merdekanews.co
Minggu, 15 September 2024 - 09:55 WIB

Polisi dan Pemolisian: Pilar Sistem Nasional bagi Kedaulatan, Daya Tangkal, Daya Tahan, Daya Saing Bangsa dan Negara

Viozzy - merdekanews.co
Kasespim Lemdiklat Polri Irjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si. (Foto dok Istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS - Polisi dalam pemolisiannya adalah bagi kedaulatan bangsa dan negara yang memiliki daya tahan, daya tangkal dan daya saing. Berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan sosial kemasyarakatan semakin kompleks. Tatkala tidak tertangani dengan baik dan benar maka akan menggerus bahkan merontokan kedaulatan bangsa dan negara. Daya tahan, daya tangkal maupun daya saingnyapun bisa melemah bahkan menghilang.

Kita semua harus memahami dan sadar bahwa polisi dalam pemolisiannya menjadi bagian dari upaya menjaga sistem-sistem nasional agar adanya keamanan dan rasa aman dari tingkat lokal sampai dengan tingkat global. Di sinilah maka polisi dan pemolisian wajib ditumbuhkembangkan sesuai dengan perubahan dan perkembangan jaman.

Amanat konstitusi negara kita salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, mensejahterakan, menjaga kedaulatan NKRI. Indonesia sebagai negara yang berbhineka tentu potensi konflik dan perpecahannya begitu besar. Para Bapak Bangsa menyadari bahwa hanya bangsa yang cerdas berdaulat adil dan makmur yang mampu merawat dan menjaga NKRI. Yang paling menonjol salah satunya adalah " Primordialisme" menggunakan identitas suku, agama, keyakinan keagamaan, ras dan antar golongan.

Primordialisme dijadikan alat mencari solidaritas dan legitimasi. Dalam prakteknya tak jarang di larutkan dengan hal-hal yang provokatif, ujaran kebencian terus menerus dihembus-hembuskan. Mudahnya diprovokasi atau larut dengan hasutan primordialisme karena lemah dan rendahnya tingkat literasi. Apa yang dibuat dan disampaikan dengan semangat menggebu-gebu langsung ditelan, dianggap sebagai suatu kebenaran. 

Apa yang dianjurkan untuk merusak memusuhi bahkan membunuhpun bisa dilakukan, walau sesama anak bangsa. Masalah politik identitas misalnya, sebenarnya banyak hal yang secara kasat mata dan logika merusak peradaban, namun faktanya banyak yang tak mampu menolak bahkan di perbudak otak dan hatinya, sehingga percaya dan bangga dijadikan umpan anarkisme.

Sadar atau tidak, apa yang dilakukan, apa yang dihembuskan, akan menggerus jiwa nasionalisme. Cara primordialisme merusak peradaban memalukan sebagai bangsa yang beradab. Jiwa patriotisme dan solidaritas sosialnya dari para akademisi, para kaum terpelajar dapat dijadikan role model. 

Literasi sosial kemanusiaan atau literasi kebangsaan, literasi seni budaya" yang dibangun untuk : 

1. Menyadarkan 

2. Mencerdaskaan 

3. Memberi pencerahan dan mengajak untuk  berpikir secara bijaksana. 

4. Mengcounter bahkan memperbaiki gerusan peradaban.

5. Melepaskan belenggu captive mind

6. Mampu menjadi pencerah dan tidak hanyut dalam hasutan anarkisme maupun primordialisme

7. Mampu berpartisipasi sebagai soft power dan smart power dalam menjaga keteraturan sosial.

8. Mampu berdaya saing secara waras dan terhormat sebagai bangsa yang bermartabat.

9. Sadar cerdas bermoral modern cara merawat kebhinekaan dan menjaga kedaulatan bangsa yang berdaulat, bermartabat, beradab adil dan makmur.

Konflik sosial pada umumnya karena perebutan sumber daya atau perebutan pendistribusian sumber daya. Bisa juga dikarenakan masalah harga diri. Suatu konflik terjadi sebenarnya merupakan puncak gunung es. Permasalahan sudah menumpuk dan hanya menunggu ada triger. 

Permasalahan yang tidak terselesaikan akan menimbulkan kekecewaan hingga kemarahan walaupun masih dapat dipendam. Namun itu di omongkan terus menerus ke mana-mana dan bagi orang yang tidak pernah mengalamipun bisa ikut menceriterakan. Dari mulut ke mulut ditambah tambahi dan saling memiliki penafsir berbeda dari faktanya. Ini gosip. Semakin digosok semakin sip. Gosip ini tatkala berlapis lapos dan terus menerus dilakukan ini akan menjadi labeling. Pemberian label ini bisa untuk perorangan bisa untuk kelompok. Tatkala labeling ini terus dihembuskan seolah olah menjadi kebenaran maka akan menjadi kebencian. 

Apa yang dilakukan di atas ini sangat mudah memicu konflik sosial tatkala dikaitkan atau dihubung-hubungkan dengan primordial. Primordial merupakan hal yang utama dan pertama bisa sara bisa juga komunitas atau kelompok kelompok kategorial. Di dalam primordial emosional, spiritual diutamakan dan kadang mengabaikan rasionalitas. Pokok e atau dengan semangat siap membantu mengeroyok atau balas dendam dan menyerbu. Kelompok primordial tatkala sudah saling melabel saling membenci dari konflik perorangan pun bisa terjadi. Primordial dipilih atau digunakan karena untuk mendapatkan legitimasi walau hanya pada pembenaran bukan kebenaran. Apalagi kebenaran yang tidak berbasis hal hal yang hakiki hanya berdasarkan populasi.  

Di dalam masyarakat yang majemuk primordialisme sangat mudah untuk memecah belah atau mengadu domba satu sama lain. Antar suku, antar ras, antar agama, antar kelompok menjadi basis solidaritas pokok e yaang sebenarnya pekok e. Rasionalitasnya dibuang. Yang ada dikepalanya hanyalah hajar, serbu, hancurkan mereka musuh menghina kita. Spirit premanisme muncul walau kembali dengan keroyokkan dan pengkambinghitaman. Siapa yang lemah disalahkan dan ditumbalkan. 

Tatkala kelompok kelompok primordial ini sudah menjadi crowd maka akan muncul gerakkan anarkisme ealaupun hanya dengan bullshit dikeroyok si A dan si B atau mengarang kejadian seolah teraniaya. Sifat orang-orang yang cengeng mudah di berdayakan untuk membakar amarah. Sikap kesatria rela digantung diganti nalar koprol, mereka saat itu seakan penuh jiwa yang heroik walaupun melakukan hal-hal yang di luar nalar. Otaknya seakan dibekukan, dicocok hidungnya diseret untuk mengamini anarkisme. Kesadaran kolektif sudah tidak mampu lagi dikendalikan. Seakan orang mabuk ia lupa dengan dirinya dan sadar menyesal dibelakang hari.

Masyarakat majemuk memerlukan adanya suatu pencerdasan hingga nalar atau logikanya tidak mudah dikoprolkan. Paradigma multikulturalisme ini mungkin mampu merasukkan kebanggaan akan kebhinekaan. Patriotisme cinta bangga akan bangsa dan negara tatkala bukan pada solidsritas semu apalagi dengan berbagai hal yang menjurus kepada premanisme. 

