merdekanews.co
Sabtu, 30 Juni 2018 - 19:04 WIB

Mantan Menkeu & Bos BPPN Akui Berikan Release and Discharge

MUH - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS -Indonesia Advocacy and Public Policy (IAPP), meyakini bahwa Master of Settlement and Acquisition Agreement/MSAA dan Release and Discharge (R&D) yang diterbitkan dalam rangka penyelesaian perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dinilai sah, final, dan mengikat. 

Kebijakan Negara itu memberikan dasar kepastian hukum bagi proses penuntasan pengembalian aset negara. Konsekuensinya adalah pejabat negara tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana, sepanjang kebijakan yang diambil tidak bertentangan dengan MSAA, yang berlaku sebagai perjanjian induk. 

“MSAA dan R&D merupakan dokumen sah, final, dan mengikat. Keduanya memberikan dasar kepastian hukum bagi penyelesaian BLBI, terutama yang berkaitan dengan proses pengembalian aset negara dari para debitur,” kata Direktur Indonesia Advocacy and Public Policy (IAPP) Amriadi Pasaribu di Jakarta, Jumat (29/6/2018). 

Pernyataan itu disampaikan berkaitan dengan fakta dan keterangan yang muncul pada persidangan perkara BLBI dengan terdakwa Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) periode 2002-2004, Syafruddin Arsyad Temenggung, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (28/6). 

Tiga saksi yang hadir yakni Menteri Keuangan periode 23 Mei 1998 - 20 Oktober 1999 Bambang Subianto, serta Ketua BPPN periode 1998-2000, Glenn Muhammad Surya Yusuf dan wakilnya Farid Harianto. Mereka mengakui terdapat kebijakan negara berupa MSAA dan R&D yang diterbitkan bagi debitur Sjamsul Nursalim (SN) dalam kapasitas sebagai pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). MSAA diterbitkan pada 21 September 1998, sedangkan R&D pada 25 Mei 1999.

“R&D adalah bagian tidak terpisahkan dari MSAA. Yaitu surat yang menyatakan bahwa debitur telah menyelesaikan kewajiban dan mendapatkan pembebasan sesuai MSAA. Final closing. Artinya, sudah selesai. Dalam dokumen MSAA, disebut closing,” kata Bambang. 

Menurut Bambang, MSAA dan R&D berasal dari usulan BPPN. Dia menegaskan, terdapat pula dua dokumen berupa Liquidity Support Release dan Shareholder Loans Release, yang mengacu kepada MSAA.

Sementara Glenn menegaskan, kepercayaan terhadap SN adalah dasar dikeluarkannya MSAA dan R&D.  “Kita ada good faith kepada SN” kata Glenn. 

Menurut Glenn, dalam MSAA, SN menjamin dalam kapasitasnya sebagai pribadi. Sementara itu berkaitan dengan kredit para petambak Dipasena, yang menjamin adalah dua perusahaan yaitu PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM). Kemudian hari dalam penyelesaiannya bersama BPPN, dibentuk perusahaan induk bernama PT Tunas Sepadan Investama (TDI).

Berdasarkan fakta persidangan, muncul keterangan bahwa kewajiban BDNI adalah sebesar Rp47 triliun. Neraca BDNI per 21 Agustus 1998 menunjukkan aset lancar yang diserahkan kepada BPPN sebesar Rp18,8 triliun, sehingga terdapat sisa kewajiban sebesar Rp28,2 triliun, yang diselesaikan dengan cara penyerahan aset berupa uang tunai Rp1 triliun, saham-saham perusahaan Dipasena, Gajah Tunggal, dan sebagainya. 

Dalam MSAA terdapat ketentuan tentang misrepresentasi yang terjadi bilamana terdapat perbedaan antara MSAA dan kenyataan faktual di lapangan. Kendati demikian, kebijakan MSAA dan R&D itu tidak bisa direvisi atau dicabut sembarangan melainkan harus melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Dengan demikian pemerintah termasuk BPPN dan Menkeu menegaskan bahwa Perjanjian MSAA-BDNI telah selesai pada 25 Mei 1999, dan juga telah diperkuat oleh hasil Audit Investigasi BPK, 31 Mei 2002 yang menyatakan MSAA-BDNI telah selesai.
  (MUH)






  • KPK Ditantang Bongkar Semua Kasus BLBI KPK Ditantang Bongkar Semua Kasus BLBI Bongkar kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), KPK jangan hanya ditingkat Sjamsul Nursalim dan isterinya, Itjih Nursalim saja.Semua penikmat BLBI harus diungkap secara trasnparan tanpa tebang pilih.