
Jakarta, MERDEKANEWS -- Penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, terus menuai sorotan di masyarakat. Penyelesaian kasus ini terkesan lamban, padahal sudah jadi rahasia publik siapa saja yang terlibat dalam kasus ini.
Eks Menko Polhukam, Mahfud MD, menuding kepolisian, kejaksaan dan KPK takut menindak pejabat negara yang terlibat dalam kasus pagar laut di Tangerang.
Seperti yang disebut Nusron di DPR, Mahfud bilang bahwa penerbitan sertifikat hak guna bangunan di kawasan laut merupakan pelanggaran hukum.
Mahfud menuduh terdapat "permainan" di antara pengusaha dan pejabat pertanahan terkait pagar laut ini.
"Satu yang belum dan itu sangat penting, yaitu sampai saat kita bicara ini, ini belum ada kejelasan proses hukum," kata Mahfud dalam keterangan tertulis, Rabu (29/01).
"Padahal ini pelanggaran hukum luar biasa, perampokan terhadap kekayaan negara, perampokan terhadap sumber daya alam," ujarnya.
"Bisa keluar sertifikat resmi—bukan hanya satu sertifikat—pasti itu kejahatan. Kalau sudah kejahatan, kalau mau diambil aspek korupsinya karena pejabat diduga menerima suap, maka KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri itu bisa melakukan tindakan," kata Mahfud.
Adapun mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam wawancara dengan Metro TV, mengungkap rasa heran yang sama seperti Mahfud.
"Sudah saya katakan tadi, bahwa polisi dalam waktu dua hari bisa tangkap orang yang dipotong lehernya. Tapi ini (pagar laut) 30,16 kilometer tidak ada yang tahu. Ini kelewatan," ujar Kalla.
Sementara dalam rapat dengar pendapat di Komisi II DPR, Kamis (30/01), isu pagar laut dibahas secara mendalam oleh Menteri ATR/BPN Nusron Wahid. Para anggota dewan juga berulang kali mengajukan pertanyaan dan menunjukkan keheranan mereka.
"Komisi II mendesak Menteri ATR/BPN segera melakukan audit investigasi lengkap secara terbuka terhadap seluruh sertifikat hak guna bangunan dan sertifat hak milik yang diterbitkan di atas laut," kata Ketua Ketua Komisi II, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda.
"Kami juga meminta agar seluruh pihak yang terlibat dalam proses penerbitan sertifikat ilegal di ruang laut ditindak tegas dan diproses secara hukum," ujar Rifqi.
Dalam rapat yang sama, Deddy Yevri Sitorus, dari Fraksi PDIP, menyebut pagar laut di Tangerang menjadi persoalan besar, salah satunya karena para pejabat mengeluarkan pernyataan yang berbeda-beda.
"Ini akrobat komunikasi. Ada yang bilang wilayah itu bekas tambak atau bekas abrasi. Ada yang ngaku ini dan itu," ujar Deddy.
Menurut Deddy, persoalan pagar laut di Tangerang harus diusut secara hukum. Namun dia menuding, pihak yang harus bertanggung jawab bukan hanya pejabat dari Kementerian ATR/BPN. "Jangan hanya orang agraria yang kena, yang bikin sertifikat kok lolos? Mereka bersama-sama bikin kejahatan kok," ucapnya.
Deddy secara khusus juga menyoroti peran kepolisian dalam mengusut kasus pagar laut. "Sudah setahun dikerjakan Bareskrim, lah sudah setahun kok belum kelar? Kan gila itu, apakah kita harus ganti Kepala Bareskrimnya?" ujarnya.
-
WIKA Beton Siap Mengawal Kelancaran Arus Mudik Lebaran 2025: Bukti Nyata Dedikasi untuk Negeri WIKA Beton Siap Mengawal Kelancaran Arus Mudik Lebaran 2025: Bukti Nyata Dedikasi untuk Negeri
-
Merasa Difitnah Soal Kirim Utusan, Jokowi Tantang PDIP: Ngalah Ada Batasnya! Difitnah saya diam, dicela saya diam, dijelekkan saya diam, dimaki-maki saya diam. Saya ngalah terus lho. Tapi ada batasnya,
-
Daftar Pamen dan Pati Polri Tempati Jabatan Sipil di Kementerian dan Lembaga Ada puluhan Kombes hingga Jenderal yang menempati jabatan sipil di Kementerian dan Lembaga.
-
Ahok Kaget Usai Diperiksa Terkait Kasus Pertamina: Kejagung Punya Info dan Data Sampai Kepala! Dia mengaku kaget dengan data dan informasi yang dimiliki oleh penyidik Kejagung
-
Naik Pelita Air dan Menginap di Patra Malioboro Hotel, Anak-anak Panti Asuhan Liburan Nyaman di Jogja Naik Pelita Air dan Menginap di Patra Malioboro Hotel, Anak-anak Panti Asuhan Liburan Nyaman di Jogja