Kekuatan massa khususnya bagi masyarakat suatu bangsa dan negara layak untuk dijaga atau ditumbuh kembangkan kekayaan seni budayanya dalam konteks karakter bangsa bagi hidup tumbuh dan berkembangnya. Multikulturalisme ini menjadi kekuatan bagi pelestarian kebhinekaan dan mencerdaskan untuk memberdayakan, melestarikan salah satunya melalui masyarakat sadar wisata. 

Kesadaran akan wilayahnya, orang-orangnya, suku bangsa, bahasa dan seni budayanya menjadi sumber daya baru. Penanaman cinta bangsa bukan lagi doktrin namun penumbuhkembangam nalar dan daya logika waras. Lagi-lagi ujungnya memang politik sehat waras lah yang mampu menjaga dan membawa suatu bangsa maju dan sejahtera.

Keamanan dalam negeri : kedaulatan, daya tahan, daya tangkal dan daya saing bangsa

Suatu bangsa yang berdaulat memiliki ketahanan atas berbagai gerusan dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Selain itu juga memiliki kemampuan memberikan jaminan keamanan dan rasa aman bagi warganya untuk bertahan hidup tumbuh dan berkembang atau meningkat kualitas hidupnya. 

Keamanan dalam negeri adalah keteraturan sosial secara idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya secara pribadi, di ruang publik, profesi dan berbagai pekerjaan, lingkungan hidup, dan mayantara yang dapat mendukung produktifitas maupun upaya upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat. 

Keamanan dalam negeri diwujudkan dalam keteraturan sosial sehingga terjaminnya keamanan  segala sumberdaya negara dari manusianya, kekayaan alamnya, idiologi, politik ekonomi dan sosial budayanya untuk dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang sehingga berdaulat, berdaya tahan, berdaya tangkal bahkan berdaya saing

Keteraturan sosial dalam konteks polisi dan pemolisiannya terefleksi dari sistem keamanan dan pengamanan hingga terjaminnya keamanan dan rasa aman secara pribadi, di ranah publik, ranah lingkungan hidup dan kehidupan, ranah ekonomi dan industri, ranah mayantara hingga ranah forensik. Keamanan dalam negeri dalam pendekatan pemolisian di era kenormalan baru dijabarkan pada pemolisian yang berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah secara konvensional, elektronik dan forensik. Konteks pemolisian yang fungsional ditunjukan adanya sinergitas dan harmoninya model konvensinal dan konterporer yang mampu diimplementasikan secara proaktif dan adanya penyelesaian masalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat

Keamanan dalam negeri menjadi simbol peradaban kedaulatan ketahanan dan daya saing suatu bangsa. Keamanan dalam negeri konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun berlandaskan demokrasi yang mencakup :

1. Supremasi hukum

2. Adanya jaminan dan perlindungan HAM

3. Transparansi

4. Akuntabilitas

5. Berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat

6. Adanya pembatasan dan pengawasan kewenangan

Keamanan dalam negeri dalam konteks mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memberdayakan kekayaan dan keindahan serta kebhinekaan salah satunya melalui masyarakat yang sadar seni budaya dan pariwisata. Kekuatan Masyarakat Sadar Seni Budaya dan Pariwisata (Masdarwis) antara lain :

1. Menanamkan: kecintaan dan kebanggaan akan lingkungannya, seni budayanya bahkan bangsa dan negaranya. 

2. Mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. 

3. Membangun kesadaran untuk mengemas, memberdayakan, memaknai hingga memarketingkan sumber daya yang ada semua dapat dari alam, heritage, seni budaya, kuliner, tradisi, religi, komuniti hingga teknologinya

4. Kepekaan, kepedulian, pemikiran visioner yqng holistik dan sistemik yang proaktif dan problem solving

5. Membangun karakter bangsa, memcerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, membangun patriotisme, menata keteraturan sosial, perawatan akan kebhinekaan dan tentu untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 

6. Anti premanisme dan anti anarkisme. 

7. Keteraturan sosial dapat dilakukan dalam suatu harmoni atas hidup dan kehidupan. Dari alam saja dapat menata dan merawat lingkungan ini tentu hingga ke sistem sistem ekologinya. Dari seni budayanya dari sastra rupa tari pertunjukan musik dan lain-lain dapat menjadi kekuatan sosial untuk menjembatani atas kebuntuan atau kepenatan atas hidup dan kehidupan. Heritage dari para leluhur sangat beragam yang menunjukkan peradaban tinggi bangsa.

8. Membangun pola hidup dan kehidupan masyarakat dalam keberagaman yang multikultural.

9. Suatu kekuatan politik, sosial  ekonomi maupun budaya. 

10. Kekuatan manajerial dan operasional sehingga mampu menjadi ikon atau simbol keunggulan

Masyarakat Sadar Seni Budaya dan Pariwisata Mencerdaskan dan Menyelamatkan Anak Bangsa untuk :

1. Mampu untuk hidup dan menghidupi

2. Menjadi sumber daya bagi kehidupan

3. Menerima, menghormati dan bangga adanya kebhinekaan

4. Menyadarkan bahwa seni budaya dan pariwisata merupakan ikon peradaban bangsa 

5. Menjadi martabat bangsa yang ramah membuat suasana aman nyaman asri dan ngangeni

6. Menjaga alam lingkungan dengan segala warisannya yang sangat berharga

7. Menjadi karakter bangsa yang sarat nilai luhur bagi kemanusiaan dalam hidup dan kehidupannya

8. Mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial

9. Membangun bangsa yang multikultural

10. Kedaulatan bangsa yang berdaya tahan, berdaya tangkal bahkan berdaya saing sebagai negara super power seni budaya dan pariwisata

Masyarakat Sadar Seni budaya dan pariwisata merupakan bagian dari sistem pengamanan untuk keamanan dalam negeri yang dapat dibangun melalui :

1. Tegak dan kokohnya idiologi bangsa

2. Political will yang kuat

3. Keamanan secara ekonomi

4. Keamanan secara sosial budaya

5. Keamanan secara siber maupun forensik

6. Keamanan infrastruktur dan sistem-sistem pendukungnya

7. Sumberdaya manusia yang profesional, cerdas, bermoral dan modern

8. Sistem-sistem pelayanan publik yang prima

9. Sistem monitoring dan evaluasi serta sistem akuntabilitas kepada publik yang transparan dan akuntabel

10. Sistem-sistem yang siap dalam kondisi emerjensi maupun kontijensi

Amalkan Pancasila: Negara Berdaulat Bangsa Bermartabat

Pancasila sebagai idiologi negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia tak sebatas dihafal melainkan diamalkan dalam kehidupan. Makna yang terkandung dalam sila-sila Pancasila begitu dalam luas dan mampu melingkupi berbagai gatra kehidupan. Dari kehidupan perorangan hingga kehidupan  berbangsa dan bernegara. Dari urusan pribadi hingga urusan dunia. Memahami dan mengamalkan Pancasila memerlukan kesadaran kepekaan kepedulian bahkan kecintaan dan kebanggaan sebagai anak bangsa. Yang ditunjukkan dalam pikiran perkataan dan perbuatan serta bela rasa bagi kemanusiaan, pembangunan keteraturan sosial maupun pembangunan peradaban.

