merdekanews.co
Senin, 16 April 2018 - 06:33 WIB

Gawat, Ribuan Pelajar RI Kena Tipu Beasiswa Ke China

AZIZ - merdekanews.co
beasiswa ke china

Jakarta, MERDEKANEWS -Ribuan pelajar Indonesia, tertipu oleh agen abal-abal penyalur beasiswa ke China.Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) pun tidak bertanggung jawab atas kasus tersebut. 

Selama ini, institusi yang dinahkodai Mohamad Nasir itu tidak pernah memberikan beasiswa melalui perantara agen.

"Tidak ada izin ke luar negeri melalui agen. Kalaupun ada, pemberian beasiswa akan melalui lembaga yang disahkan oleh kementerian," kata Nasir saat bertemu para pelajar Indonesia di aula Kedutaan Besar RI di Beijing, Juma (13/4).

Oleh karena itu, mantan rektor Universitas Diponegoro tersebut, menilai bahwa kasus tersebut tak lagi berkaitan dengan institusinya karena sudah mengandung unsur  pelanggaran hukum pidana penipuan. Sehingga perlu dilaporkan kepada pihak berwajib agar bisa segera ditindaklanjuti.

"Ini harus ditindaklanjuti! Jadi laporkan saja ke kepolisian, biar mereka ditangkapi. Agen-agen ilegal ini harus dibersihkan karena merugikan orang lain," ujarnya.

Pernyataan Nasir terkait praktik penipuan oleh agen penyalur ke China ini diketahui berdasar laporan dari Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di Tiongkok (PPIT), periode 2016-2017 Bagus Ari Haryo Anugrah, disela-sela acara pertemuan tersebut. 

Dalam laporannya Haryo mengungkapkan bahwa saat ini dari 14 ribu pelajar Indonesia di Tiongkok, sebagian besar merupakan korban penipuan agen.

Kendati demikan, Nasir mengungkapkan bahwa maksud dan tujuannya melakukan kunjungan kerja ke China dalam rangka mengembangkan riset reaktor nuklir dan pengembangan kereta cepat, sekaligus menjalin hubungan kerja sama. Apalagi pendidikan tinggi di China terbukti sudah lebih maju sehingga patut dijadikan contoh.

"Kalau kita ingin maju maka tentunya kita juga harus membuka diri. Jadi kita Open Mind, Open Heart, dan Open Willing. Jangan sampai kita mau maju tapi menutup diri," tuturnya.

Nasir menyebut, salah satu alasan teknologi HTGR (reaktor nuklir multifungsi bersuhu tinggi dengan pendingin gas) milik China patut ditiru lantaran mampu menghasilkan energi listrik berkapasitas 200 megawatt.

"Kita sebenarnya juga sudah punya laboratorium (reaktor nuklir). Seperti di Serpong, Bandung, dan Yogyakarta. Tapi semua tidak menghasilkan energi, hanya menghasilkan isotop untuk bidang kesehatan dan pangan," katanya.

Selain mengembangkan HTGR, jelas dia, sampai saat ini Tiongkok juga telah mengoperasikan 38 unit pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang masing-masing mampu menghasilkan energi listrik sebanyak 1.000 megawatt.

Saat ini, Tiongkok juga sedang membangun 20 unit PLTN lagi yang diproyeksikan selesai pada 2020.

"Jadi pada 2020 Tiongkok sudah punya 58 unit PLTN. Kalau setiap unit pembangkit mampu memproduksi 1.000 MW, maka Tiongkok sudah punya 58.000 MW yang dihasilkan dari nuklir. Kita membangun 35.000 MW saja sampai sekarang tidak selesai-selesai," ujarnya.

Oleh sebab itu, Menristekdikti mendorong para mahasiswa Indonesia untuk mendalami bidang energi di Tiongkok.

"Di sini pembangkit sudah tidak lagi menggunakan air. Mereka sudah mulai menggunakan HTGR yang merupakan hasil pengembangan Tsingghua University," katanya.

Mengenai transportasi massal, Menristekdikti menyatakan Tiongkok juga fokus pada pengembangan kereta api cepat yang jaringannya tersebar di sebagian besar wilayah daratan Tiongkok.

"Khusus kereta api cepat, mulai dari manajemen transportasi hingga komponen, Indonesia belum banyak pengalaman. Saya selalu sampaikan kepada Menko Maritim (Luhut Pandjaitan) yang mengoordinasikan kereta api cepat," ujarnya.

Ia berharap Indonesia memiliki tenaga teknis di bidang perkeretaapian berkecepatan di atas 300 kilometer per jam yang sekarang sedang digarap Tiongkok di jalur Jakarta-Bandung. Oleh sebab itu pula pihaknya mendorong sejumlah perguruan tinggi di Indonesia agar membuka program studi kereta cepat.

"Sekarang di Indonesia tidak ada nomenkelatur prodi. Saya bebaskan rektor membentuk prodi apa pun karena dunia pendidikan tidak bisa lagi menutup diri. Perguruan tinggi akan menjadi museum bukan sebagai pemikir perubahan kalau berpikiran sempit," ujarnya.
  (AZIZ)