonesia alias MURI, lho.

Awal pekan lalu, Khofifah yang memutuskan maju dalam Pilkada Jatim 2018, menetapkan pilihan kepada Emil Elestianto Dardak, Bupati Trenggalek.

Menariknya, putra mantan wakil menteri PU Hermanto Dardak yang dikenal dekat dengan SBY ini, adalah kader PDIP. Karena dukungan PDIP pula, suami artis Arumi Bachsin ini menjadi kepala daerah di Trenggalek.

Sontak kubu Banteng gemuk murka atas keputusan politik Emil. Apalagi tersiar kabar bahwa Demokrat siap menampung Emil bila dipecat PDIP. Benar juga, DPP PDIP akhirnya mencabut kartu tanda anggota (KTA) Emil. "Bung Emil Dardak telah memilih jalan. Partai tentu otomatis memberikan sanksi pemecatan," kata Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, Kamis (23/11/2017).

Ya, sikap PDIP bisa dimaklumi. Lantaran, PDIP bersama PKB, sepakat untuk mengusung pasangan Syaifullah Yusuf dan Azwar Anas.  Okelah, itu soal pilihan politik Emil. Yang menarik, lahirnya duet Khofifah-Emil ternyata 'ditukangi' Gubernur Jatim Soekarwo.

Masih segar dalam ingatan, Pakde Karwo, sapaan akrab Soekarwo, adalah tokoh yang menjungkalkan Khofifah di dua kali pilkada, yakni 2008 dan 2013. Dalam dua kali pilkada itu, Khofifah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sayangnya, hasilnya sami mawon tetap kalah.

Kala itu, perolehan suara Khofifah memang lumayan signifikan. Namun lebih signifikan lagi perolehan Pakde Karwo yang berpasangan dengan Syaifullah Yusuf yang sekarang menjadi lawan beratnya.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sempat mengingatkan Khofifah untuk tidak maju. Agar tidak menimbulkan kebingungan di kalangan nadhliyin.

Cak Imin bilang, PKB sudah dua kali pilkada mendukung Khofifah, namun semuanya keok. "Makanya saya ingatkan, jangan memaksakan diri, lebih baik bersatu daripada kita nanti pecah dan kalah juga dia. Waktu itu kita dua kali dukung Khofifah," tutur Cak Imin, Senin (7/8/2017).

Selain itu, pilkada Jatim kali ini, Khofifah tidak didampingi mantan Ketua Umum PBNU, KH Hazim Muzadi yang meninggal dunia pada Maret lalu. Dalam dua pilkada lalu, Khofifah memang banyak dibantu Kiyai Hasyim.  

Nah, kalau Khofifah ingin menang, maka sosok Emil Dardak harus bisa menarik hati publik. Namun, baru saja Emil melangkah untuk mendampingi Khofifah, suara sumbang bermunculan.

Ketua DPC Partai Gerinda Trenggalek Nur Hadi, merasa kecewa lantaran partainya dipandang remeh. Padahal, Gerindra adalah salah satu parpol pendukung Emil dalam Pilkada Trenggalek. "Kita kasihan kepada tim maupun pemilihnya (Emil). Yang kemarin getol menduduknya dia sebagai bupati. Tahu-tahu sekarang sudah menjadi L2 (Cawagub). Kalau dia lari dari kenyataan maka masyarakat Trenggalek hanya dijadikan kelinci percobaan," tutur Nur Hadi.

Yang namanya politik, memang selalu dinamis. Hanya saja ada kepentingan rakyat yang seharusnya dijunjung tinggi. Nah, kalau kubu Khofifah-Emil harus menghadapi banyak serangan, berbeda dengan Syaifullah Yusuf dan Azwar Anas, terkesan tenang-tenang saja.  

Bisa jadi karena dua sosok ini sudah klop dan lebih matang. Selama ini, Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah Yusuf, selalu dekat dengan kiayi dan pondok pesantren. Saat menjabat wakil gubernur Jatim, dirinya tergolong rajin blusukan ke pesantren-pesantren. Khususnya di daerah Tapal Kuda, yakni  Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Lumajang dan Jember.

Wajar bila banyak kiayi besar lebih condong mendukung Gus Ipul. Semua karena Gus Iplul sudah membangun dan merawat jaringan nadhliyin, sejak lama. Di sinilah yang membuat Gus Ipul-Azwar Anas lebih di atas.

Di kalangan elit politik nasional, Gus Ipul cukup dikenal. Pria kelahiran Pasuruan, Jawa Timur ini, sempat menjadi menteri negara percepatan daerah tertinggal di era Gus Dur.

Apalagi, pria berkumis yang suka tersenyum ini, adalah keponakan Almarhum Gus Dur, sama seperti Muhaimin. Pada 1999, dia sempat menjadi anggota DPR dari PDIP.

Dan, dirinya disebut sebagai simpul perekat antara kelompok nasionalis dengan Nadhliyin. Namun pada 2001, Gus Ipul mengundurkan diri dan kembali menjadi kader PKB.

Dua kali menjadi Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor, pernah menjabat Ketua HMI Cabang Jakarta, Sekjen PKB membuat Gus Ipul matang dari sisi organisasi dan politik.

Sementara wakilnya, Azwar Anas, punya prestasi yang tak bisa diremehkan. Saat menjadi bupati Banyuwangi, kinerjanya boleh disebut menjulang. Perekonomian daerah yang berbatasan langsung dengan Pulau Bali ini, melesat bak meteor.

Artinya, soal kinerja, sosok Azwar Anaz yang mantan anggota DPR asal PKB itu, cukup memuaskan. Tak heran bila Anas diganjar banyak penghargaan atas prestasinya.

Keunggulan lainnya adalah soal relasi politik antara Gus Ipul dengan Azwar Anas, lebih kuat. Karena sejarah kedua sosok ini acapkali berada dalam satu barisan. Baik ketika di PKB maupun GP Ansor. Di mana, Gus Ipul adalah senior Anas.

Dalam Pilkada Jatim 2017, bisa jadi Gus Ipul menggunakan kode lama yakni 'Koplok Loro' (peci dua). Dengan kode itu, pasangan Soekarwo-Syaifullah Yusuf (Karsa) bisa berkibar. Akankah berkibar lagi?

 

(Setyaki Purnomo)






  • Prabowo-Gibran Berpeluang Menang di Jatim, Pengaruh Khofifah Lebih Besar dari Muhaimin Prabowo-Gibran Berpeluang Menang di Jatim, Pengaruh Khofifah Lebih Besar dari Muhaimin Keputusan politik Khofifah Indar Parawansa masuk kedalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Gibran diyakini sejumlah pihak akan memberikan dampak besar terhadap perolehan suara Prabowo-Gibran di Jawa Timur. Khofifah dinilai memiliki pengaruh lebih besar dibanding Muhaimin Iskandar (Ketum PKB) yang saat ini menjadi salah satu paslon pada Pilpres tahun 2024.