Dalam kehidupan pribadi sebagai anak bangsa kesadaran dan kecintaan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari dapat ditunjukkan dalam sikap dan perilaku sebagai insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME. keimanan dan ketaqwaannya ditunjukkan dalam perilaku yang patuh menjalankan ajaran agama yang diyakininya, patuh hukum, empati dan belarasa kepada sesama, terutama yang termarjinalkan dan menderita. Mampu menjaga lingkungannya dan solidaritas sosial untuk membangun peradaban. Mampu menunjukkan sikap integritasnya akan kemanusiaan dan berbagai hal yang berkaitan dengan produktifitas. Tentu tidak hanyut atau mudah dihasut dibodohi untuk menyelesaikan konflik dengan cara anarkis. Premanisme, radikalisme dengan primordialisme merupakan perusakkan peradaban. Di sinilah peran kaum akademisi dan kalangan kampus perguruan tinggi tampil berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan para kaum akademisi dapat menjadi tokoh yang dipercaya untuk menjaga keteraturan sosial. Tokoh dialog dalam menyelesaikan konflik secara beradab yang saling menghormati, bahkan saling melayani dalam mewujudkan keteraturan sosial. Kaum Akademisi mampu menunjukan kepiawaiannya dalam :

1. Mewujudkan dan memelihara keamanan dan rasa aman warga masyarakat. 

2. Mendukung proses produktifitas dan membangun sistem keadilan sosial terutama dalam pemberdayaan dan pendiatribusian sumber daya. 

3. Membangun local heroes maupun menerapakn local genius untuk menjaga keterturan sosial. 

4. Dialog dalam komunikasi sosial dan solidaritas sosial dalam wadah yang merupakan basis civil society. 

5. Merawat dan melestarikan seni budaya tradisi dan berbagai kegiatan olah rasa maupun olah raga. 

Dalam tata politik dan penyelenggaraan negara perguruan tinggi dan kaum akademisi mampu mendukung sistem yang mampu mengimplementasikan amanat kontitusi negara. Berbasis pada supremasi hukum.  Memberikan jaminan dan perlindungan HAM. Transparan dan akuntabel yang ditunjukkan dalam political willnya berpihak atau memperjuangkan untuk memberikan pelayanan publik yang prima. Berorientasi pada upaya-upaya peningkatan kualitas hidup rakyat. Penerapan sistem politik yang peduli akan kepentingan rakyat dan upaya-upaya pensejahteraan rakyat. Memdorong kebijakan untuk mendukung pengembangan dan menuju teknologi dan sistem yang mandiri.

Nilai-nilai luhur pancasila tatkala dipahami dan diamalkan dengan sungguh-sungguh maka dapat merefleksikan integritas bangsa, jati diri bangsa, daya tahan, daya tangkal bahkan daya saing. Pada pendidikanlah tergantung masa depan bangsa. Maka Kampus perguruan tinggi juga menjadi dasar pendidikan yang merupakan sistem transformasi, dibangun atas dasar kesadaran dan penyadaran. Tentu juga kepemimpinan di semua lini bangga dan mencintai bangsanya sehingga mampu dan berani memperbaiki kesalahan di masa lalu. Siap menghadapi tuntutan harapan bahkan ancaman di masa kini. Mampu menyiapkan masa depan yang lebih baik.

Negara berdaulat dalam berbagai pendekatan dapat di lihat adanya :  

1. Kuatnya idiologi

2. Kuatnya pertahanan

3. Kuatnya keamanan dalam negeri

4. Kuatnya SDM sebagai aset utama bangsa

5. Kuatnya sektor bisnis

6. Kuatnya pengelolaan sumber daya alam 

7. Kuatnya ilmu pengetahuan dan teknologi

8. Kuatnya hukum dan penegakan hukum

9. Kuatnya birokrasi yang rasional dan anti korupsi

10. Kuatnya seni budaya 

Ke 10 point tersebut saling terkait. Konteks pilar secara umum dapat dikatakan pada Kemanusiaan, Keteraturan sosial dan Peradaban

Konteks pemolisian yang dapat dijadikan pendukung adalah pada implementasi community policing sebagai filosofi dan strategi pemolisian. Pola-pola yang dibangun dapat berbasis pada smart policing yaitu harmoninya antara Conventional policing, Electronic policing, Forensic policing.

Pemolisian di atas pola pembelajaranannya salah satunya dengan dibangun Crisis Centre pada pemolisian yang dibangun dengan model Disaster Management, National Management System (Sismenas), Emergency and Contigency Policing.

Kekuatan Crisis Crentre dengan pilar antara lain  menjadikan model  dalam Pelayanan di Indonesia yang rawan bencana, rawan konflik  dalam smart management n smart operation. Crisis Centre menjadi harapan dan tujuan bagi dukungan pembelajaran di Sespim  yang fungsional yang pelayanan publiknya berstandar prima.

Pelatihan bagi peserta didik Sespim yang nantinya akan menjadi pemimpin yang memiliki kompetensi bagi kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. Para peserta didik mampu mengimplementasikan smart management dan smart operation dalam kondisi krisis. Yang tentu dapat mewujudkan dan menjaga keteraturan sosial sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat terjaga dan terpeliharanya keteraturan sosial (keamanan dan rasa aman bagi warga masyarakat) adanya anti premanisme dalam pembangunan suatu peradaban.

Publik dapat dipahami sebagai masyarakat atau rakyat atau orang banyak. Apa yang mereka butuhkan secara umum dan mendasar? Kebutuhan publik ini dapat dikategorikan pada ruang publik bagi perorangan maupun secara bersama sama. Di dalam Crisis Centre model juga melihat publik sebagai masyarakat di ruang publik yang terganggu atau terhambat produktifitasnya karena ada disaster atau kondisi krisis baik faktor manusia, faktor alam maupun by design yang merusak sistem dan infrastruktur pendukungnya. Masyarakat membutuhkan adanya keamanan dan rasa aman dan pelayanan kepolisian yang setidaknya mencakup kawasan yang sehat, aman, nyaman, ada saling keterhubungan dengan kawasan kawasan lainnya sehingga mudah dicapai. Dengan demikian menjadi smart living dan smart mobility.

Pelayanan publik untuk mencapai atau setidaknya memenuhi standar apa yang dibutuhkan publik terutama kondisi krisis, dibutuhkan sistem pelayanan publik yang prima. Pelayanan publik yang dengan standar prima (cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses) adalah sistem pelayan publik yang dibangun secara on line dan berbasis elektronik. 

Di era digital maka dasar pembelajaran dan pelatihan dapat dengan membangun Crisis Centere System bagi pelatihan para peserta didik yang tetap mampu memberikan pelayanan prima adalah adanya :

1. Back Office yang dapat menjadi operation room pusat k3i (komunikasi komando pengendalian koordinasi dan informasi). Back office berfungsi sebagai pusat data menuju big data system dan one stop service system.

