merdekanews.co
Minggu, 09 Februari 2025 - 07:20 WIB

Peran Dirjen Kemenkeu Isa Rachmatarwata di Kasus Korupsi Jiwasraya

Jyg - merdekanews.co
Dirjen Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Isa Rachmatarwata (IR) jadi tersangka kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS-- Kejaksaan Agung (Kejagung), Jumat (07/02), menetapkan Dirjen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata (IR) dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya.

Penetapan Isa sebagai tersangka diputuskan setelah Kejagung menemukan bukti yang cukup. "Yang bersangkutan saat ini menjabat Dirjen Anggaran pada Kemenkeu RI," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Isa langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk kepentingan pemeriksaan lebih lanjut.

Qohar memgatakan, dalam kasus ini, Isa yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian pada Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) menyetujui pemasaran produk JS Saving Plan dengan bunga tinggi oleh PT Asuransi Jiwasraya.

"Pemberian bunga yang tinggi tersebut atas sepengetahuan dan persetujuan dari tersangka IR (Isa), di mana untuk memasarkannya sebagai produk asuransi harus mendapatkan persetujuan dari Bapepam-LK," papar Qohar.

Ia menjelaskan, kasus ini berawal pada Maret 2009, ketika PT Asuransi Jiwasraya (AJS) dihadapkan pada kondisi insolvent atau dalam keadaan tidak sehat. Pada tanggal 31 Desember 2008, terdapat kekurangan perhitungan dan pencadangan kewajiban perusahaan kepada pemegang polis sebesar Rp 5,7 triliun.

Berhubung PT AJS merupakan perusahaan milik negara dan usahanya berjalan di bidang asuransi jiwa dengan prinsip syariah, Menteri BUMN saat itu mengusulkan kepada Menteri Keuangan agar PT AJS mendapatkan tambahan modal sebesar Rp 6 triliun dalam bentuk zero coupon bond dan kas untuk mencapai tingkat solvabilitas.

Namun, usulan ini ditolak karena tingkat minimum (Risk Based Capital/RBC) PT AJS telah mencapai -580 persen, jauh dari angka 120 persen yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajibannya.

Untuk mengatasi kondisi keuangan ini, di awal tahun 2009, Direksi PT AJS, antara lain Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwa, melakukan sejumlah pembahasan terkait dengan kondisi keuangan PT AJS, salah satunya adalah restrukturisasi.

Restrukturisasi ini merupakan imbas dari adanya kerugian sebelum tahun 2008, yakni adanya ketimpangan antara aset dan liabilitas (kewajiban PT AJS terhadap pemegang polis) minus sebesar Rp 5,7 triliun.

Untuk menutupi kerugian PT AJS, Hendrisman, Hary, dan Syahmirwa membuat produk JS Saving Plan yang mengandung unsur investasi dengan bunga tinggi 9 persen-13 persen yang saat itu berada di atas suku bunga rata-rata Bank Indonesia, sebesar 7,50 persen-8,75 persen.

Sementara, terdapat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi mengatur bahwa perusahaan asuransi tidak boleh dalam keadaan insolvensi.

Namun, Isa tetap bertemu dengan para direksi PT AJS untuk membahas pemasaran produk JS Saving Plan dan meneken surat yang mengizinkan PT AJS memasarkan produk tersebut.

"Padahal, pada saat itu tersangka tahu bahwa kondisi riil PT Asuransi Jiwasraya saat itu dalam keadaan insolvensi," kata Qohar.

Pemasaran produk asuransi dengan bunga dan manfaat yang tinggi kepada pemegang polis itu lantas sangat membebani keuangan PT AJS karena tidak diimbangi dengan hasil investasi yang berbunga rendah.

Qohar lebih jauh menyebutkan, premi yang diterima PT AJS melalui program JS Saving Plan pada periode 2014-2017 sebesar 47,8 triliun.

Dana yang diperoleh oleh PT AJS kemudian dikelola dalam bentuk investasi saham dan reksadana, tetapi investasi itu tidak didasari oleh prinsip good corporate governance dan manajemen risiko investasi.

Qohar menyebutkan. terdapat transaksi tidak wajar terhadap beberapa saham yang mengakibatkan penurunan nilai portofolio aset investasi saham dan reksadana sehingga berujung pada kerugian.

"Terhadap fakta tersebut, malam hari ini penyidik telah menemukan bukti yang cukup adanya perbuatan pidana yang dilakukan oleh IR (Isa) yang saat itu menjabat sebagai Kabiro Asuransi pada Bapepam-LK 2006-2012," kata Qohar.

Kejagung pun menaksir kerugian dalam kasus Jiwasraya ini mencapai Rp 16.807.283.375.000 atau Rp 16,8 triliun. Atas perbuatannya, Isa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 
 

(Jyg)