
Warisan Hutang Jokowi dan Prospek Pemerintahan Prabowo
Jakarta, MERDEKANEWS - Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J Rachbini mengatakan, utang negara dengan utang privat milik warga negara itu bedanya antara bumi dengan langit. Tapi jika satu institusi, satu lembaga, satu aturan main, satu regulasi yang ada dalam negara, itu adalah satu tanggung jawab yang berbeda satu sama lain.
Didik menjelaskan, Jika warga negera secara privat mengambil utang dengan keputusannya sendiri, mau banyak, mau sedikit, mau kenceng, mau lambat, itu tidak ada kaitan dengan siapapun. Karena itu domain pribadi.
"Tetapi utang negara, satu kali keputusan mengambil utang sedemikian besar, maka karena harus membayar cicilan utang dan pokok yang pasti semakin besar, dampaknya anggaran pendidikan berkurang, anggaran unuk daerah berkurang. Oleh karenanya seluruh keputusan yang dilakukan oleh pejabat negara soal utang ini akan berpengaruh ke kanan ke kiri" Kata Didik dalam diskusi “Melanjutkan Kritisisme Faisal Basri: Memperkuat Masyarakat Sipil, Mengawasi Kekuasaan”. Diskusi forum juara ini diadakan bekerjasama dengan Universitas Diponegoro, Universitas Paramadina, LP3ES, INDEF dan KITLV Leiden, diadakan melalui zoom meeting pada Minggu (15/9/2024).
Dari pengambilan keputusan di domain publik itu, kata Didik, seharusnya menyertakan secara demokratis pihak-pihak yang terkait di dalam utang tersebut, pembayar pajak, masyarakat, demokrasi, dan sebagainya. Dan di dalam proses demokrasi sistem yang kita jalankan harus ada check and balance.
"Nah sekarang setelah 10 tahun Jokowi berkuasa, pura-pura lugu. Pura-pura enggak ngerti apa-apa. Tapi ternyata setelah 10 tahun kelihatan, maka sebenarnya pemerintahan ini dijalankan secara otoriter oleh Raja Jawa" jelasnya.
Didik menuturkan, selama ini tidak ada seorangpun di lembaga, DPR, Parlemen yang menjaga dengan check and balance pengambilan keputusan-keputusan itu. Sehingga saat ini hutang kita bisa mencapai hampir 10 ribu triliun. Dan dampaknya untuk bayar bunga saja sudah sedemikian besar setiap tahun.
"Pemerintahan baru Pabowo, pasti akan mewarisi hutang itu. Kalau nanti berhutang lagi, dengan menjalankan kebijakan yang sama dengan Jokowi, maka seperti yang dikatakan alm.Faisal Basri, Insyaallah kita akan krisis. Akan lebih dalam krisisnya"kata Didik
Jika Luhut dan lain-lain menyebut rasio utang kita terhadap PDB belum 100%, maka kalau dibandingkan dengan Jepang meskipun utang Jepang 100% tapi kalau bunganya 0,7-0,9%, maka pembayaran bunga nya saja akan kecil. Dia punya hutang 500 T hanya membayar 30 triliun/years. Indonesia, dengan hutang 8500 T skrg maka kita harus bayar 500 triliun/T bunganya saja.
"Sekarang suku bunga yang tinggi BI sudah mengeluarkan SBN. Itu menyebabkan BI lenggang kangkung saja atas korban dari sektor sektor riil" ujarnya.
Sementara itu, Dr. Eisha M. Rachbini, ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) mengungkapkan, akar dari kenapa menyimpang defisit, biasanya dari struktur dan komposisi APBN, didalami lagi, adanya defisit APBN karena antara belanja dan penerimaan menjadi lebih besar belanja. maka utk membiayai operasional diperoleh dari utang.