2. Application yang berbasis artificial intellegence yang memcakup aplikasi :

a. Call centre

b. Comand centre

c. Monitoring system

d. Digital Map untuk pemetaan wilayah, pemetaan masalah dan pemetaan potensi dan sebagainya.

e. Smart management untuk inputing data, analisa data dan produk dalam bentuk algoritma (info grafis, info statistik, info virtual) yang dinamis sesuai real time yang dapat diakses secara on time dan any time.

f. Sistem penegakan hukum secara elektronik ( electronic traffic law enforcement/etle ) yang didukung " data jalan, data kendaraan bermotor, data pengemudi, data populasi publik dalam berlalu lintas dan sebagainya. Selain itu juga didukung sistem pembayaran elektronik, sistem digital record untuk TAR (traffic attitude record) dan de merit point system untuk sistem perpanjangan SIM

g. Sistem panggilan darurat  emergency/contigency system

h. Sistem pelayanan cepat (quick response time)

i. Sistem laporan dan sharing data 

j. Sistem sinergitas pelayanan publik antar pemangku kepentingan 

k. Sistem akuntabilitas algoritma yang dapat menunjukkan index kualitas pelayanan publik

l. Algoritma untuk memprediksi, mengantisipasi dan solusi

m. Management media sebagai wadah untuk : informasi, komunikasi, inspirasi, edukasi, solusi, motivasi, counter issue, fun/ menghibur.

m. Sistem pengamanan data dan sistem sistem lainnya (cyber security) dan sebagainya.

3. Net Work atau jejaring yang berbasis IoT, 

kekuatan jejaring bagi konektifitas sistem-sistem on line menjadi dasar pelayanan prima dan hidupnya sistem-sistem lainnya.

4. Sistem updating dan up grading untuk sistem yang terus dinamis dan terus bisa ditumbuh kembangkan.

5. Petugas yang memgawaki pada back office dapat memberdayakan dan memgontrol aplikasi maupun jejaring yang ada. Mampu inputing data, analisa data dan menghasilkan produk serta mampu membangun jejaring.

Pelayanan publik yang prima pada smart living maupun smart mobility merupakan standar keberhasilan Crisis Centre System. Kemampuan sistem sistem tersebut adalah untuk mampu memberikan pelayanan prima di bidang :

1. Pelayanan keamanan

2. Pelayanan keselamatan

3. Pelayanan hukum

4. Pelayanan administrasi

5. Pelayanan informasi

6. Pelayanan kemanusiaan

Kesemua itu dapat ditunjukan indexnya pada sistem algoritma yang berupa info grafis, info statistik, info virtual yang dapat diakses secara real time, on time dan any time

Analisa algoritma Crisis Centre dapat dilihat dari bagaimana :

1. Tingkat kualitas keamanan

2. Tingkat kualitas keselamatan

3. Tingkat kualitas kelancaran

4. Tingkat kualitas ketertiban

5. Tingkat kualitas pelayan di bidang LLAJ

6. Tingkat kualitas management media

7. Tingkat kecepatan penanganan masalah/quick response time nya

Ke 7 point itu nanti yg dilihat kemampuan sistem Crisis Centre dalam : Management disaster, Sistem managemen nasional, emergency dan contigency policing :

1. Kompetensi SDM

2. Tingkat penggunaan aplikasi yang ada

3. Tingkat kepuasan masyarakat

Point-point di atas menjadi landasan dari membuat standar index keteraturan sosial dalam situasi krisis, dan sebagainya.

Standardisasi implementasi Crisis Centre sebagai pilar dasar profesionalisme. Dengan standar road map akan dapat dibuat sebagai pola-pola implementasi grand strategi, pengaturan atau dasar hukum hingga panduan operasionalnya maupun penyiapan sumber daya manusia yang akan mengawakinya. Standar dapat dikategorikan dalam : 

1. Standardization of work input,

2. Standardization of work process dan

3. Standardization of work out put. 

Melalui standardisasi akan dapat ditentukan atau dibuat model dasar, proses dan pencapaian tujuannya. Standar di era digital dibangun dalam smart management yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Teknologi informasi merupakan suatu kebutuhan dan keharusan di era digital, tentu saja hal ini juga berlaku bagi kepolisian di dalam pemolisiannya. Pemolisian secara garis besar dapat dilihat dalam ranah kerja birokrasi maupun dalam masyarakat sebagai usaha atau upaya kepolisian pada tingkat manajemen maupun operasional, dengan atau tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Dengan demikian tatkala membahas teknologi kepolisian maka model teknologinya adalah untuk mendukung pekerjaan kepolisian di ranah birokrasi dan ranah masyarakat untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial.

Sistem teknologi kepolisian merupakan suatu rangkaian atau model untuk menyatukan back office, application dan network yang berbasis artificial intellegence dan internet of things. Yang dioperasionalkan pada ranah birokrasi maupun masyarakat untuk :

1. Memetakan atau mengkategorikan apa yang menjadi variabel atas pekerjaan kepolisian 

2. Dari sistem pemetaan tersebut maka dibangun sistem inputing data atau sistem recognize

3. Point 1 dan 2 dapat dihubungkan secara holisitik untuk membuat model-model yang dibutuhkan sehingga dapat menjawab model-model sistem pelayanan teknologi yang berupa prediksi antisipasi maupun solusi dalam bentuk algoritma.

4. Dari algoritma yang ada dapat menjadi landasan atau acuan pemgambilan keputusan untuk sistem pelayanan kepolisian : a. Pelayanan keamanan, b. Pelayanan keselamatan c. Pelayanan hukum d. Pelayanan administrasi e. Pelayanan informasi dan f. Pelayanan kemanusiaan.

5. Pelayanan-pelayanan pada point 4a sd 4f dapat diimplementasikan pada komunitas maupun lalu lintas.

6. Point 1 s/d 5 dapat dibangun big data system dengan one gate service system

7. Sistem teknologi kepolisian jenisnya dapat beragam sesuai dengan fungsi kepolisian atau sesuai dengan wilayahnya juga atas dampak masalah yang mengganggu atau merusak keteraturan sosial.

8. Teknologi kepolisian secara manajerial maupun operasional kesemuanya dikaikan dengan adanya digital record yang dapat dikaitkan pada program merit system.

9. Implementasi atas teknologi kepolisian ini dilakukan pada sistem E policing.

E policing atau electronic policing merupakan model pemolisian di era digital yang berbasis pada back office aplication dan network. Dengan berbasis pada artificial intellegence dan internet of things dan sistem yang ada pada point 1 s/d 8 merupakan basis landasannya. E policing model sistem pemolisian secara virtual yang dapat melayani 1x 24 jam dan 7 hari seminggu secara terus menerus tanpa terputus  dengan standar pelayanan yang prima. Yaitu pelayanan kepolisian yang berstandar cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Model e policing dapat dikategorikan dalam komunitas (harmoni pemeliharaan keamanan yang modern dan manusiaw ) dan lalu lintas (it for road safety).

Mengimplementasikan Crisis Centre prinsipnya adalah dengan membangun back office, aplication dan network. Back office berfungsi sebagai operation room atau ruang kontrol pusat k3i (komando kendali koordinasi dan informasi) sebagai pusat data dan analisis. Aplication dalam konteks E policing merupakan sistem inputing data analisa data dalam berbagai indikator yang nantinya dapat menghasilkan sistem data secara on time dan real time dalam bentuk info grafis dalam wujud indeks keamanan. Adapun network di sini adalah pada model jejaring yang menghubungkan antar aplikasi dengan back office. 

Sistem operasional harmoni maupun intelejen akan di jabarkan melalui sistem pembangunan big data dengan berbasis geografi dalam sistem pemetaan wilayah sistem-sistem informasi wilayah masalah dan berbagai kepentingan maupun dari dampak masalah. Sistem big data merupakan pilar one gate service. Pada semua sistem on line atau elektronik yang dibangun mampu menyajikan informasi yang akurat dan cepat secara on time dan real time dalam wujud info grafis. 

