
Jakarta, MerdekaNews - Pemerintah perlu lebih serius dalam melawan kebijakan diskriminasi terhadap komoditas kelapa sawit RI, yang gencar dilakukan Uni Eropa dan Amerika Serikat.
"Sebenarnya permasalahan kelapa sawit ini bukan barang baru bagi kita, dan harusnya itu bisa diatasi bahkan diantisipasi oleh pemerintah," kata Anggota Komisi IV DPR, Taufiq Abdullah di Jakarta, Jumat (17/11/2017).
Menurut dia, sebagai produsen sawit terbesar, seharusnya Indonesia bisa mengatur pasar. Bukan sebaliknya, diperlakukan komoditasnya dengan kebijakan yang diskriminatif.
Politisi PKB itu juga menyatakan, produksi sawit juga harus ditingkatkan nilai tambahnya agar tidak dilempar begitu saja ke pasar internasional dalam bentuk bahan mentah.
"Harus ada upaya dari negara untuk menciptakan industri-industri olahan, sehingga petani sawit dapat melempar ke pasar dalam harga yang maksimal. Di Indonesia ada industri pengolahan sawit, harganya akan lebih mahal daripada kita ekspor. Bayangkan kita yang memproduksi tapi ketika dilempar ke pasar internasional harus melalui negara-negara yang bukan produsen," paparnya.
Untuk itu, ujar dia, sudah seharusnya Indonesia memiliki jaringan yang kuat di internasional serta dapat melakukan upaya diplomasi serta berinteraksi dengan produsen agar jangan sampai mereka yang menentukan pasar.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peringatan 40 Tahun Kerja Sama Kemitraan ASEAN-UNI EROPA meminta penghentian diskriminasi terhadap kelapa sawit Indonesia ke Uni Eropa.
"Resolusi Parlemen Uni Eropa dan sejumlah negara Eropa mengenai kelapa sawit dan deforestasi serta berbagai kampanye hitam, tidak saja merugikan kepentingan ekonomi, namun juga merusak citra negara produsen sawit" demikian Presiden dalam siaran pers Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, yang diterima, Selasa (14/11).
Presiden menjelaskan perkebunan kelapa sawit begitu berpengaruh dengan upaya pengentasan kemiskinan, mempersempit gap pembangunan, dan mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif.
Terdapat 17 juta orang Indonesia yang hidupnya, baik langsung maupun tidak langsung, terkait dengan kelapa sawit, dan 42% lahan perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil di Indonesia, kata Jokowi.
Oleh karena itu, Kepala Negara mendesak agar sejumlah sikap dan kebijakan yang dinilai merugikan kepentingan ekonomi dan merusak citra negara produsen sawit harus dihilangkan. Jokowi juga menyatakan Indonesia paham pentingnya isu sustainability, atau keberlanjutan terkait ekonomi dan alam.
(Setyaki Purnomo)
-
Kemenperin Pacu Nilai Tambah Kelapa Sawit Penuhi Kebutuhan Industri Batik Kemenperin Pacu Nilai Tambah Kelapa Sawit Penuhi Kebutuhan Industri Batik
-
Dr Lukman Gunarto Beri Tips Penggunaan Pupuk Cair AGPI untuk Perkebunan dan Replanting Sawit pupuk hayati mikroba juga sudah pernah dipakai untuk replanting sawit
-
Industri Kelapa Sawit Komitmen Capai NZE Lewat Hilirisasi dan Pengelolaan Biomassa Berkelanjutan Industri Kelapa Sawit Komitmen Capai NZE Lewat Hilirisasi dan Pengelolaan Biomassa Berkelanjutan
-
Kemenperin Pacu Diversifikasi Produk Kelapa Sawit, Manfaatnya Sampai ke Industri Kerajinan dan Batik Kemenperin Pacu Diversifikasi Produk Kelapa Sawit, Manfaatnya Sampai ke Industri Kerajinan dan Batik
-
Indonesia Soroti Potensi Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan dari Kelapa Sawit Indonesia Soroti Potensi Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan dari Kelapa Sawit