"Secara periodic sejak 2015-2023 sejak jokowi memerintah terlihat bahwa rata-rata defisit fiskal alami pelebaran. selisih penerimaan dan pengeluaran terjadi gap yang sangat lebar. Ditambah ketika terjadi pandemic, selisih rata-rata pendapatan dengan rata-rata pengeluaran sangat besar. Terjadi defisit minus 2,8% yang jika dilihat UU keangan masih di bawah batas 3%, tapi jika dekat sekali dengan 3% maka implikasinya kita jadi tidak punya ruang fiskal yang memadai, dan rentan alami shock risiko ke depan. Contohnya dulu ketika tibat-tiba ada pendemi" jelasnya.
Eisha mengungkapkan, dari target realisasi penerimaan pajak dan target, antara realisasi dan target selama ini selalu lebih rendah realisasi dibanding targetnya. Hanya pada 2021-2023 usai pandemi, realisasi penerimana pajak menjadi lebih tinggi, karena itu tertolong dari harga komoditas dunia yang booming akibat geopolitik.
"Tinjauan struktural kenapa bisa menurun penerimaan pajak sekarang, penerimaan pajak dibeberapa sektor semakin menurun, terutama industri perdagangan dan sektor perdagangan yang menurun akibat lemahnya daya beli. Penerimaan yang jauh menurun terjadi pada sektor pertambangan, dan harga komoditas mineral yang semakin menurun"jelasnya
Pada sisi penerimaan PPH Badan alami penurunan pertumbuhan yang drastis karena korporasi saat ini alami pertumbuhan negatif. Akibatnya realisasi penerimaan pajak dan target penerimaan terjadi gap yang amat lebar (shortfall). rasio pajak terhadap GDP juga mengalami tren menurun dari tahun ke tahun. Meski ada harmonisasi pajak pada 2021 namun hanya meningkatkan realisasi pajak terhadap GDP yang sedikit, karena itu tertolong oleh harga komoditas yang meningkat. rasio kepatuhan pajak juga hanya jalan ditempat sekitar 70-80%.
Menurut Eisha, dibandingkan dengan negara lain segi rasio penerimaan pajak kita yang hanya 10.9% amat tertiggal jauh dibandingkan Malaysia, Filipina, Vietnam, apalagi China dan Jepang.
"Secara sturktur penerimaan pajak kita memang lebih banyak di korporasi al. PPH Badan. Personal income tax hanya 9% dari totalnya. Dari sisi added tax ada 15-29% pada pajak lain-lain" kata Eisha.
"Dari sisi neraca belanja, hal keseimbangan primer terlihat bahwa belanja pemerintah pusat masih didominasi oleh pembayaran utang.Ada juga belanja pegawai, sementara belanja modal masih rendah dan turun terus" sambungnya
Eisha menjelaskan, utang diambil memang tidak produktif Karena dilihat komponen belanja modal, untuk membiayai belanja modal hanya sedikit. Digunakan bukan pada sektor produktif seperti akumulasi barang modal dan teknologi dan lain-lain. Komponen belanja hanya besar di belanja pegawai/barang. jadi hal-hal itu tidak bisa mendorong produktivitas di jangka panjang.
"Porsi utang terhadap GDP, sisi penerimaan yang jauh dari pengeluaran sehingga terjadi defisit. Defisit ditutup oleh utang. Perolehan utang terbesar untuk membayar bunga utang. Narasi yg menyebut rasio utang vs GDP masih jauh dari 60%, namun harus diliht secara proporsi utang kita dibagi pada utang jangka pendek danjangka panjang di mana utang jangka panjang ada di 90% sementara utang jangka pendek direntang 1%" jelasnya.
"Komponen lain yg harus diperhatikan iyalah, meski dibawah negara-negara lain pada rasio tax vs GDP namun jika dilihat yield imbal hasil obligasi Indonesia ada di 7,2%, itu tinggi sekali dibanding negara-negara lain. Singapur hanya 3,2%, Vietnam-thailan di 2,7%. Itu menunjukkan bahwa bunga yg kita harus bayar pasti lebih besar dari negara lain" kata Eisha.
Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Dr Tauhid Ahmad mengatakan, dari 8 Ásacita Prabowo, ada 4 yang menggambarkan ekonomi, yang menjadi landasan untuk mengubah transisi dari era jokowi ke prabowo. Tapi ada lompatan baru, seperti target pertumbuhan ekonomi di 6-7% bahkan dijanjikan ke 8%. Pdhal bappenas paling optimis 5,6-6,1%. persis sama dengan hitungan bappenas pd 2019 ketika rumuskan pertumbuhan ekonomi era jokowi (tapi max hanya 5,1% rata-rata)
"Target 6-7 % pertumbuhan memang ambisius tapi secara fondasi riilnya amat berbeda. Pertama, perubahan transisi kebijakan. era jokowi, meski porsi utang cukup besar dgn pembangunan infrastuktur besar-besaran di jawa dan luar jawa, ternyata tidak mendongkrak pertumbuhan ekonomi mencapai target. selalu di bawah target" kata Tauhid
Tauhid menjelaskan, ada transisi dari infrastruktur ke pengembangan SDM dan memperkuat sains, teknologi, pendidikan, hingga penguatan peran penyandang disabilitas. Pada APBN 2024 terlihat ada alokasi anggaran P.U yang turun drastis, juga tidak ada anggran untuk penjaminan infrastruktur sebesar 800 T tiap tahun yang dihilangkan. Isu-isu nya bergeser ke SDM, makan siang gratis, industri pangan dan sebagainya.
Isu SDM lainnya, pemerataan pembangunan, lapangan kerja, teknologi atau kemandirian bangsa yang filosofinya melalui pengembangan SDM. Untuk memperkuat ketahanan pangan dengan membangun desa, memberantas kemiskinan struktural, swasembada pangan, energi, ekonomi hijau.
"Dari beragamnya target, tinggal bagaimana cara mewujudkannya, tapi tidak yakin itu semua bisa didanai dengan sumber-sumber peneriman yang maksimal" kata Tauhid
Tauhid menambahkan, memang ada perubahan kebijakan. Ada 14 prioritas RPJMN yang kemungkinan akan diubah dengan perubahan kebijakan di atas terutama hilirisasi industri, swasembada pangan ataupun pembangunan desa. Dari itu semua, sepertinya agak berat jika harus sampai 7% pertumbuhan ekonomi 2025-2029.
"Skenario perpajakan hingga 2029 juga agaknya berat untuk mencapai 23% penerimaan pajak., atapun hanya lebih dari 12-13% hasil pengolahan kemenkeu atau tarikan PBB. Mksimal hanya 11,48% dari pajak atau lebih rendah dari 2014 yang pernah capai 14.21%" urainya
Kenapa hal tersebut bisa terjadi, pengaruhnya ada di harga komoditas duni, lalu ekonomi global dan aktivitas ekonomi digital yang belum direspon 0leh sistem perpajakan. Belum bisa menjadi insentif utk peneriman pajak. sektor manufaktur yang lemah juga menjadi faktor kenapa tax income tak kunjung meningkat.
"Dengan kondisi itu akan sulit melakukan lompatan luarbiasa tax income dan tax rasio sd 2029. faktor defisit APBN menjadi hal amat berpengaruh. Apalagi ketergantungan thd utang masih cukup tinggi ktika penerimaan pajak tdk alami lompatan (2024 diperkirakan hanya 10,2 atau 10,3% tax rasio)" tandasnya. (Viozzy)
-
44,9 Persen Responden Respons Postif Pemberantasan Korupsi di 100 Hari Pemerintahan Prabowo tingginya angka responden yang menilai pemberantasan korupsi berjalan positif merupakan cerminan penilaian sekaligus harapan kepada Pemerintah
-
Reindustrialisasi Jadi Kunci Sukses Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi 8 persen Reindustrialisasi Jadi Kunci Sukses Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi 8 persen
-
Support dari SBY-Jokowi Modal Penting Bagi Pemerintahan Prabowo support dan hubungan dari kedua pemimpin tersebut bagi kami menjadi sesuatu yang sangat berarti bagi modal pemerintahan yang akan datang
-
Indikasi Gratifikasi Kaesang Indikasi Gratifikasi Kaesang