Hasil analisa data yang dihubung-hubungkan sesuai indikator masing-masing sub bagian akan menghasilkan indeks keamanan dan keselamatan (road safety) yang mampu memprediksi mengantisipasi dan memberikan solusi yang tepat dan dapat diterima semua pihak yang diyakini sebagai upaya pencegahan melalui langkah proaktif dan problem solving sehingga dapat mengurangi ketakutan masyarakat akan adanya ATHG (ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan) serta dapat terwujudnya keamanan dan rasa aman yang mendukung produktifitas masyarakat.

Keteraturan sosial baik di dalam komunitas maupun lalu lintas merupakan bagian dr ketahanan nasional. Karena daya tahan suatu bangsa merupakan kemampuan berdaya tahan suatu bangsa terhadap berbagai hal yang kontra produktif pd semua aspek kehidupan dari luar maupun dari dalam dapat menggerus nasionalisme kebangsaan. Membahas ketahanan nasional dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia yang tidak hanya fisik tetapi juga filosofi, pandangan hidup dan berbagai upaya menata keteraturan dalam aspek  kehidupan berbangsa dan bernegara (gatra, setidaknya ada 8 gatra ditambah dari hukum, teknologi). 

Gerusan terhadap gatra kehidupan berbagsa dan bernegara di era digital yang mampu menembus ruang dan waktu bukan lagi dengan cara-cara fisik semata melainkan dari cara-cara virtual dapat memecah belah keamanan dalam negeri, menggerus nasionalisme. Di dalam pemanfaatan teknologi 4.0 inilah manusia bisa menjadi budak teknologi. Gempuran sistem on line pada berbagai pelayanan publik akan menimbulkan gesekan baru. Dunia virtual akan menguasai dunia aktual. Konflik benturan peradabanpun dapat terjadi yang berdampak luas. 

Dalam negara yang modern dan demokratis ketahanan nasional merupakan suatu dasar untuk dapat hidup tumbuh dan berkembang. Maka diperlukan adanya produktifitas dalam semua aspek dan lini kehidupan. Namun faktanya di dalam proses produktifitas ada ancaman tantangan hambatan dan gangguan (ATHG) yang dapat merusak bahkan mematikan produktifitas. Di sinilah fungsi negara hadir untuk menata keteraturan sosial mendukung produktifitas dan mengatasi ATHG dengan menjamin keamanan dan rasa aman seluruh rakyat sebagai anak bangsa. Yaitu dengan adanya hukum yang kuat adanya aparatur dan para pemangku kepentingan lainya yang bersinergi sehingga ATHG dari luar maupun dalam dapat diatasi bahkan dapat memberdayakan menjadi kekuatan atau potensi potensi yang mendukung produktifitas.

Crisis Centre merupakam Sentra Pelayanan Publik 

1. Sentra Pelayanan Publik merupakan Operation Room, Back office sebagai Pusat K3i

2. Merupakan One Stop Service berbasis Big Data System

3. Mengacu Model Asta Siap

a. Siap piranti lunak atau standar acuan pedoman atau panduan managerial maupun operasionalnya

b. Siap posko (sebagai sentra atau back office atau sebagai operation room yang menjalankqn fungsi k3i)

c. Siap model-model pelayanan (keamanan, keselamatan, administrasi, hukum, informasi, dan kemanusiaan)

d. Siap sistem jejaring 

e. Siap mitra sebagai soft power dan smart power

f. Siap SDM

g. Siap sarana prasarana

h. Siap anggaran secara budgeter maupun non budgeter

3. Tugas pokok pada sentra pelayanan secara proaktif dan problem solving 

4. Pemetaan Masalah, Pemetaan Wilayah, Pemetaan Potensi

5. Para apetugas di Sentra Pelayanan, memetakan apa yang menjadi

a. Tugas pokoknya

b. Memetakan permasalahan berbasis wilayah atau area

c. Membuat model sistem sistem pelayanan secara langsung atau melalui media

d. Membuat standar kompetensi petugas pelayanan publik

e. Memberdayakan IT sebagai pendukungnya

6. Monitoring

a. Monitoring laporan petugas petugas lapangan 

b. Monitoring media

c. Monitoring CCTV

7. Komunikasi melalui call centre atau media lainnya

a. Menerima laporan

b. Menerima aduan

c. Komunikasi secara vertikal, horisontal maupun diagonal

8. Koordinasi : 

Untuk menjembatani atau menyalurkan kepada fungsi terkait

9. Komando dan pengendalian 

a. Quick response 

b. Penanganan TKP

c. Sistem laporan

d. Penanganan pada situasi emergency atau kontijensi

10. Informasi

Memberikan informasi kepada publik tentang situasi kondisi dan tentang sistem pelayanan kepada publik yang ada melalui media atau keterangan langsung.

Kemanfaatan Crisis Centre merupakan pemolisian emergency dan kontijensi di daerah atau lokasi rawan bencana. Pada saat terjadi bencana biasanya terjadi kebingungan dan banyak korban berjatuhan. Model pemolisian di daerah bencana bisa mengadopsi langkah langkah asta siap sebagai berikut:

1. Siap pilun aman nusa 3 (Masalah bencana)

2. Siap posko (Posko pusat, Posko wilayah, Posko lapangan)

3. Siap latihan pra operasi

4.Siap kondisi kamtibmas

Pada saat bencana sering terjadi banyak issue yang meresahkan masyarakat sehingga perlu suasana rukun soliditas terjaga dan meminimalisir terjadinya konflik sosial.

5. Siap mitra

Seluruh pemangku kepentingan siap melakukan tugas yang tergabung dalam satgas lintas stake holder (Satgas penyelamatan korban, Satgas pengungsian, Satgas bantuan, Satgas pencarian dan pendataan, Satgas kesehatan, Satgas bantuan atau cadangan yang selalu siaga)

6. Siap SDM

SDM disiapkan dari kalangan internal jajaran polda maupun bantuan dari berbagai wilayah. Yang akan dikoordinir dan dibagi dalam satgas-satgas di atas

7.Siap sarpras/logistik

8.Siap anggaran

Dari 8 langkah di atas diomplementasikan dengan menyiapkan jalur-jalur evakuasi yang searah dari bawah ke atas jangan sampai buntu akibat ada head to head akibat 2 arah atau lebih. Pasukan back up dari wilayah yang aman atau tidak terkena bencana sebagai standbye force yang siap digunakan setiap saat diminta bantuan.

Tatkala terjadi bencana, keputusan politik cepat sebagai bagian tanggap darurat dari kepala daerah yang menyatakan dan memimpin dan disiapkan anggaran kontijensi.

Para petugas satgas bergerak cepat dalam tanggap darurat dan reksi cepat di lokasi kejadian maupun di pengungsian yang siap untuk melayani. Dari masing-masing satgas dapat dibentuk tim-tim kecil yang berada di suatu tempat stasioner maupun mobile dari : 

1) Tim kesehatan 

2) Tim pangan dan air bersih 3)Tim mck

4) Tim kebersihan

5) Tim perlengkapan tenda dan sebagainya

6) Tim relawan

7) Tim resque untuk pencarian dan pendataan

8) Tim pengamanan dan sebagainya.

Tim kecil bergerak secara fleksibel yang bergerak cepat pada semua lini

Posko diawaki petugas posko yang siaga dan siap melayani untuk: komunikasi informasi, koordinasi dan untuk komando serta pengendalian yang siap untuk monitoring mengevaluasi dan reaksi cepat dan siap mengoperasionalkan manajemen media. 

Smart Policing : Model Grand Strategy  Menuju Indonesia Emas

Smart Policing : Model Grand Strategy Polri Menuju Indonesia Emas.

Visi besar abadi bangsa Indonesia adalah menjadi negara berdaulat, maju, adil, dan makmur. Dalam mewujudkan visi besar ini, pemerintah melakukan berbagai macam upaya, salah satunya menyusun perencanaan Indonesia Emas 2045 yang memiliki empat pilar utama yaitu:

1. Pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi 

2. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan

3. Pemerataan pembangunan

4. Pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.

Polri dapat berperan secara maksimal dalam mendukung negara ini untuk mencapai visi besar tersebut dengan :

1. Pemahaman dan kesadaran sebagai petugas polisi. Kesalahan dalam pemahaman bisa fatal akibatnya. Rasionalisasi tugas-tugas kepolisian memang perlu dikonsepkan secara akademik, managerial, maupun operasional sehingga dapat dijadikan framework bagi kerja polisi. Framework inilah yang akan menjadi acuan berperilaku, baik secara adminstrasi, managerial, dan/atau moral.

2. Bagaimana agar apa yang ideal sama dengan yang aktual sehingga apa yang dibuat bisa dihayati dan dijadikan acuan kerja. Pada akhirnya, bukan hanya menjadi pajangan perpustakaan, namun juga diajarkan dan dilatihkan agar menjadi habit dan menjadi kesadaran serta tanggung jawab seluruh anggota kepolisian.

3. Membangun sistem kompetensi dan melakukan perubahan yang mendasar baik di bidang pembinaan maupun operasional.

4. Revitalisasi atas pelayanan prima yang dapat membangun kepercayaan masyarakat. Hal ini dilakukan guna penguatan institusi. Implementasinya berbentuk penjabaran visi dan misi, program, peningkatan kualitas kinerja, birokrasi yang dipraktikkan melalui berbagai kreatifitas yang inovasi-inovatif.

5. Siap bekerja berdasarkan kompetensi untuk jabatan-jabatan tertentu dengan terlebih dilakukan assesment. Penataan ini bertolak dari sistem kinerja berbasis teknologi informasi sehingga bisa cepat, tepat, akurat dan akuntabel dan informatif.

6. Membangun soliditas sebagai bagian dari budaya yang memanfaatkan kearifan lokal.

7. Membangun wadah kemitraan dengan stakeholder terkati untuk bersama-sama mencari akar permasalahan dan menemukan solusi yang tepat dan diterima semua pihak.

8. Membuat program-program kemitraan antara polisi dengan masyarakat maupun dengan stakeholder lainnya.

Pengembangan Ilmu Kepolisian

Tantangan yang dihadapi polisi dalam menjalankan tugas dan fungsinya memang harus dijabarkan dan dilakukan secara bertahap sehingga harapan masyarakat terwujud, adanya polisi dengan pemolisiannya yang sesuai dengan prinsip presisi (prediktif, responsibilitas, transparansi berkeadilan), profesional, cerdas, bermoral, dan modern berbasis pada Ilmu Kepolisian yang pendekatannya antar bidang atau interdisciplinary approach (Suparlan, 2008).

Model Smart Policing sebagai Penerapan Ilmu Kepolisian dalam Grand Strategy Polri

Implementasi ilmu kepolisian untuk mendukung dan menuju Indonesia Emas, dilakukan melalui kerangka smart policing, dalam membangun manajemen kepolisian yang menekankan penggunaan data dan analitik secara efektif serta meningkatkan analisis, pengukuran kinerja, dan evaluasi; meningkatkan efisiensi; dan mendorong inovasi (Coldren Jr., Huntoon, dan Medaris, 2013). 

Konsep Smart Policing sendiri muncul secara formal dan resmi, pada tahun 2009, dengan diluncurkannya program penegakan hukum oleh Bureau for Justice Assistance, US Department of Justice. Model ini bertujuan untuk mendukung lembaga penegak hukum dalam membangun taktik dan strategi penegakan hukum berbasis bukti dan berbasis data yang efektif, efisien, dan ekonomis (Smart Policing Initiatives, 2021). Inisiatif ini merepresentasikan pendekatan strategis yang membantu lembaga kepolisian mengetahui apa yang berhasil dalam inisiatif pencegahan kejahatan dan pengurangan kejahatan. Coldren, Huntoon, dan Medaris (2013) dalam penelitiannya menjabarkan smart policing ini.

Tatkala di era kenormalan baru, kebutuhan untuk menanggapi kriminalitas yang lebih kompleks, membutuhkan lebih banyak keterampilan khusus, dengan meningkatnya permintaan kejahatan dunia maya, yang dihadapkan pada tantangan seputar efisiensi, efektivitas, dan pendanaan (National Police Chiefs Council & Association of Police and Crime Commissioners, 2020). Sifat kejahatan yang tidak mengenal batas negara, serta berbagai hal yang berdampak chaos atau kontra produktif, menuntut polisi untuk bertugas dan meningkatkan pelayanannya secara profesional, cerdas, bermoral, modern, dan fungsional.

Menyikapi tantangan yang muncul, model smart policing hadir sebagai pemolisian model orkestra yang mengharmonikan antara pemolisian konvensional, pemolisian elektronik maupun pemolisian forensik. Smart policing mengatasi berbagai masalah yang kontra produktif dan mengganggu keteraturan sosial maupun peradaban dari masalah kejahatan maupun sosial yang konvensional, masalah siber atau virtual di era digital yang memanfaatkan teknologi mutakhir, serta masalah forensik yang berdampak luas.

Sehubungan untuk menjawab tantangan di era baru ini, sistem pemolisian secara manajemen dan operasional dituntut untuk mampu menjawab kebutuhan perkembangan teknologi, perubahan kondisi, serta berbagai macam risiko yang timbul dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. 

Smart policing dapat dijabarkan antara lain :

1. Mengharmonikan dan dapat menyatukan antar model pemolisian (policing)

2. Siap memprediksi, menghadapi, merehabilitasi berbagai permasalahan yang mengganggu keteraturan sosial

3. Model pemolisian yang mampu berfungsi untuk lingkungan dan berbagai masalah konvensional, era digital, permasalahan yang berkaitan dengan forensik kepolisian

4. Dapat diimplementasikan ditingkat lokal, nasional bahkan global

5. Mengatasi berbagai gangguan keteraturan sosial yang by design

6. Mengatasi keteraturan sosial dalam dunia nyata maupun dunia virtual

7. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan publik secara prima dalam one stop service

8. Prediktif, proaktif dan problem solving

9. Menjembatani dan mengatasi dalam berbagai situasi dan kondisi emergency maupun kontijensi

10. Diawaki petugas polisi yang profesional, cerdas bermoral dan modern.

Smart policing dapat diimplementasikan dengan model pendekatan wilayah, model fungsi, model dampak masalah pada ranah birokrasi maupun ranah masyarakat, yang diimplementasikan dalam operasi kepolisian yang bersifat rutin, bersifat khusus maupun kontijensi. 

Smart policing dalam implementasi conventional policing, e- policing, dan forensic policing secara konseptual ditunjukkan sebagai berikut:

1. Conventional policing

Pendekatan ala polisi konvensional yang manual tradisional, kompetensi petugas sebagai pelindung pengayom yang dilakukan dengan cara pengaturan, penjagaan, patroli, penanganan TKP (tempat kejadian perkara), penanganan kejahatan dari pemeriksaan penggeledahan, penangkapan, penyitaan hingga pengejaran secara konvensional diperlukan kompetensi dasar untuk pengetahuan maupun ketrampilannya. Penanganan berbagai masalah dengan reaksi cepat, penangan konflik sosial yang melibatkan massa besar, demonstrasi dan konflik sosial, premanisme jalanan (blue collar crime), perkelahian antar warga/perang kampung, kecelakaan lalu lintas hingga bencana alam. Penanganan secara reaktif dan cara cara fisik masih diperlukan dan dibutuhkan dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Kemampuan pemetaan masalah, pemetaan wilayah, pemetaan potensi, bela diri, menembak, kemampuan dasar kepolisian untuk menjaga mengatur serta patroli. Mendatangi dan menangani TKP, menerima laporan dan pengaduan dan sebagainya. Penanganan pelayanan kepolisianyg berkaitan pelayanan administrasi, pelayanan hukum, pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan, pelayanan informasi dan pelayanan kemanusiaan tetap memerlukan pengetahuan dan kompetensi conventional policing.

2. Electronic Policing (E-policing)

E-policing merupakan program yang berkaitan dengan reformasi birokrasi dan merupakan bagian dari terobosan kreatif untuk menghasilkan inovasi dan kreasi dalam berbagai sistem pelayanan kepolisian baik pelayanan administrasi, pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan, dan pelayanan hukum, yang saling terhubung atau online yang mampu memberikan pelayanan secara virtual dan mampu mendukung pemolisian yang konvensional (Dwilaksana, 2020). 

Landasan dasar E- policing adalah melalui back office (sebagai operation room atau pusat K3I: (komunikasi, koordinasi, komando pengendalian dan informasi). Penerapan e-policing didukung oleh aplikasi berbasis Artificial intellegence (AI) juga jaringan sistem yang terintegrasi berbasis internet of things (IoT). Aplikasi yang berbasis AI mampu berfungsi untuk merecognize atau inputing data baik orang, benda, kendaraan, lingkungan hingga aktifititas. Melalui AI dapat dikonstruksi menjadi model untuk ditemukan algoritma yang berupa infografis, statistik, maupun info virtual lainnya. Algoritma dapat berfungsi sebagai prediksi, antisipasi maupun solusi yang dapat diakses secara real time, any time dan on time. Algoritma dapat menjadi landasan atau acuan indeks atau setidaknya sebagai potret visual atas situasi dan kondisi keteraturan sosial. Kompetensi dan pengetahuan bagi petugas siber (cyber cops) yang mengawaki e-policing adalah kemampuan memahami data digital inputing dan analisanya untk menghasilkan algoritma. 

Memahami prinsip dasar di era digital dan sistem IT dan proses pembangunan big data, dan sistem terintegrasi menuju one gate service system. Sistem analisa dan algoritma merupakan bagian early warning dan problem solving yang prediktif, antisipatif, serta solutif. Petugas cyber cops akan mengimplementasikan smart management agar pemolisian secara aktual maupun virtual ada suatu sistem yang sejalan saling menguatkan atau saling mendukung. Permasalahan perbankan, permasalahan keuangan, korupsi, terorisme, penyelundupan, pembajakkan, bahkan cyber crime akan terus berkembang sehingga memerlukan polisi siber yang profesional, mampu menganalisa dan menemukan potensi kejahatan. Kejahatan white collar crime tentu dilakukan secara teroganisir dan dilakukan para ahli atau setidaknya kaum yang memiliki kompetensi. Dengan demikian cybersecurity menjadi sangat penting dan memdasar.

3. Forensic Policing

Di era disrupsi perkembangan masalah nuklir, biolgi, maupun kimia, bahkan fisika (nubika). Di sisi lain, hal-hal di bidang sosial dapat menjadi suatu masalah bagi terjaminnya keteraturan sosial. Era post truth dengan senjata hoax juga dapat digunakan untuk menghambat, merusak, bahkan mematikan produktivitas. Oleh sebab itu, forensic policing memerlukan kompetensi dan pengetahuan dasar tentang nubika ataupun permasalahan sosial. Dampak atas penyalahgunaan nubika atau pemanfaatan nubika oleh penjahat yang dapat meneror atau mematikan produktivitas secara masal dan berdampak luas. Kompetensi para petugas forensic policing secara mendasar yang berkaitan dengan konseptual dan teknik forensik bahkan mampu mengetahui pemanfaatan nubika maupun masalah masalah sosial yang akan dijadikan senjatanya. Kemampuan forensik didukung dengan sistem peralatan yang dapat didukung petugas polisi siber maupun pemolisian yang konvensional. Pelayanan di bidang forensik berkaitan pada sistem security yang dapat dikembangkan pada pengamanan pada sektor privat, industrial, publik, ecological, maupun cyber.

Smart policing menjadi model pemolisian yang senantiasa siap memberikan pelayanan kepada publik dalam berbagai situasi, juga dalam situasi emerjensi maupun kontijensi sekalipun. Sebagai wujud pemolisian yang penelitian terkini pada tingkat global mengenai bagaimana model smart policing dapat diukur dan dinilai kualitas pelayanannya yang dirumuskan pada penelitian Ekaabi et al. 

Dimensi pengukuran layanan smart policing dapat dilihat dari trasnparansi, integritas, interaksi timbal balik antara polisi dengan masyarakat (interactivity), kecepatan dalam memberi pelayanan mengakomodasi penyelesaian masalah (responsivity), dan kemudahan mengakses pelayanan kepolisian (servicability)

Smart policing juga mendukung evidence based policing yang berdasarkan riset, penelitian, dan bukti berupa data/fakta sehingga secara konseptual maupun teoritikal dengan berbagai pendekatannya dapat menjadi acuan bagi Grand Strategy Polri. Grand Strategy Polri yang berbasis Smart Policing dapat dibangun secara konseptual, secara fisik, secara scientific, secara infrastruktur dan sistem sistem pendukungnya, selain itu juga pada kurikulum dan pengajarannya, agar tetap fungsional dalam kondisi emergency/darurat sekalipun.

Mengacu pada Smart Policing Initiative (Bureau of Justice Assistance, 2012), strategi penerapan inovasi pada pemolisian dapat dilakukan dengan sistem riset dan pengukuran performa yang komprehensif; menetapkan target strategis yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan kepolisian; penggunaan informasi intelijen, riset, dan sumber data lainnya sebagai dasar penerapan kebijakan dan tindakan di lapangan; melakukan transformasi dan pembenahan organisasi secara terus menerus dengan menekankan meritokrasi, kemampuan beradaptasi dengan perkembangan zaman dan kebutuhan; serta melakukan kolaborasi dengan seluruh pihak/stakeholder terkait dengan Polri dalam rangka meningkatkan inovasi dan performa kinerja kepolisian.

Di sisi lain, model smart policing menggambarkan kerangka kerja komprehensif yang dirancang untuk meningkatkan penegakan hukum dan kepercayaan publik melalui sistem intervensi multidimensi (Afzal dan Panagiotopoulos, 2020). Tujuan utama penegakan hukum dan pemeliharaan ketertiban bersatu untuk membangun kepercayaan publik. Mekanisme inti yang menggerakkan kerangka kerja ini adalah intervensi multidimensi, yang mencakup strategi lingkungan, tindakan penegakan, dan inisiatif keterlibatan komunitas. Intervensi ini didukung oleh berbagai proses, antara lain: konstruksi kejahatan, pendeteksian kejahatan, pengawasan otomatis, dan pemantauan ketegangan otomatis. Masing-masing proses ini didukung oleh analisis informasi data, yang mengintegrasikan data yang diarahkan, data otomatis, dan data yang bersumber dari keramaian. Analis memainkan peran penting dalam mengelola dan menginterpretasikan data ini, mempengaruhi semua proses utama. Selain itu, framework ini menekankan pentingnya mempertimbangkan isu-isu hak asasi fundamental dalam melaksanakan pemolisian, memastikan bahwa upaya menjaga keamanan publik tidak melanggar hak individu. Bagaimana hubungan informasi dan pengaruh, menunjukkan bagaimana intervensi berbasis data mendukung tujuan penegakan hukum dan pemeliharaan ketertiban, yang pada akhirnya membangun kepercayaan publik.

Model Smart Policing Sumber: Afzal dan Panagiotopoulos (2020)

Perubahan pola maupun model pemolisian memerlukan grand design dan grand strategi yang dapat dikatakan smart policing, yaitu harmonisasi antara conventional policing, electronic policing atau e-policing dan forensic policing, untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial bagi kemanusiaan dan pembangunan peradaban.

Implementasi Smart Policing dalam Grand Strategy Polri

Polisi dan pemolisiannya dalam perspektif perilaku organisasi sejatinya membuat harmoni dan berbagi kebahagiaan dengan terwujud dan terpeliharanya keamanan dan rasa aman. Institusi merupakan wadah atau badan untuk mencapai tujuan. Tujuan dibangunnya kepolisian adalah agar terbangun dan terpeliharanya keteraturan sosial. Mengapa keteraturan sosial menjadi sangat penting dan mendasar? Peradaban suatu bangsa dan negara agar rakyatnya mampu bertahan hidup tumbuh dan berkembang atau meningkat kualitas hidupnya diperlukan adanya produktiftas. Produktifitas tersebut dihasilkan dari aktifitas untuk menghasilkan produksi. Di dalam aktivitas tersebut ada ancaman, gangguan, hambatan yang dapat menghambat merusak bahkan mematikan produktifitas tersebut.

Smart policing dapat diimplementasikan melalui smart management dan smart operation yang dapat dimulai dari adanya:

1. Sistem monitoring pemetaan dan berbagai bentuk pengawasan seperti CCTV, drone, sensor yang termonitor pada back office sebagai operation room. Sistem monitiring ini dapat dilihat secara real time. Dari sistem monitoring yang ada, data diambil untuk menganalisa wilayah sesuai dengan pengkategorianya.

2. Sistem informasi komunikasi dan laporan atau pengaduan dari masyarakat yang bersifat aduan atas gangguan pelanggaran kejahatan sampai dengan hal kontijensi. Sistem komunikasi ini dapat dibangun melalui berbagai media sebagai penghubungnya agar mudah diakses dan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Tatkala yang berkaitan dengan stakeholder lain polisi dapat menjembatani. Untuk permasalahan emergency dan kontijensi polisi dapat memberi solusi cepat.

3. Sistem reaksi cepat yang terintegrasi antara kepolisian, rumah sakit, ambulance, pemadam kebakaran, dan PLN sebagai kesatuan agar dapat bergerak secara terintegrasi dengan skala prioritas dalam menghadapi situasi darurat/emergency.

4. Patroli virtual dan aktual untuk memberikan keamanan dan rasa aman bagi warga masyarakat dengan berbagai informasi dan solusinya.

5. Pelayanan publik dukerjakan secara online dan aktual untuk keamanan, keselamatan, hukum, informasi, administrasi maupun untuk kemanusiaan.

6. Melakukan pemanfaatan teknologi dalam melakukan pembenahan organisasi. Hal ini mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Schrage et al. (2024) tentang penggunaan artificial intelligence untuk melakukan penyesuaian terhadap key performance indikator bagi seluruh anggota organisasi, antara lain dengan mendefinisikan ulang sistem penilaian kinerja, menggunakan alat ukur yang dinamis, memperbaiki tata kelola penilaian, dan meningkatkan kualitas sistem penilaian.

7. Pengimplementasian program kepolisian pada birokrasi maupun pada masyarakat. Kegiatan ini akan tertata dan terkoneksi serta terkontrol dalam sistem online.

Implementasi smart policing dalam bentuk smart management dan smart operation bagi kepolisian menjadi keunggulan bagi organisasi atas pemberdayaan seluruh sumber daya yang ada dalam sistem one stop service dan berbagai model quick response time. 

Implementasi Smart Policing dalam Grand Strategy setidaknya mampu diharapkan untuk:

1. Mengharmonikan dan dapat menyatukan antar model pemolisian

2. Memprediksi, menghadapi, merehabilitasi berbagai permasalahan yang mengganggu keteraturan sosial

3. Berfungsi untuk lingkungan dan berbagai masalah konvensional, era digital, permasalahan yang berkaitan dengan forensik kepolisian

4. Diimplementasikan tingkat lokal, nasional bahkan global

5. Mengatasi berbagai risiko gangguan keteraturan sosial yang terjadi secara lokal maupun global

6. Mengatasi masalah keteraturan sosial dalam dunia aktual maupu virtual

7. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan publik secara prima dalam one stop service

8. Prediktif, proaktifdan problemsolving

9. Menjembatani dan mengatasi dalam berbagai situasi dan kondisi emegency maupun contingency

10. Diawaki petugas polisi yang profesional, cerdas bermoral dan modern

Dari point-point di atas pola penangangan masalah dengan model smart policing dapat menggunakan pola asta siap yang terdiri dari:

1. Siap piranti lunak sebagai pendukung, payung hukum, pedoman, SOP, dan sistem lainnya

2. Siap posko sebagai backoffice yang berbasis AI dan IoT untuk menggerakkan berbagai aplikasi sehingga mampu menjd pusat k3i.

3. Siap untuk menganalisa berbagai situasi dan kondisi dalam melakukan prediksi, mempersiapkan antisipasi dan solusinya.

4. Siap SDM yang mengawaki sebagai yang mampu menghasilkan produk, analisis, dan kebijakan.

5. Siap jaringan sampai ke bagian terkecil yang berbasis wilayah, berbasis kepentingan, fungsi, hingga yang berbasis dampak masalah.

6. Siap mitra sebagaivsoft power untuk menggerakkan berbagai tindakan preemtif preventif, represif hingga rehabilitasi

7. Siap logistik sebagai sarana prasarana yang berbasis IT untuk perorangan, kelompok, maupun kesatuan.

8. Siap anggaran secara budgeter maupun non-budgeter.

 

Penulis

Cdl (Viozzy)